Massa Indonesia Gelap Surabaya Kepung DPRD Jatim, Putar Lagu Sukatani

1 day ago 5

Surabaya, CNN Indonesia --

Ratusan mahasiswa, akademisi dan masyarakat sipil yang mengatasnamakan Arek Gerak (Gerakan Rakyat) mulai menggelar aksi Indonesia Gelap di depan Gedung DPRD Jawa Timur, di Surabaya, Jumat (21/2).

Mayoritas massa aksi yang memakai pakaian hitam-hitam itu membawa sejumlah poster bernada protes bertuliskan 'Rakyat Diperas, Anggaran pendidikan dipangkas, Indonesia Cemas', 'Di Negara Ini yang Waras Cuma Rakyat' dan lainnya.

Mereka juga memutar lagi Sukatani berjudul Bayar Bayar Bayar yang belakangan ditarik dari platform musik karena mengkritik institusi Polri. Sementara ratusan personel kepolisian hanya melihat lagi itu diputarkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hidup Sukatani! Hidup Sukatani! Hidup Sukatani!," kata salah satu orator.

Massa kemudian bergantian melakukan orasi.

Selain itu mereka juga melakukan aksi teatrikal yang melambangkan berbagai kejadian di Indonesia selama 100 hari lebih masa pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, dari kebijakan yang tidak pro-rakyat, pembentukan kabinet gemuk, hingga tindakan represif terhadap kesenian yang melontarkan kritik.

"Sebenarnya menggambarkan isu-isu yang sedang kita tuntut hari ini. Banyak pembungkaman kritik dari seni, ada pemberedelan lukisan, pentas teater di Bandung juga dibredel, terus terakhir lagu Sukatani yang berjudul 'Bayar Bayar Bayar,' itu juga dibredel," kata salah satu peserta aksi Muhammad Abdul Gani Bima.

Salah satu aktor teatrikal juga berguling-guling di aspal. Menurut Gani hal itu menunjukkan ironi kemiskinan di negara Indonesia saat ini. Di mana masih banyak rakyat kelaparan, sementara para pejabat berjoget dan menikmati fasilitas mewah.

"Adegan berguling-guling itu menyimbolkan kemiskinan yang tidak pernah usai, setiap ganti penguasa ada kemiskinan baru. Nah itu kan sebuah ironi yang terus kita alami," ujar dia.

Koordinator aksi, Thanthowy Syamsuddin mengatakan, gerakan dan aksi Indonesia Gelap ini muncul sebagai respons terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dinilai merugikan rakyat dan melemahkan demokrasi.

Dalam aksi ini pihaknya membawa sejumlah tuntutan. Yang pertama mereka mendesak DPR dan pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang yang dinilainya pro rakyat. Yang pertama RUU Masyarakat Adat.

"Konflik agraria dan kriminalisasi terus terjadi akibat belum adanya payung hukum yang kuat. Dampaknya, berdasarkan data Aliansi Masya Adat Nusantara (AMAN) sekitar 1,6 juta hektar tanah adat berkonflik dengan korporasi," ucapnya.

Kedua, pihaknya juga meminta DPR segera mengetok RUU Perampasan Aset. Tanpa UU itu, aset koruptor akan sulit disita dan menyebabkan kerugian negara mencapai Rp200 triliun berdasarkan data ICW.

"Dampaknya negara kehilangan potensi pemulihan aset," ujar Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini.

Berikutnya, pihaknya juga mendorong disahkannya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT). Sebab, sebanyak 4,2 juta pekerja PRT tidak memiliki perlindungan hukum.

Lalu, pihaknya juga menolak revisi UU TNI & Polri yang dianggap tidak pro terhadap rakyat sipil, karena meningkatkan potensi represi dan melemahkan demokrasi.

"Adanya potensi perluasan peran TNI-Polri di ranah sipil. Hal itu berpotensi meningkatkan represi dan melemahkan demokrasi," katanya.

Thanthowy mengatakan, pihaknya juga menolak revisi UU Minerba & Kejaksaan. Sebab revisi ini dinilai menguntungkan oligarki tambang dan melemahkan independensi hukum.

"Dampaknya eksploitasi sumber daya alam serta berkurangnya independensi kejaksaan," kata dia.

Lebih lanjut, mereka juga meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan efisiensi anggaran dan kabinet yang gemuk.

"Pemborosan anggaran akibat struktur kabinet yang terlalu besar. Lalu pemangkasan anggaran di sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Maka harus ada evaluasi INPRES No. 1 Tahun 2025 dan realokasi anggaran yang lebih tepat," ucapnya.

Pihaknya juga mengkritisi Program Makan Bergizi (MBG). Sebab ditemukan masalah distribusi, pengawasan, dan kualitas makanan yang tidak memadai.

"Sekitar 30 persen makanan yang didistribusikan tidak layak konsumsi. Kami meminta ada audit menyeluruh, perbaikan skema distribusi atau pembatalan program," ucapnya.

Mereka juga mengkritisi Multifungsi TNI-Polri. Seban kebijakan ini dinilai bertentangan dengan reformasi demokrasi. Hal itu menimbulkan potensi pelanggaran HAM meningkat.

Terakhir mereka juga menuntut agar menghentikan proyek IKN, MBG serta Danantara yang tidak mendasar, dan lebih memprioritaskan sektor pendidikan dan kesehatan.

"Pembebanan APBN untuk proyek-proyek non-prioritas. Bakal berdampak pada defisit anggaran diprediksi mencapai Rp150 triliun dalam 10 tahun," katanya.

(isn/frd)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi