Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengklaim postur APBN sudah membaik, meski defisit Rp104,2 triliun per Maret 2025 atau 0,43 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Postur dari APBN kita sampai dengan akhir Maret (2025) itu sekarang sudah dalam situasi membaik," ungkapnya dalam Sarasehan Ekonomi di Menara Mandiri Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (8/4).
Berdasarkan bahan paparan sang Bendahara Negara, defisit terjadi karena belanja negara menyentuh Rp620,3 triliun. Realisasi ini sudah mencapai 17,1 persen dari porsi APBN 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rincian belanja tersebut, yakni dipakai Rp413,2 triliun untuk belanja pemerintah pusat alias 15,3 persen. Sedangkan sisanya sebanyak Rp207,1 triliun disalurkan dalam bentuk transfer ke daerah (TKD).
Namun, pendapatan negara yang diterima dalam tiga bulan pertama 2025 baru Rp516,1 triliun atau setara 17,2 persen dari target. Ini dikantongi dari penerimaan perpajakan senilai Rp400,1 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) Rp115,9 triliun.
"Kemarin headline seolah-olah mengatakan, 'Oh penerimaan pajak mengalami kontraksi dan lain-lain'. Kenapa kemarin kami menunda melakukan press conference? Karena memang datanya masih sangat likuid, masih dinamis. Karena adanya coretax, penerapan tarif efektif rata-rata (TER), dan juga adanya beberapa perusahaan wajib pajak besar yang melakukan restitusi itu one-off," bebernya.
"Sehingga tidak ingin menciptakan kepanikan market, kami melakukan presentasi. Kalau kita lihat pada Maret (2025), penerimaan pajak bruto kita sudah turn around. Tadinya growth minus 13 di Januari, Februari minus 4, ini sekarang sudah positif 9,1 (persen year on year). Turning around itu kelihatan sudah mulai baik," sambung Sri Mulyani.
Wanita yang akrab disapa Ani itu menegaskan penerimaan pajak masih on track. Ia juga mengkritik pihak-pihak yang membuat headline seakan APBN dikelola dengan tidak sustainable, prudent, bahkan berantakan.
Realisasi penerimaan pajak per 31 Maret 2025 adalah Rp322,6 triliun. Jumlah yang dikumpulkan ini mencapai 14,7 persen dari target APBN sebesar Rp2.189,3 triliun.
Sang Bendahara Negara mengakui bahwa Presiden Prabowo Subianto memang punya banyak program. Namun, ia menekankan itu semua sudah didesain dalam penggunaan APBN yang tetap prudent dan sustainable.
"Jadi, ini yang menjadi anchor bagi kita untuk menyampaikan bahwa jangan kita semua menambah keresahan yang tidak perlu untuk hal-hal yang sebenarnya fundamentally masih baik. Saya juga minta para pengamat, Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI), dan lain-lain juga untuk membantu," pesan Ani.
Di lain sisi, Kementerian Keuangan sudah melakukan pembiayaan anggaran sebesar Rp250 triliun atau 40,6 persen dari batas yang diperbolehkan. Ini diperoleh dari pembiayaan utang senilai Rp270,4 triliun dan non-utang Rp20,4 triliun.
Sedangkan keseimbangan primer tercatat surplus Rp17,5 triliun.
"Pembiayaan APBN karena banyak yang mengatakan apakah APBN akan defisit dan defisitnya nanti akan berapa? APBN didesain dengan defisit 2,53 persen sesuai UU APBN ... Sampai dengan sekarang, defisit dan pembiayaan kita bisa issued Rp250 triliun, untuk surat berharga negara (SBN) kita Rp282 triliun," jelas Sri Mulyani.
"Memang terjadi kenaikan karena kita melakukan front loading, mengantisipasi bahwa Pak (Donald) Trump akan membuat banyak disruption. Jadi, kalau kita melakukan front loading bukan karena kita gak punya duit, karena kita memang strategi dari issuance kita mengantisipasi ketidakpastian yang pasti akan membuat kenaikan," tambahnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani berjanji pemerintahan Prabowo bakal menjaga penarikan utang secara prudent, transparan, dan hati-hati.
"Jadi, jangan khawatir, tidak jebol APBN-nya! Banyak yang mengatakan apakah APBN-nya jebol? Tidak! Program-program Bapak Presiden ada di dalam ruang APBN yang ada," tandas Ani.
(skt/rds)