Surabaya, CNN Indonesia --
Seorang mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) berinisial NZ, diduga mengalami kekerasan dari aparat saat mengikuti aksi 'Indonesia Gelap' di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya, Senin (17/2).
NZ, yang merupakan mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Unesa ini adalah salah negosiator dalam aksi. Ia mengatakan, insiden kekerasan itu terjadi saat aparat mulai menembakkan water canon ke arah massa aksi.
"Waktu chaos sampai water cannon disemprot, saya masih lobbying dengan polisi, terutama provos, karena dari korlap aksi massa dari pada nanti aksi nggak selesai akhirnya lobby pihak polisi agar tidak chaos," kata NZ usai dibebaskan, Selasa (18/2).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, situasi berubah menjadi ricuh tak lama setelah water cannon ditembakkan. Tiba-tiba ada aparat yang memukulnya, menginjaknya dan menggeretnya.
"Samping saya ada aksi massa lain tiba-tiba juga chaos. Yang terdekat dengan barisan polisi itu saya, tiba-tiba saya diseret dan jatuh di barisan barikade polisi. Setelah itu saya dalam posisi jatuh dihantam, diinjak bagian perut, kaki sampai kepala," lanjut NZ.
NZ mengaku diseret ke arah dalam Gedung DPRD Jatim, di sepanjang jalan itu, dia terus dipukuli. Ia pun sempat lemas hingga tidak sadarkan diri setelah mengalami kekerasan.
"Lalu diamankan digeret ke dalam. Waktu jalan juga masih kena hantam dan sebagainya. Sampailah di depan teras lobby DPRD memang ada aparat polisi masih memukuli saya. Sampai situ [lobby] saya tepar, tidak sadar diri, tergeletak lemas. Lalu dibangunkan satpam," tuturnya.
Setelah kejadian tersebut, NZ diamankan dan diberikan pertolongan pertama. Dia diberi minum dan kemudian diinterogasi oleh polisi soal data pribadinya seperti nama dan alamat. Meski tidak mengalami intimidasi verbal, dia menyayangkan tindakan kekerasan yang dialaminya.
Saat itu, NZ tak melihat ada orang lain yang ditangkap selain dirinya. Ia menyatakan bahwa dirinya adalah satu-satunya mahasiswa yang dibawa ke dalam lobby DPRD saat itu.
"Ini tindakan represif oleh kepolisian. Saya tidak melakukan kesalahan tapi dipukuli sampai luka-luka.
NZ juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat bertanya kepada aparat mengapa dirinya ditangkap dan dipukul. Padahal dirinya adalah seorang negosiator yang meminta pimpinan DPRD Jatim menemui massa, dan aksi bisa berakhir kondusif.
"Iya saya tanya kenapa dipukul dan sebagainya? Padahal saya negosiator. Tadi karena memang kondisi tidak kondusif, maka dari itu negosiator turun, tujuannya berkomunikasi dengan polisi agar tidak ada tindakan sifatnya memancing pada aksi massa. Kami ingin kondisi kondusif, tapi ada pancingan dari polisi, akhirnya chaos," katanya.
Kini, kata NZ ia bersama BEM se-Jatim, sedang mempertimbangkan bakal membawa dugaan kekerasan aparat ini ke jalur hukum.
"Saya akan menempuh jalur hukum. Ini sedang dikonsolidasikan dengan seluruh BEM dari Jatim untuk mengawal tindakan represif dari polisi," katanya.
Sementara itu, polisi membantah telah menangkap lima orang mahasiswa massa aksi 'Indonesia Gelap' saat demonstrasi di depan DPRD Jatim Surabaya, Senin (17/2).
Kabag Ops Polrestabes Surabaya AKBP Wibowo membantah pihaknya sudah menangkap lima orang mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa.
"Tadi tidak ada yang diamankan, semuanya adek-adek mahasiswa boleh dikonfirmasi. Apa yang disampaikan, isu-isu ada yang diamankan. Saya pastikan tidak ada diamankan," kata Wibowo.
Ia menuturkan aksi 'Indonesia Gelap' yang berlangsung di Surabaya berjalan relatif kondusif. Dan hanya diwarnai sedikit insiden saling dorong. Wibowo juga mengaku pihaknya tidak menangkap seorang perusuh atau provokator dalam aksi ini.
"Sampai saat ini saya belum menerima laporan itu, tapi tadi ada sedikit dorong-dorongan karena mahasiswa sedikit maju ke depan. Kemudian kita menjaga agar situasi kondusif supaya tidak masuk ke batas yang kita sepakati, hanya dorong-dorongan seperti itu," katanya.
Sementara itu korlap aksi 'Indonesia Gelap' yang juga Presiden BEM Universitas Airlangga (Unair) Aulia Thaariq Akbar atau Atta mengatakan, setidaknya ada lima mahasiswa yang ditangkap pihak kepolisian.
"Ada sekitar lima, dan kami melihat sendiri, bahwa teman kami lima orang itu dibawa oleh anggota ke dalam [Gedung DPRD]," kata Atta.
Selain itu, kata Atta, ada juga sekitar lima orang mahasiswa lainnya mengalami kekerasan oleh aparat.
(frd/dal)