Review Film: Captain America - Brave New World

1 week ago 11

img-title

Film ini memang seru, tapi menghibur dan seru saja tak cukup untuk film berjudul "Captain America".

Jakarta, CNN Indonesia --

Captain America: Brave New World memang film yang menghibur dan seru ketika disaksikan di bioskop. Namun, "menghibur" dan "seru" saja tidak cukup bagi sebuah film yang memajang nama Captain America di judulnya.

Ada banyak hal yang dipertaruhkan saat Marvel Cinematic Universe (MCU) memilih melanjutkan cerita Captain America lewat Brave New World. Sam Wilson (Anthony Mackie), Captain America baru, memikul tanggung jawab yang lebih berat dari Vibranium Shield.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia dipercaya meneruskan jejak Steve Rogers (Chris Evans) yang begitu membekas di dalam benak penonton sepanjang The Infinity Saga. Sam Wilson juga dapat kesempatan untuk benar-benar bersinar usai masa peralihan terlewati di serial The Falcon and the Winter Soldier (2021).

Ekspektasi terhadap Brave New World semakin tinggi mengingat tiga film pertama Captain America digarap dengan begitu solid hingga menjadi salah satu trilogi paling disukai dalam waralaba MCU.

Namun, kembali ke pernyataan awal saya, film ini ternyata hanya mencapai level "menghibur" dan "seru" saja. Brave New World minim elemen ikonis yang sanggup membuat berdecak kagum.

Kemasan cerita karya tim penulis yang terdiri dari Rob Edwards, Malcolm Spellman, dan Dalan Musson tak terlalu menonjol. Brave New World masih mengangkat cerita superhero di pusaran intrik politik, tetapi tidak sanggup membuat ketegangan yang intens.

 Brave New World menjadi satu dari tiga film MCU yang dirilis pada 2025, bersama dengan Thunderbolts* dan Fantastic Four.Review Captain America: Brave New World:Anthony Mackie terlihat mengerahkan segala cara untuk membuktikan kelayakannya sebagai Captain America baru. (dok. Marvel Studios via YouTube)

Jika bicara patriotisme, propaganda Brave New World juga lebih banyak tersalur lewat dialog alih-alih disampaikan secara implisit. Di sisi lain, saya rasa cerita Brave New World justru lebih menggambarkan sekuel The Incredible Hulk (2008), bukan trilogi Captain America.

Hal itu tampak dari poros cerita yang terpusat kepada masa lalu Presiden AS Thaddeus Ross (Harrison Ford) dengan putrinya, Betty (Liv Tyler), hingga Samuel Sterns/Leader (Tim Blake Nelson).

Unsur cerita yang kurang memuaskan tersebut sayangnya juga tidak didukung dengan elemen audio visual jempolan. Sinematografi serta komposisi visual Brave New World bagi saya belum mampu menampilkan kemegahan.

Dari segi audio, scoring musik latar film itu juga kurang mencolok usai Henry Jackman tidak bergabung kembali sebagai komposer. Absennya Henry Jackman yang menggubah musik The Winter Soldier (2014) dan Civil War (2016) ternyata belum bisa digantikan oleh musik garapan Laura Karpman.

Eksekusi audio visual itu menjadikan Captain America: Brave New World sebagai film yang tidak terlalu disayangkan jika terlewat di bioskop.

Catatan miring dari segi cerita dan audio visual itu membuat malang Captain America: Brave New World, karena beberapa aspek lain sebenarnya tidak mengecewakan.

Saya menikmati akting Anthony Mackie yang tampil solid sepanjang cerita. Ia terlihat mengerahkan segala cara untuk membuktikan kelayakannya sebagai Captain America baru.

Era baru ini menghadirkan Sam Wilson versi lebih serius dan berwibawa, sebuah persona yang menarik untuk disimak meski berdampak kepada berkurangnya celetukan jenaka sang karakter.

Satu sosok lain yang pantas mendapat pujian adalah Harrison Ford. Ia bisa memaksimalkan kesempatan menunjukkan sosok Thaddeus Ross yang lebih kompleks dan berlapis.

 Brave New World menjadi satu dari tiga film MCU yang dirilis pada 2025, bersama dengan Thunderbolts* dan Fantastic Four.Review Captain America: Brave New World:Satu sosok lain yang pantas mendapat pujian adalah Harrison Ford. Ia bisa memaksimalkan kesempatan menunjukkan sosok Thaddeus Ross yang lebih kompleks dan berlapis. (dok. Marvel Studios via YouTube)

Puncak penampilan Harrison Ford itu terjadi ketika Ross bertransformasi menjadi Red Hulk. Amarah yang membabi buta itu menjadi bahan bakar berharga untuk sepertiga akhir cerita.

Pertarungan Captain America melawan Red Hulk sontak menjadi suguhan penutup spesial yang dikerjakan dengan apik. Adegan laga tersebut rasanya menjadi satu dari segelintir nilai plus yang tercipta di Brave New World.

Pemeran pendukung lain, seperti Tim Blake Nelson yang kembali menjadi Leader hingga Danny Ramirez sebagai Joaquin Torres alias Falcon baru cukup mampu menambah warna.

Sayangnya, kehadiran Giancarlo Esposito yang memerankan Sidewiner disia-siakan sutradara Julius Onah. Aktor sekaliber Esposito malah hanya menjadi villain kelas remeh karena tak punya sumbangsih krusial dalam cerita.

Eksekusi Captain America: Brave New World secara garis besar masih menyisakan banyak catatan. Film ini ternyata tidak sepenuhnya "brave" maupun "new" seperti yang tertera di judul.

Jika dilihat dari perspektif yang lebih luas, kehadiran Brave New World juga membuat saya semakin bingung dengan akhir The Multiverse Saga.

[Gambas:Video CNN]

Film ini masih belum menghadirkan kepingan yang menghubungkan semua cerita dalam The Multiverse Saga. Satu-satunya petunjuk itu muncul ketika Sam Wilson diminta membentuk kembali The Avengers.

Sebagai penonton, kini saya hanya berharap Marvel Studios dapat mengerjakan proyeknya dengan baik di tengah deadline yang semakin mepet.

Ekspektasi yang belum terpenuhi di Brave New World ini membuat saya--dan mungkin sebagian besar fan--bergegas mengalihkan perhatian kepada dua film MCU tersisa tahun ini, yakni Thunderbolts* dan The Fantastic Four: First Steps.

Layaknya era MCU yang masih timbul tenggelam, mari berharap dua film itu membuat kejayaan saga superhero tersebut kembali muncul ke permukaan.

[Gambas:Youtube]

(end)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi