Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menyiapkan ribuan sarjana untuk menjadi garda terdepan dalam mengawal pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) di seluruh Indonesia.
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mengungkapkan rekrutmen dan pelatihan sarjana ini telah berlangsung secara bertahap sejak awal 2024.
Menurut Dadan, hingga saat ini sudah ada dua batch atau gelombang sarjana yang telah dididik, masing-masing berjumlah 1.000 orang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari total 2.000 sarjana tersebut, sebanyak 1.994 orang telah diterjunkan ke lapangan dan tersebar di seluruh Indonesia, mencakup 38 provinsi. Sementara itu, enam orang lainnya diketahui mengundurkan diri.
"Dan Alhamdulillah sampai sekarang sudah dididik dua batch yaitu masing-masing 1.000. Dan sudah 2.000 yang kita hasilkan. Sudah ada dua di lapangan di seluruh Indonesia di 38 provinsi. Ada enam orang yang mengundurkan diri," ungkap Dadan dalam acara Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (8/4).
Untuk gelombang pertama, proses pendidikan para sarjana tersebut sepenuhnya didanai oleh donatur atau yang disebut Dadan sebagai 'Hamba Allah'. Mereka telah mulai bekerja sejak Februari 2024, usai program ini diumumkan secara resmi.
"Dan untuk batch pertama ini betul murni didanai oleh 'Hamba Allah'. Makanya tadi Pak Presiden menyampaikan sudah mulai bekerja dari Februari setelah diumumkan," ujar Dadan.
Sementara itu, pendidikan untuk gelombang kedua telah didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) melalui anggaran biaya tambahan.
Tak berhenti sampai di situ, pemerintah bahkan telah menerima sekitar 30 ribu Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI). Para sarjana ini saat ini tengah mengikuti pendidikan intensif di bawah naungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) dan Universitas Pertahanan (Unhan). Pendidikan mereka dijadwalkan selesai pada Juli 2025.
"Dan kemudian batch kedua sudah didanai dengan APBN anggaran biaya tambahan. Dan sekarang sudah diterima kurang lebih 30 ribu Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia. Dibawa ke Kementerian Pertahanan, dididik di Unhan. Yang baru akan selesai pada bulan Juli pendidikannya," jelasnya.
Dadan menjelaskan para sarjana tersebut nantinya akan menjadi motor penggerak, pengendali, sekaligus eksekutor program MBG di lapangan. Setiap Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di seluruh daerah pun dipastikan akan dipimpin oleh para sarjana terlatih ini.
"Nah, itu adalah SDM yang akan membawa program ini, kemudian mengendalikan program ini, dan mengeksekusi program ini. Sehingga tidak ada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi yang tidak dipimpin oleh Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia," tegas Dadan.
Selain menyiapkan sumber daya manusia (SDM), Dadan juga membeberkan strategi penguatan infrastruktur untuk mendukung program MBG.
Menariknya, Dadan mengklaim hingga saat ini pendirian SPPG belum menggunakan dana APBN sama sekali. Menurutnya, keberadaan SPPG yang sudah berjumlah 1.009 unit per April 2025, dan diproyeksikan mencapai 1.533 unit, sepenuhnya dibangun melalui kemitraan dengan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Dan faktor yang ketiga adalah infrastruktur. Nah, infrastruktur ini sampai sekarang belum Rp1 pun dari anggaran negara. Jadi kalau sudah ada yang 1.009 (SPPG) sampai sekarang dan April ini akan mencapai 1.533 SPPG, itu murni dari kemitraan dan 100 persen dari UMKM," ungkapnya.
Ia menyebut pihaknya menggandeng banyak restoran dan katering lokal di berbagai daerah, termasuk usaha yang sebelumnya nyaris gulung tikar. Kini, dengan adanya program MBG, usaha-usaha tersebut kembali bangkit karena mendapat pelanggan tetap, yakni minimal 3.000 anak setiap hari.
"Jadi banyak restoran-restoran, catering-catering yang di daerah, di Halmahera Barat sana, termasuk yang Bapak (Presiden) tinjau di Jakarta, di Jawa Timur, di pesantren, itu adalah mitra Badan Gizi Nasional. Jadi restoran yang hampir dying atau sudah hampir bangkrut tidak laku, sekarang bangkit kembali karena memperoleh customer fix minimal 3.000 per hari," beber Dadan.
Dia turut mencontohkan sebuah kantin sekolah di Bogor, yakni di sekolah Bosowa Bina Insani, yang kini telah dikonversi menjadi SPPG. Kantin tersebut tidak hanya melayani siswa di sekolah itu saja, tetapi juga melayani kebutuhan makan bergizi untuk 10 sekolah lain di sekitarnya.
"Kemudian ada juga kantin di Bogor, di sekolah Bosowa Bina Insani, yang tadinya hanya melayani siswa di sekolah Bina Insani, sekarang dikonversi menjadi satuan pelayanan pemenuhan gizi dan melayani 3.000 anak. Jadi tidak hanya melayani sekolah tersebut, tapi juga melayani 10 sekolah di sekitarnya," tutur dia lebih lanjut.
(del/agt)