Parker Finn kembali dengan sekuel yang lebih baik dari pendahulunya, baik dalam cerita, visual, musik, dan gorenya.
Jakarta, CNN Indonesia --
Sutradara sekaligus penulis naskah Parker Finn berhasil membuktikan Smile 2 bisa lebih baik dan menyenangkan dari film pertamanya.
Sekuel dengan karakter sepenuhnya baru dan berbeda itu terbukti jelas sebagai sebuah hasil produksi yang lebih grande, meski memiliki latar waktu yang begitu dekat dengan film pertamanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Film psychological supernatural horror ini konsisten dari awal hingga akhir untuk lebih sadis, penuh darah, dan mendetail saat menampilkan gore dibandingkan Smile (2022).
Parker Finn yang kembali bekerja sama dengan sinematografer Charlie Sarroff ini sudah memberikan tanda Smile 2 akan menjadi sebuah tontonan yang penuh kengerian dan kegelisahan sejak menit-menit awal film tersebut.
Semua kesadisan itu pun tersalurkan dengan baik dengan bantuan scoring yang level up, tak lagi hanya mengandalkan perkusi, brass, atau strings, sehingga membuat jauh lebih tidak nyaman bagi penonton daripada film pertamanya.
Kesadisan bukan satu-satunya yang dijual dalam Smile 2. Film tersebut juga memiliki kisah lebih padat dengan backstory yang sangat lebih bisa berkaitan dengan kutukan entitas misterius, Smile.
Salah satu yang benar-benar saya apresiasi adalah memilih pop star terkenal sebagai target baru kutukan Smile. Latar belakang karakter tersebut jelas membuat cerita lebih kompleks dan juga berwarna.
Naomi Scott patut dipuji atas penampilannya dalam Smile 2. Ia sukses membuat karakter Skye Riley hidup dengan tragis, tak hanya dihantui kutukan tapi juga korban dari orang-orang yang tak sadar dirinya sudah di ambang kehancuran.
Bintang Charlie's Angels ini menangkap baik kerapuhan dan isu artis di dunia nyata, seperti tekanan dan tuntutan stardom, penggemar yang mengganggu, hingga trauma pribadi yang belum selesai.
Semua ditampilkan dengan begitu natural, bahkan saat semuanya dikawinkan dengan kutukan untuk menjadi kesatuan yang padat dan menguatkan penceritaan.
Review Smile 2: Naomi Scott berhasil memerankan Skye Riley, pop star yang di ambang kegilaan akibat trauma dan kutukan. (Paramount Pictures via IMDb)
Halusinasi yang dialami Skye terasa jadi lebih 'masuk akal' dan dipahami karena ada unsur trauma, rasa bersalah, kekhawatiran dari dalam diri sendiri, serta tekanan dari orang sekitarnya.
Selain itu, memilih pop star sebagai latar karakter ini juga seperti menjadi wahana baru bagi Parker Finn untuk bermain-main dengan soundtrack serta koreografi sekuel Smile.
Seluruh lagu yang dinyanyikan karakter Skye Riley menggambarkan kerapuhan hingga halusinasi yang membuatnya kehilangan diri sendiri.
Finn juga menggunakan tarian sebagai upaya membuat penonton tak nyaman secara visual. Tim di belakang layar sangat sukses membuat koreografi yang begitu creepy hingga membuat adegan itu bisa dibilang menjadi highlight Smile 2.
Dibandingkan yang pertama, sang penulis naskah kali ini seperti tak memberikan batasan alias mengaburkan semua situasi yang benar-benar dilalui Skye atau halusinasinya sebagai target Smile.
Sehingga, sangat wajar rasanya muncul pertanyaan dalam pikiran mengenai apa yang sesungguhnya terjadi setelah keluar dari studio.
Satu-satunya catatan dalam film ini adalah Parker Finn terlalu asyik bermain membangun kebingungan psikologi Skye Riley, sehingga "pertempuran" sang artis dengan entitas Smile di third act terasa begitu cepat hingga akhir yang terburu-buru meski film itu berdurasi 127 menit.
Pada akhirnya, Smile 2 memang masih menggunakan formula yang sama dalam menghadirkan teror seperti pendahulunya dua tahun lalu.
Review Smile 2: Meski memiliki formula horor yang sama, Parker Finn selaku penulis menambah keseraman lewat lebih banyak adegan sadis mendetail dan plot yang lebih kompleks. (Paramount Pictures via YouTube)
Namun, Parker Finn jelas menambah ketegangan lewat adegan yang lebih sadis dan berdarah, sudut pandang lebih membingungkan, dan aspek musikal dalam alur ceritanya.
Plot yang dibungkus dengan penampilan apik para bintang, terutama Naomi Scott, pada akhirnya membuat Smile 2 sukses mengeksplorasi bahwa trauma dan kutukan bisa saling terkait dan mendorong korban ke ambang kegilaan.
Pemilihan global pop star sebagai latar karakter sekuel sepertinya tak hanya menjadi ruang bermain baru bagi Parker Finn. Pekerjaan itu tampak sengaja dipilih supaya jadi pintu mengembangkan Smile sebagai waralaba bak film horor lainnya.
(chri)