Endro Priherdityo
You Will Die in 6 Hours menjadi debut Jaehyun yang sebaiknya dinikmati tanpa banyak berekspektasi.
Jakarta, CNN Indonesia --
You Will Die in 6 Hours yang menjadi debut sekaligus 'perpisahan' dari Jaehyun NCT sebelum wajib militer memang punya premis yang sederhana, tapi penataan plot film ini membuatnya bagai menonton drama misteri 16 episode.
Film yang digarap Lee Yun-seok berdasarkan novel karya Kazuaki Yakano ini sebenarnya sukses menyembunyikan klimaks dengan sangat baik hingga akhir. Namun proses mencapai itu begitu bertele-tele.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal itu membuat saya dilema saat menyaksikan kisah pria yang bisa meramalkan kematian ini. Satu sisi film ini sangat menantang untuk tahu ke mana Lee Yun-seok membawa penontonnya, tapi di sisi lain, ada banyak kekosongan dalam perjalanannya.
Selain itu, Jaehyun tampak harus terus belajar sebagai aktor apalagi menempati posisi pemeran utama. Perannya sebagai Jun-woo yang misterius memang cukup meyakinkan, tapi untuk mewujudkan karakter itu secara utuh, Jaehyun masih butuh lebih kerja keras.
Apalagi, untuk karakter Jun-woo terasa benar-benar hidup, ia sangat bergantung pada karakter Jung-yoo yang dimainkan oleh Park Ju-hyun.
Padahal, performa Park Ju-hyun dalam film ini bisa dibilang tak seapik seperti pada serial drama Mouse ataupun Extracurricular, yang menurut saya masih masuk dalam jajaran tontonan misteri terbaik.
Review Film: You Will Die in 6 Hours menjadi debut Jaehyun NCT yang sebaiknya dinikmati tanpa banyak berekspektasi. (via SM Entertainment)
Sementara itu, peran detektif Ki-hoo berhasil dimainkan dengan cukup baik oleh Kwak Si-yang. Perannya bisa mengecoh saya dan akhirnya melampaui ekspektasi tentangnya.
Namun yang patut diapresiasi adalah adegan aksi yang dilakukan Jun-woo dan Kwak Si-yang yang menurut saya sangat nyata. Jika diberi kesempatan lagi, Jaehyun sangat disarankan untuk mencoba lebih banyak adegan aksi dibanding jadi lelaki ganteng misterius.
Di sisi lain, pemilihan tone warna oleh Lee Yun-seok membuat You Will Die in 6 Hours terasa berbeda dibanding film-film misteri lainnya.
Biasanya, film misteri menggunakan tone yang gelap, sementara film ini pakai tone cerah seperti film drama romansa. Hal itu membuat saya teringat akan Midsommar karya Ari Aster.
You Will Die in 6 Hours juga memiliki nilai sinematografi tersendiri. Ada banyak shoot bagus yang ditampilkan dan menghasilkan tangkapan kamera kedua tokoh indah dan tak berlebihan.
Hanya saja, keindahan visual itu kadang terganggu dengan dialog dalam hati Jun-woo dan Jung-yoo yang serasa dipaksakan. Rasanya akan jauh lebih baik bila percakapan itu hanyalah monolog.
Hal terakhir yang saya rasa kurang dari film ini adalah keberanian menampilkan sisi thriller dari kejahatan-kejahatan yang ada. Belum lagi adegan kejahatan yang terkesan separuh hati. Bahkan untuk adegan kematian yang sudah diramalkan, tidak dilakukan secara all out.
Kekosongan lain yang terasa adalah pada kisah latar belakang dari para korban, yang memaksa saya dan penonton cuma bisa menyimpulkan sendiri dari penuturan masing-masing karakter.
Apalagi keputusan Lee Yun-seok yang membuat film misteri ini malah menjadi bergenre fantasi dan romansa beda-dunia yang sebenarnya aneh dan menggelikan.
Walaupun punya premis yang menarik, secara keseluruhan eksekusi You Will Die in 6 Hours kurang maksimal. Padahal, film ini punya potensi untuk menjadi sebuah karya yang dikembangkan tidak cuma dalam satu film.
Dengan semua keterbatasannya, You Will Die in 6 Hours masih nyaman untuk ditonton dan dapat menjadi pertimbangan tontonan akhir pekan yang santai sembari menikmati debut Jaehyun NCT tersebut.
(end/end)