Suryadi mungkin tak pernah menduga kampung kelahirannya di Desa Fatufia, Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah kini berubah demikian sibuk.
Desa Fatufia, seperti sebagian desa lainnya di Bahodopi terletak tak berjauhan dari pesisir pantai dan sebagian masih tertutup hutan. Jarak Bahodopi sendiri adalah ratusan kilometer dari Palu, Ibu Kota Sulawesi Tengah.
Laki-laki berusia 41 tahun itu pun mulai mengingat masa kecilnya.
Dia mengenang banyak tetangganya saat itu yang menjadi petani dan nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kala itu, kampung halaman Suryadi belum ada jaringan listrik, apalagi telepon. Kendaraan yang melintas bisa dihitung jari dalam sehari.
Akibatnya, sebagian pemuda-pemudi dari kampungnya merantau ke kota tetangga seperti Palu hingga Makassar, Sulawesi Selatan.
“Waktu itu, jalan belum semulus sekarang, akses transportasi pun masih, satu, dua. Itu pun ada jadwalnya, kadang pagi, kadang sore,” kenang Suryadi ketika ditemui pada awal November.
Ekonomi kampung Suryadi mulai berdenyut saat ada aktivitas tambang belasan tahun lalu. Ternyata, di bawah tanah Morowali menyimpan salah satu ‘harta karun’ terbesar di Indonesia yakni nikel.
Data resmi menunjukkan, Indonesia adalah negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Berdasarkan data USGS, cadangan logam nikel di Indonesia mencapai 55 juta metrik ton (MT) pada 2023 atau sekitar 42 persen dari total cadangan global yang lebih dari 130 juta MT.
Pada tahun yang sama, Indonesia memproduksi nikel 1,8 juta ton atau sekitar 50 persen dari produksi global.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, sumber daya nikel Indonesia mencapai 18,55 miliar ton pada 2023. Sekitar 90 persen bijih nikel Indonesia tersebar di Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, dan Maluku Utara.
Tak heran, perusahaan tambang pun bermunculan di kampung Suryadi.
Salah satunya, PT BintangDelapan Mineral (BDM), anak usaha BintangDelapan Group. Perusahaan mengantongi izin usaha pertambangan sejak 2010 dengan konsesi seluas 47 ribu hektare (ha) di Kabupaten Morowali.
Suryadi mulai bergabung dengan BDM sejak perusahaan itu beroperasi.

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara mengatur pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi wajib mengolah dan memurnikan hasil tambang mereka di dalam negeri. Ini selambat-lambatnya 5 tahun setelah beleid tersebut diundangkan atau paling telat 12 Januari 2014.
BintangDelapan Group pun mengambil langkah terobosan.
Perusahaan itu mendirikan perseroan pengelola kawasan industri pengolahan berbasis nikel, PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) pada 2013.
“Waktu itu, memang ada kebijakan pemerintah terkait penghentian barang mentah, sehingga waktu itu BDM mau tidak mau harus bersiap-siap untuk pembangunan pabrik,” tutur Suryadi.
IMIP merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara PT Bintang Delapan Investama (porsi saham 25,31 persen) dengan raksasa nikel dan baja nirkarat Tiongkok, Tsingshan Group. Saham perusahaan itu dimiliki Shanghai Decent Investment (Group) Co., Ltd (SDI) (49,69 persen), dan PT Sulawesi Mining Investment (SMI) (25 persen).
SMI sendiri merupakan perusahaan smelter nikel hasil patungan antara PT Bintang Delapan Investama dengan SDI yang berdiri sejak 2009.
“BintangDelapan mengajak Tsingshan Group, bagaimana kalau membangun kawasan pabrik, kebetulan di Bahodopi, dan mereka (Tsingshan) setuju,” kata Deputi Direktur Operasional IMIP Yulius Susanto pada November lalu.

Penandatangan nota kesepahaman (MoU) terkait pendirian IMIP disaksikan langsung oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Presiden Republik Rakyat Tiongkok Xi Jinping pada 3 Oktober 2013.
Selang setahun, 5 Desember 2014, peletakan batu pertama dilakukan oleh Menteri Perindustrian Saleh Husin. Total lahan yang bisa dikelola perusahaan saat itu baru 1.200 ha.
Proyek pertama adalah pembangunan smelter PT SMI di atas lahan seluas 230 ha dengan kapasitas produksi 300 ribu metrik ton NPI per tahun. Bersamaan dengan itu, SMI juga membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berkapasitas 2x65 megawatt (MW). Smelter perdana ini resmi beroperasi pada 2015.
Selanjutnya, smelter kedua dibangun oleh anak usaha Tsingshan Group, PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Steel Industry (GCNS) dengan kapasitas 600 ribu MT NPl per tahun. Paralel, perusahaan juga membangun PLTU berkapasitas 2x150 MW. Pada 2016, perusahaan pun berproduksi.
Tak hanya itu, PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel (ITSS) turut membangun smelter ketiga dengan kapasitas 600 ribu MT NPI. Perusahaan itu juga mendirikan pabrik stainless steel berkapasitas 1 juta ton per tahun dan PLTU berkapasitas 2x150 MW.

Setelah ekspor bijih nikel sepenuhnya dilarang, IMIP berkembang pesat menjadi kawasan industri nikel terintegrasi terbesar di Indonesia. Jumlah perusahaan yang berinvestasi di Kawasan Industri IMIP pun meningkat dari tahun ke tahun.
Per November 2024, terdapat 65 tenant di kawasan industri tersebut. Sebanyak 32 tenant sudah pada tahap beroperasi dan produksi. Sisanya, masih pada tahap konstruksi maupun penyelesaian administrasi.
Seiring bertambahnya jumlah tenant, investasi yang masuk ke kawasan terus meningkat. Pada 2015, total investasi yang masuk sebesar US$3,3 miliar. Pada 2024, nilai investasinya melesat menjadi US$31,68 miliar.
Dan, nikel hari ini tak hanya dikenal sebagai bahan pembuat stainless steel, tapi juga bahan baku baterai kendaraan listrik.
Baterai kendaraan listrik kian populer karena program Presiden RI ke-7, Joko Widodo yang menggaungkan cara menekan emisi karbon dengan kendaraan listrik.
Jokowi, demikian dia dikenal, kala itu menekankan pentingnya menciptakan industri bernilai tambah dan melepas ketergantungan Indonesia yang hanya mengekspor bahan mentah atau jual ‘Tanah Air’.
Saat ini, terdapat tiga klaster di Kawasan Industri IMIP yang membentang di lahan seluas 4.000 ha. Pertama, klaster stainless steel yang mengolah bijih nikel menjadi NPI hingga stainless steel.
Klaster kedua adalah baja karbon (carbon steel). Klaster ini memproduksi carbon steel dengan kapasitas produksi 7 juta MT per tahun dengan total investasi mencapai US$1,1 miliar.
Klaster ketiga adalah Electric Vehicle (EV) Battery yang memproduksi komponen yang diperlukan untuk memproduksi baterai listrik.
“Kami memiliki visi untuk mewujudkan satu kawasan industri yang bisa menjadi pembelajaran terkait program hilirisasi. Kami juga berkomitmen untuk membuka lapangan kerja yang banyak dan juga menciptakan SDM yang terampil dalam hal hilirisasi ini,” ujar Yulius.
Bagaimana para pengguna kawasan alias para investor melihat IMIP hari ini?
Kawasan terintegrasi IMIP menjadi pilihan investor salah satunya karena akses gampang terhadap sumber nikel.
Perusahaan juga membangun berbagai infrastruktur dan fasilitas yang diperlukan tenant mulai dari jalan, pelabuhan laut, penyediaan air bersih, pembangkit listrik, akomodasi pekerja, layanan catering, bandara, hingga poliklinik.
“Di sini fasilitas sudah tersedia, seperti pembangkit listrik, pelabuhan/jetty, dan juga jalan dibuatkan untuk fasilitas tambang. Ini bisa mengurangi kapasitas investasi yang harus dikeluarkan dan menurunkan biaya produksi,” ujar Stainless Steel Department Manager GCNS, Xiang Guang Long.
Dalam perjalanannya, IMIP sukses menciptakan ekosistem ‘one stop service’ di mana manajemen akan mendampingi investor mulai dari perizinan hingga pabriknya beroperasi.

Presiden Jokowi dalam sejumlah kesempatan menekankan hilirisasi justru membuat nilai komoditas lebih tinggi daripada sekadar mengekspor bahan mentah.
Sebagai gambaran, per 18 November 2024, rerata harga bijih nikel 1,6 persen berdasarkan Indeks Harga Nikel Indonesia (INPI) adalah US$48,2 per ton.
Apabila bijih nikel saprolit diolah menjadi NPI, yang merupakan bahan baku baja nirkarat, harganya naik menjadi US$121,3 per ton (2,5 X lipat). Sedangkan jika bijih nikel limonit diubah menjadi high grade nickel matte (HGNM), harganya melesat menjadi US$13.091 per ton (271,5 X lipat).
Tema soal hilirisasi pun menjadi narasi besar Jokowi saat dia menjabat–dan kian diulang dalam sejumlah pidato.
“Lompatannya kelihatan sekali dari yang US$1,4 miliar–US$2 miliar sebelum (ekspor bijih) nikel disetop, kemudian melompat menjadi US$34,8 miliar. Itu adalah sebuah lompatan yang besar sekali,” ujar Jokowi dalam satu pidato pada 8 Oktober 2024.
Lantas, bagaimana pula kehadiran IMIP membawa keuntungan untuk sekitar?
Buah manis tak sekadar dirasakan oleh pengelola dan investor, namun juga warga sekitar.
“Itu (PAD Morowali) 80 persen sumbernya dari Kawasan Industri Morowali,” ujar Camat Bahodopi Tahir.
Tahir tak mengada-ada. Pada 2018, nilai PAD Morowali tercatat Rp180 miliar. Namun dalam lima tahun, total PAD melonjak menjadi Rp604 miliar.
Hamid Mina, Managing Director IMIP, menjelaskan kontribusi pajak IMIP mengalami peningkatan setiap tahunnya. Mulai dari Rp306 miliar atau setara US$20 juta pada 2015 hingga pada akhir 2022 menjadi Rp10 triliun atau US$670 juta.

Warga lokal pun mendapatkan cuannya.
Pasalnya, perusahaan memberikan prioritas warga sekitar kawasan IMIP untuk direkrut sebagai pekerja, di antaranya 27 persen dari Kabupaten Morowali.
Data IMIP menyatakan per 30 November 2024, total pekerja payroll di kawasan tersebut mencapai 84.660 jiwa atau melesat hampir delapan kali lipat dibandingkan 2016 lalu yang baru 11.260 jiwa. Selain itu, masih ada tenaga outsourcing yang melibatkan sekitar 15 ribu hingga 16 ribu orang.
“Ada rekrutmen pekerja puluhan ribu setiap tahunnya dengan 90 persen asal Sulawesi, membantu ekonomi komunitas di desa-desa di Kecamatan Bahodopi,” kata Hamid dalam satu acara diskusi.
Dalam melakukan perekrutan karyawan, Foreman Mechanics PT Dexin Steel Indonesia (DSI) Mardiyanto merasakan manfaatnya.
Bergabung ke perusahaan sejak 2018, lelaki asli Morowali ini awalnya hanya bekerja sebagai kru biasa. Namun kini, ia sudah dipercaya menjadi pimpinan tim disertai dengan kenaikan penghasilan.
Dari gajinya itu, ia sisihkan sebagian untuk membangun kos-kosan di sekitar kawasan. Sekarang ia sudah memiliki kos-kosan 15 kamar dengan biaya sewa Rp1,1 juta per bulan.
“Pada 2021 saya selesai bangun kos-kosan. Kemudian, selesai bangun kos-kosan, saya bangun rumah,” ujar Mardiyanto.
Selain pekerja lokal, tenant di Kawasan IMIP juga mempekerjakan tenaga kerja asing (TKA). IMIP mencatat jumlah TKA mencapai 10% dari jumlah TKI yang ada di kawasan. Pekerja asing diperlukan untuk mengisi posisi tertentu dengan keahlian khusus yang belum bisa diisi oleh tenaga lokal.
Di sini, alih teknologi (transfer knowledge) dilakukan dengan memastikan TKA terkait mengajarkan keahliannya kepada pekerja lokal.
Supervisor Divisi Furnace-Departemen Feronikel GCNS, Azhari mengatakan bekerja dengan TKA memang ada kendala bahasa. Namun, seiring berjalannya waktu kesalahpahaman yang terjadi mulai berkurang.
Terlebih, perusahaan juga memfasilitasi beasiswa karyawan yang ingin belajar bahasa Mandarin. Azhari adalah salah satunya. Dia sempat belajar selama dua tahun di China.
“Setelah pulang, sudah terasa sekarang sudah agak mulai lebih gampang berkomunikasi ke orang Tiongkok,” kata Azhari.
Selain lapangan kerja yang berhubungan langsung dengan kawasan, peluang usaha juga terbuka lebar di Bahodopi. Ini dimulai dari bisnis kos-kosan, rumah makan, ritel, bengkel, hingga jasa cuci baju (laundry). Bahkan ada pula yang sukses jadi agen BRI di Kawasan tersebut.
Andi Azis Taba (36) adalah salah satu warga yang sukses menjadi agen BRILink alias perpanjangan tangan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk dalam memberikan layanan keuangan terbatas.
Bermodalkan Rp20 juta, Azis mulai menjadi agen laku pandai sejak 2017 setelah melihat kurangnya jumlah ATM di daerahnya. Padahal, puluhan ribu pekerja membutuhkan layanan keuangan seperti penarikan uang dan transfer ke keluarga.
Belum lagi, warung-warung yang mulai menjamur juga membutuhkan layanan untuk setoran tunai.
“Dulu kan susah kalau mau narik (uang). Apalagi, bank dulu hanya satu BRI. Belum ada BNI. Mandiri juga belum masuk,” kenang Azis saat ditemui di kiosnya.
Karena semakin berkembang, Azis kini sudah mempekerjakan 7 orang karyawan untuk membantu di 2 kiosnya.
Sama dengan Azis, Angel Grace (26) juga merasakan dampak positif dari berkembangkan kawasan industri. Berbeda dengan Azis, Grace memilih untuk membuka usaha rumah makan “Sambal Bakar Sepiring Hati”.
Sempat bekerja di salah satu tenant IMIP, Grace memilih mundur setelah membuka usaha kuliner sendiri sejak 2023. Menu andalannya ayam goreng dan makanan laut yang disajikan dengan beragam sambal.

Sekitar 80 persen pelanggannya adalah karyawan IMIP. Jika sedang ramai, omzetnya bisa menyentuh Rp100 juta per bulan.
“Kami ini jumlahnya sedikit jika dibandingkan pekerja-pekerja di dalam. Kami benar-benar merasakan manfaatnya (kawasan industri). Kalau bisa dibilang, apa saja yang kami jual pasti laku,” ujar Grace.
Hilirisasi yang mendorong munculnya industri kecil di sekitar kawasan membuat roda ekonomi di Sulawesi Tengah melaju kencang bahkan menyentuh dua digit.
Kendati demikian, Guru Besar Universitas Tadulako Patta Tope mengingatkan agar pengelola kawasan, tenant dan pemerintah terus memperhatikan dampak dari aktivitas pengolahan alias biaya eksternalitas (externality cost). Ini misalnya terkait dengan lingkungan seperti polusi, sampah, hingga kemacetan.
“Dengan memperhatikan externality cost, aktivitas akan lebih berkelanjutan,” ujar Patta.
Selain itu, Patta juga menyarankan pemerintah dan perusahaan harus mengantisipasi apa yang akan dilakukan jika cadangan nikel habis di kemudian hari.
Senada, Ekonom Center of Economic and Law Studies Nailul Huda juga mewanti-wanti hal yang sama. Tanpa ada upaya yang dilakukan untuk menekan dampak negatif dari aktivitas industri maka stigma ‘dirty nickel’ akan terus melekat.
“Smelter nikel itu ada teknologi yang bisa mengurangi polusi udara dan limbah cair,” ujarnya.

Pengelola sendiri juga mengantisipasi stigma negatif terkait nikel.
Oleh karena itu, IMIP mengambil sejumlah langkah mulai dari pengelolaan air limbah, pengendalian emisi, penghijauan, pengentasan isu sampah hingga dukungan pengembangan pendidikan dan kesehatan masyarakat sekitar kawasan.
Pengelola juga secara bertahap melakukan transformasi penerapan energi baru terbarukan yang rendah karbon.
Ini di antaranya adalah transisi energi pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), pengembangan pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH), serta pengoperasian alat berat bertenaga listrik seperti dump truck & wheel loader.
Satu dekade telah berdiri, pengelola Kawasan IMIP ternyata tak berpuas diri.
Pasalnya, masih ada mimpi yang ingin dikejar. Salah satunya, mengembangkan mata rantai pengolahan nikel hingga bisa memproduksi baterai listrik. Hal ini sejalan dengan semangat hilirisasi yang didorong oleh pemerintahan Presiden ke-8, Prabowo Subianto.
“Kami sama-sama ingin maju,” kata Deputi Direktur Operasional IMIP Yulius Susanto. “Terutama untuk menuju Indonesia Emas 2045.”
Dan bisa jadi, pernyataan Yulius bikin Suryadi tak hanya mengenang Desa Fatufia sebagai tempat dia lahir dan dibesarkan, yang tak punya jaringan telepon serta listrik, dan sepi ditinggal merantau oleh anak mudanya.
Dia mungkin mengingatnya sebagai tempat lahirnya mimpi baru hilirisasi yang kian tumbuh besar.
Desa Fatufia yang kini terang, sibuk, dan bernyawa. Menjadi jantung ekonomi dan tumpuan hidup para warganya.
