Jakarta, CNN Indonesia --
Di akhir tahun 2023, sebenarnya saya sudah mulai terpikir untuk pensiun. Karena pertama, saya merasa sudah berat. Kadang-kadang pinggang sudah sakit. Sekarang tambah lagi rasa sakit di lutut.
Ada perasaan seperti ini, apa ini sudah cukup? Takutnya nanti kalau dipaksa terus, nanti selesai main malah tambah susah jalan kan? Dari situ sudah mulai kepikiran untuk pensiun.
Tetapi tetap ngobrol dulu sama Koh Hendra.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini gimana? Kalau tahun 2024 tetap main bagaimana?"
Soalnya kan kontrak masih ada setahun lagi nih, apa mau kita habiskan. Waktu itu sempat ngobrol panjang. Dari saya pun sempat bimbang juga, mau terus atau mau stop.
Kenapa bimbang? Satu, karena saya berpikir mungkin tinggal setahun lagi. Saya main suatu saat pun pasti berhenti.
Saya ingin saat berhenti itu tidak ada yang disesali lagi. Jadi sudah cukup, sudah puas. Benar-benar waktunya untuk berhenti.
Di akhir 2023, sebenarnya soal peluang menuju Olimpiade sudah berat. Kan sudah kelihatan dari akhir tahun, siapa yang bakal lolos. Sebenarnya sudah kelihatan.
Saat race to Olympics dimulai, kami memang sudah agak turun. Salah satunya karena kondisi badan. Sekarang recovery sudah berat. Masa mau main menahan sakit terus? Rasanya mungkin itu kan pertanda juga kan? Pertanda berarti ini sudah cukup.
Ahsan/Hendra terus berjuang untuk tampil kompetitif di musim BWF Tour 2014. (Arsip PBSI)
Makanya pelatih sudah mengerti sepanjang tahun ini kalau saya merasa sudah capek, ya cukup. Kalau merasa sudah sakit, ya cukup, Tidak bisa dipaksakan lagi.
Jadi tanda-tandanya semakin jelas tetapi memang kami mau tetap coba untuk lanjut ke 2024. Supaya nanti ketika benar-benar berhenti tuh ya sudah memang sudah waktunya. Mungkin setahun ini seperti persiapan obat rindu. Supaya ketika berhenti tuh memang sudah benar-benar cukup.
Soalnya, banyak pemain yang bilang sudah pensiun tetapi masih ingin main. Saya gak mau kayak gitu. Pensiun sekadar emosi tetapi nyatanya masih ingin main.
Saya gak mau ketika saya sudah memutuskan pensiun, terus saya merasa masih kuat main. Saya gak mau kayak gitu. Makanya saya untuk memutuskan hal itu butuh waktu agak cukup panjang.
Dengan memutuskan berhenti di titik ini, Alhamdulillah saya puas. Karena saya juga gak menyangka kan dari kecil dulu bisa mencapai semua yang saya cita-citakan. Tiga gelar juara dunia dan emas Asian Games. Dan ini juga kan karena rahmat dari Allah, saya bisa kayak gini. Juga gelar-gelar lainnya, ya saya sudah dikasih banyak bonus.
Saya kira dulu saya sudah mau berhenti setelah Olimpiade 2016. Saya pikir juga kan waktu itu sudah benar-benar drop. Dulu kan pemain umur 30 tahun itu sudah kelihatan tua. Karena sekarang saja ada saya sama Koh Hendra jadi pemain umur 30 kelihatan masih muda.
Saat awal-awal pisah sama Koh Hendra, sampai ngedrop banget. Karena kan kayak mulai dari awal lagi.
Dari segi permainan, saya merasa perasaan misal kalau lawan seseorang, dulu bisa mudah. Nah di tahun 2016 kayak susah pas ketemu orang itu.
Tapi akhirnya saya punya komitmen untuk bangkit. Ada jalan untuk bangkit lagi. Saya pikir paling 2018 karier saya sudah selesai, gak bisa bangkit lagi. Ternyata bisa bangkit lagi.
Saat mulai pasangan sama Rian Agung, saya mulai komitmen lagi. Saya punya komitmen mau bangkit. Saya gak mau lihat kanan-kiri lagi. Saya berusaha perbaiki diri sendiri. Selama pasangan sama Rian, saya berusaha mulai dari nol lagi. Alhamdulillah bisa tembus final Kejuaraan Dunia.
Duet Mohammad Ahsan/Rian Agung bisa menembus final Kejuaraan Dunia 2017. (AFP/ANDY BUCHANAN)
Ketika akhirnya balik lagi sama Koh Hendra, saya merasa kami masih punya chemistry. Waktu itu kan Koh Hendra kebetulan sudah mau selesai pasangan dengan Tan Boon Heong. Kami ngobrol lagi.
Akhirnya kami berpasangan lagi. Koh Herry waktu itu bilang masih butuh kami untuk back up pemain-pemain muda di Thomas Cup 2018. Mungkin karena kami berpengalaman.
Sejujurnya saat kembali berpasangan, saya tidak punya banyak ekspektasi. Karena ya kami mulai dari nol lagi. Mungkin juga karena saya gak punya pengalaman untuk mulai dari nol lagi.
Kalau Koh Hendra kan sudah punya pengalaman. Sudah di atas, turun, bangkit, turun, bangkit lagi. Kayak gitu Koh Hendra memang jagonya. Koh Hendra juga punya keyakinan kalau kami bisa. Tetapi saya yang gak mau terlalu muluk-muluk karena belum pernah mengalami hal seperti itu. Akhirnya ya berjalan saja sampai akhirnya di tahun 2018 kami dapat gelar-gelar yang prestisius.
Sebelumnya, saat gagal masuk skuad Asian Games 2018 padahal status kami juara bertahan saya sempat tanya. Lalu dijawab bahwa Asian Games 2018 itu fokusnya untuk yang muda-muda.
Oh ya sudah. Kadang-kadang memang ketika pemain dari level top lalu turun itu kadang-kadang egonya masih ada. Nah saya berusaha gak mau kayak gitu. Saya memang merasa saat itu benar-benar sedang turun. Jadi saya fokus buat diri sendiri, bagaimana caranya buat bangkit.
Di tahun 2019, kami berhasil juara All England, Kejuaraan Dunia, dan BWF World Championship. Ya itu memang di luar dugaan. Buat saya kayak mukjizat. Berasa sudah mulai mau habis, ternyata bisa bangkit. Dan bangkitnya benar-benar dikasih juara yang kayak gitu, bukan juara yang biasa, tetapi juara kejuaraan yang bergengsi semua.
Kami merasa awalnya gara-gara kami bisa menang All England. Setelah juara All England kami punya keyakinan lagi bahwa kami bisa mendapat gelar-gelar yang lain.
Kami jadi bisa mengimbangi lagi pemain-pemain top lainnya. Dari situ kami bertambah yakin, tentunya juga disertai kerja keras. Karena di umur segitu, stamina sudah gak kayak dulu. Recovery juga gak kayak dulu.
Mohammad Ahsan (kiri) bersama pasangan di luar arena badminton, sang istri Christine Novitania. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Sebenarnya di All England, kami kaget juga bisa masuk final. Karena dari lawannya berat-berat dan muda semua. Sebenarnya kami nothing to lose meski tentu ingin juara juga.
Ketika Koh Hendra cedera jelang final, strateginya Koh Hendra jangan terlalu banyak bergerak. Tetapi ya akhirnya banyak bergerak juga hahaha. Namanya strategi kan, belum tentu bisa jalan di lapangan. Yang penting saling mengisi saja, saling melengkapi.
Saat berhasil di 2019, status kami pemain non-pelatnas. Buat saya, di dalam maupun di luar, sama-sama punya tanggung jawab. Kami waktu itu minta izin mau keluar. Karena kalau di dalam Pelatnas, kami tidak bisa ambil jadwal ekshibisi dan jadwal main di liga luar.
Kami menghadapi Ci Susy untuk memberi penjelasan. Selain itu juga kami ingin kasih kesempatan. Karena kan kalau dulu jatah berangkat itu maksimal empat pasang untuk turnamen besar di luar negeri. Karena itu kalau kami keluar Pelatnas, berarti kan ada pemain yang bisa dikirim lagi.
Itu juga yang jadi pertimbangan kami. Kami sudah berpikir ke sana. Latihan di luar dan kemudian bisa ambil undangan ekshibisi dan liga. Namun ternyata kata Ci Susy suruh tetap latihan di Pelatnas walaupun statusnya non pelatnas. Mungkin buat bantu adik-adik yang ada di sana.
Susy Susanti yang saat itu jadi Kabid Binpres PP PBSI memberikan izin pada Ahsan/Hendra untuk berlatih di Pelatnas Cipayung meskipun berstatus pemain non pelatnas. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar Idaman)
Jadi keputusan itu dinilai sama-sama baik. Kami bisa dapat sparring dan terjaga pola latihannya, dan adik-adik yang di Pelatnas Cipayung juga bisa dapat sparring. Kalau benar-benar keluar, mungkin juga gak akan bisa balik lagi prestasinya dan meraih gelar seperti di 2019.
Soal Olimpiade diundur, ya apa namanya ya... lagi pandemi kan, jadi saya bilang sih takdir ya. Kalau saya lebih mikir begitu. Kalau takdirnya memang tidak dapat medali Olimpiade, mau digelar di 2020 ya tetap gak akan dapat. Saya lebih berpikir seperti itu.
Saat bersiap, sebenarnya kami sudah enak mainnya. Tetapi sebelum berangkat, Koh Hendra kan sempat kena covid. Sudah hampir gak berangkat juga waktu itu. Sebelum keberangkatan, Koh Hendra masih positif covid. Akhirnya pas hari terakhir baru negatif.
Sebenarnya di perjalanan juga, saat semifinal kami sudah menurun dan kalah.
Saya gak menyesal. Karena saya sudah persiapan, belajar dari pengalaman Olimpiade 2016. Semua sudah saya lakukan. Memang tidak dapat, berarti ya takdir.
Sedangkan untuk tahun 2016, saya melihat posisi kami memang sedang menurun jelang Olimpiade. Jadi grafik menuju Olimpiade itu menurun. Dari segi permainan sulit untuk mengeluarkan kemampuan.
Ahsan/Hendra terhenti di babak semifinal dan kalah di perebutan perunggu Olimpiade 2020. (AFP/PEDRO PARDO)
Dari 2016 itu, saya belajar banyak dan berusaha untuk berlatih dan berusaha. Semua sudah saya lakukan, sudah berusaha, dan sudah banyak doa juga di Olimpiade 2020.
Saya bersyukur, saya sudah mengusahakan semuanya, sudah berdoa, memang sudah takdir. Memang bukan rezeki. Justru saya menyesal bila saya tidak berusaha.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>