Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengamuk dengan mengobarkan perang dagang ke sejumlah negara.
Indonesia menjadi salah satu negara yang menjadi sasaran. Di mana, semua produk ekspor Tanah Air yang dikirim ke Negeri Paman Sam itu akan dikenakan pungutan 32 persen.
Namun, besaran terbaru untuk Indonesia ini belum termasuk tarif global 10 persen yang berlaku universal untuk semua barang yang masuk ke negeri Paman Sam itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini tentu sangat mengkhawatirkan perekonomian dalam negeri. Maklum, AS adalah mitra dagang utama kedua Indonesia setelah China.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2025, porsi ekspor nonmigas Indonesia ke AS mencapai 11,26 persen dengan nilai US$2,35 miliar. Sedikit di bawah China yang mencapai 20,60 persen atau US$4,29 miliar.
Meski sampai saat ini belum ada rincian produk Indonesia yang akan dikenakan tarif impor 32 persen oleh AS, namun para eksportir Tanah Air sudah mulai ketar-ketir. Sebab, banyak produk yang selama ini dibutuhkan pengusaha berasal dari AS.
Tak hanya itu, Indonesia juga masih bergantung impor minyak dari negeri Paman Sam tersebut. Sehingga, apabila komoditas energi masuk dalam daftar pengenaan tarif, maka akan makin membebani keuangan negara dan harga di dalam negeri dipastikan akan naik.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan akan mencontek cara Vietnam menghadapi serangan dagang yang dilancarkan Trump. Meski dalam perekonomian bersaing, tapi sebagai sesama negara ASEAN yang menjadi sasaran tarif AS, maka kebijakan bisa saling meniru.
"Kita gak usah terlalu pintar! Kalau mereka lakukan sesuatu, kalau perlu nyontek! Gak boleh nyontek di sekolah, kalau dalam kehidupan, nyontek itu boleh. Ada satu taipan ngomong ke saya, dia punya ilmu, dia bilang 'copy with pride'," bebernya dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (8/4).
"Kalau Vietnam berani pasang tarif 0 persen (agar bebas dari tarif impor AS), kita kenapa (gak berani)? Harus berani juga dong!" tegas Prabowo.
Sementara, untuk menenangkan kegelisahan para pelaku usaha dalam negeri, Menteri Keuangan Sri Mulyani berjanji akan mengurangi beban mereka dengan memangkas sekitar 14 persen pungutan dalam negeri.
Pertama, pengurangan beban 2 persen yang berasal dari reformasi administrasi perpajakan dan bea cukai. Sehingga dampak tarif yang dirasakan pengusaha Indonesia turun menjadi 30 persen.
Kedua, ia berjanji bakal memangkas tarif pajak penghasilan (PPh) impor dari 2,5 persen menjadi 0,5 persen. Ini membuat dampak tarif tinggi Trump kembali berkurang sekitar 2 persen menjadi 28 persen.
Ketiga, upaya yang akan dilakukan adalah menyesuaikan tarif bea masuk produk impor yang mulanya 5 persen-10 persen, bakal dipangkas menjadi 0 persen sampai 5 persen.
Keempat, ia juga berencana menurunkan tarif bea keluar crude palm oil (CPO). Adjustment ini diklaim ekuivalen mengurangi beban pengusaha 5 persen.
"Jadi, kami akan terus melakukan reform, terutama di bidang pajak, bea cukai, dan prosedur supaya ini betul-betul mengurangi beban. Sesuai dengan penekanan Bapak Presiden (Prabowo Subianto) ini adalah waktu yang tepat untuk deregulasi dan reform yang lebih ambisius," katanya saat mendampingi Prabowo di Sarasehan Ekonomi.
Lalu seberapa bahaya sebenarnya efek perang dagang AS ke RI?
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan dampak pengenaan tarif AS yang besar ke Indonesia akan berdampak signifikan.
Indonesia, katanya, bahkan bisa masuk ke jurang resesi ekonomi akibat pengenaan tarif tersebut. Sebab, tarif juga dikenakan ke negara lain seperti China (mitra dagang utama Indonesia) yang akan mempengaruhi kebijakan di dalam negerinya sendiri.
"Bukan sekedar ekspor Indonesia ke AS cuma 10,5 persen dari total ekspor nonmigas, tapi spillover effect nya ke ekspor negara lain juga besar. Bisa picu resesi ekonomi Indonesia di kuartal IV 2025," jelasnya.
Menurutnya, sektor yang akan paling terdampak adalah industri otomotif dan elektronik. Keduanya berada di ujung tanduk karena paling banyak di ekspor ke AS.
"Total ekspor produk otomotif Indonesia 2023 ke AS US$280,4 juta setara Rp4,64 triliun (kurs 16.600). Rata-rata 2019-2023 pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS 11 persen," kata Bhima.
Bhima menilai kebijakan tarif yang berlaku Rabu (9/4) ini, bisa memicu resesi karena, pertama, konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal. Harga mahal tentunya akan membuat penjualan kendaraan bermotor di AS turun.
Kedua, probabilitas resesi ekonomi AS naik karena permintaan lesu. Korelasi ekonomi Indonesia dengan AS, setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi AS, maka ekonomi Indonesia turun 0,08 persen.
Ketiga, produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik. Pasalnya, spesifikasi kendaraan dengan yang di ekspor berbeda.
"Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri. Bukan hanya otomotif tapi juga komponen elektronik, karena kaitan antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor. Ekspor Indonesia tertinggi ke AS adalah komponen elektronik. Jadi elektronik ikut terdampak juga," kata dia.