Jakarta, CNN Indonesia --
KPK menolak permintaan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang ingin pemeriksaan dirinya sebagai tersangka dugaan suap dan perintangan penyidikan ditunda hingga ada putusan praperadilan.
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menegaskan proses penyidikan terhadap Hasto akan tetap berlanjut beriringan dengan proses praperadilan.
"Permohonan itu ditolak ya, prosesnya tetap berlanjut apakah nanti saudara HK akan dilakukan pemanggilan selama proses praperadilan itu nanti dikembalikan kepada penyidik," kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (13/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Tessa menjelaskan permohonan Hasto melalui surat itu ditolak lantaran proses praperadilan dengan penyidikan berada di ranah berbeda.
Ia pun mengatakan KPK tidak akan menerima jika Hasto beralasan proses praperadilan masih berjalan untuk tidak memenuhi panggilan penyidik selanjutnya.
"Penyidik juga memiliki kewenangan apabila ingin memanggil dan seandainya proses tersebut digunakan sebagai alasan untuk tidak hadir kemungkinan besar penyidik akan menilai itu bukan menjadi salah satu alasan yanh patut dan wajar," ujar dia.
Di sisi lain, Tessa menegaskan keputusan penolakan ini diambil setelah penyidik berkoordinasi dengan jajaran pimpinan lembaga antirasuah.
Sebelumnya, kuasa hukum Hasto, Patramijaya mengatakan permintaan penundaan itu disampaikan langsung oleh kliennya melalui surat ke pimpinan KPK.
"Alasan dasar dari permohonan penundaan itu karena pihak penasihat hukum telah mengajukan permohonan praperadilan," kata Patramijaya.
Ia mengklaim pemeriksaan seharusnya ditunda lantaran proses hukum itu akan menguji apakah penetapan kliennya sebagai tersangka oleh KPK sah atau tidak menurut hukum.
"Karena itulah maka kita minta penundaan sampai dengan adanya putusan praperadilan. kenapa? karena praperadilan ini kan cuma 7 hari," ujar dia.
"Misalnya dikabulkan, kan sebenarnya enggak perlu lagi ada pemeriksaan. itu aja sebenarnya," sambungnya.
Selain Hasto, KPK menetapkan Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 pada akhir Desember tahun lalu.
Hasto bersama-sama dengan tersangka Harun Masiku (buron) diduga menyuap Wahyu Setyawan (mantan Komisioner KPU yang diketahui juga sebagai kader PDIP) untuk pengurusan penetapan PAW anggota DPR periode 2019-2024 daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan 1.
Padahal, Harun hanya memperoleh suara sebanyak 5.878. Sedangkan calon legislatif PDIP atas nama Riezky Aprillia mendapatkan 44.402 suara dan berhak menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Hasto disebut berupaya menempatkan Harun sebagai pengganti Nazarudin Kiemas dengan mengajukan uji materi atau judicial review kepada Mahkamah Agung (MA) tanggal 24 Juni 2019 dan menandatangani sebuah surat tanggal 5 Agustus 2019 perihal permohonan pelaksanaan putusan uji materi.
Setelah ada putusan MA, KPU tidak melaksanakannya. Hasto pun meminta fatwa ke MA.
Selain upaya tersebut, Hasto diduga juga secara paralel mengupayakan agar Riezky mengundurkan diri. Namun, permintaan tersebut ditolak.
Hasto disebut juga pernah meminta kader PDIP Saeful Bahri (mantan terpidana kasus suap) menemui Riezky di Singapura dan meminta mundur. Permintaan itu lagi-lagi ditolak Riezky. Bahkan, surat undangan pelantikan Riezky sebagai anggota DPR ditahan Hasto. Ia kukuh meminta Riezky mundur.
Terhadap dugaan perintangan penyidikan, Hasto disebut membocorkan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada awal 2020 lalu yang menyasar Harun.
Ia juga diduga meminta Harun merendam handphone dan segera melarikan diri.
Hasto diduga juga memerintahkan anak buahnya yakni Kusnadi untuk menenggelamkan handphone agar tidak ditemukan oleh KPK.
Tak hanya itu, Hasto disebut mengumpulkan beberapa orang saksi terkait perkara agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya.
(mab/DAL)