Surabaya, CNN Indonesia --
Terungkapnya tiga Hak Guna Bangunan (HGB) laut seluas 656 hektare di perairan Sidoarjo, Jawa Timur, mengejutkan publik.
Apalagi beberapa waktu terakhir pun ada polemik HGB di laut wilayah Tangerang, Banten seiring polemik pagar laut membentang 30,16 kilometer.
Terkait HGB di perairan Sidoarjo, Kanwil Kementerian ATR/BPN Jawa Timur menyebut pemilik dokumen tersebut adalah PT Surya Inti Permata (PT SP) dan PT Semeru Cemerlang (PT SC). PT SP memiliki dua bidang dengan luas masing-masing 285,16 hektare dan 219,31 hektare, sementara PT SC memiliki satu bidang seluas 152,36 hektare. HGB ini diterbitkan pada tahun 1996 dengan masa berlaku 30 tahun, dan akan berakhir pada 2026.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, keberadaan HGB di atas perairan ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial, terutama bagi masyarakat pesisir di Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo.
CNNIndonesia.com pun berkunjung ke salah satu ke salah satu titik kawasan perairan ber-HGB tersebut.
Akses menuju perairan ber-HGB ini cukup sulit, karena tak bisa diakses melalui jalur darat. CNNIndonesia.com ke lokasi menggunakan perahu dari sungai yang terletak di permukiman nelayan di Segoro Tambak.
Sepanjang perjalanan, pohon-pohon bakau mangrove membentang.
Perjalanan menuju muara memakan waktu sekitar 60 menit. Melewati beberapa tambak udang, bandeng milik warga. Kawanan burung dan kera berkeliaran di tepian. Perahu nelayan juga lalu-lalang.
Sesampainya di titik lokasi, hamparan laut membentang dan terlihat beberapa pancang terpasang di tengah perairan.
Seorang nelayan sekitar, Mohammad Soleh (60) mengatakan itu adalah tanda yang dipasang penangkap ikan dan kerang.
Tak jauh dari sana, Soleh kemudian menunjukkan area laut dan daratan yang disebutnya dimiliki perusahaan lewat HGB.
Salah satu lokasi perairan yang telah ditetapkan berstatus HGB milik perusahaan di Sidoarjo, Jawa Timur. (CNNIndonesia/Farid)
Soleh menceritakan, dulunya lahan laut itu diberikan pemerintah desa setempat ke warga Segoro Tambak untuk digunakan sebagai tambak.
"Kurang lebih perkiraan 1985. Itu izin dari bapak kades, digunakan, diperbaiki untuk tambak warga," kata Soleh ketika ditemui di rumahnya, Rabu (22/1).
Dia menceritakan kala itu tiap warga desa yang miskin berhak mendapat bidang perairan sebanyak tiga hektare. Mereka kemudian memanfaatkannya untuk tambak udang hingga bandeng.
"Saat itu banyak [warga desa] yang punya tambak, hampir satu desa. Kalau per orang saat itu [mendapat lahan] tiga hektare, dikelola jadi tambak bandeng, udang, windu, macem-macem," ujar dia.
Namun hal itu tak berlangsung lama, enam bulan setelahnya, ternyata seorang pengusaha membeli tambak milik warga. Soleh bercerita mayoritas warga setuju menjual karena himpitan ekonomi.
"Dibeli PT ini, kurang lebih tahun 1985, itu enggak lama setelah desa kasih izin," ucapnya.
Kanwil Kementerian ATR/BPN Jawa Timur telah mengonfirmasi soal keberaaan HGB di laut yang berada di wilayah Sidoarjo. (CNN Indonesia/Farid)
Kemudian, kata Soleh, pengusaha bernama Hendri tersebut langsung memagari laut yang telah dibelinya menggunakan kayu-kayu yang lalu ditancapkan di perairan tersebut menjadi pagar.
"Kalau [area] Pak Hendri dipagar, punya warga enggak ada. Pagarnya itu dari kayu [jenis] gelam kayak jati, bukan bambu, panjangnya atau tingginya sekitar 2 sampai 3 meter," ucapnya.
Namun kini, Soleh menyebut, pagar yang dipasang perusahaan di laut yang itu sudah rusak karena diterjang gelombang air laut. Pantauan CNNIndonesia.com, di lokasi sendiri sudah tak terlihat.
Saat ini, kata Soleh, setidaknya masih tersisa 15 warga yang masih memiliki aset tambak di sekitar lokasi tersebut. Mereka berusaha mempertahankan mata pencahariannya selama puluhan tahun.
"Sekarang [tambak] punya warga sisanya kurang lebih sebelah laut ada 15 orang," katanya.