CNN Indonesia
Jumat, 11 Apr 2025 18:49 WIB

Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) terkait kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit hari ini, Jumat (11/4). Dua eks Direktur LPEI yang dipanggil guna diperiksa itu adalah Bachrul Chairi dan Susiwijono Moegiarso.
Sebelumnya pada Kamis (10/4), KPK sudah meminta keterangan dua orang mantan Direktur LPEI yaitu Hadiyanto dan Robert Pakpahan. Belum ada informasi terbaru mengenai pemeriksaan tersebut. Sementara Hadiyanto dan Robert bungkam setelah diperiksa hingga sore hari.
"Hari ini KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, atas nama BC dan SM," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto melalui keterangan tertulis, Jumat (11/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam prosesnya, penyidik KPK telah menyita 24 aset atas nama perusahaan yang terafiliasi dengan tersangka yakni sebanyak 22 aset di Jabodetabek serta 2 aset di Surabaya.
Sebelumnya KPK sudah menetapkan lima orang sebagai tersangka terkait dengan pemberian fasilitas kredit oleh LPEI ke PT Petro Energy (PE).
Mereka ialah Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan. Kemudian Direktur Utama PT PE Newin Nugroho; Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal atau Komisaris Utama PT PE Jimmy Masrin; dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi Sugiarta.
Tersangka dari LPEI belum ditahan, sedangkan dari PT PE sudah dikurung sementara oleh KPK.
Terhadap pemberian kredit oleh LPEI kepada PT PE, KPK menyebut negara mengalami kerugian sejumlah US$18.070.000 (Outstanding pokok KMKE 1 PT PE) dan Rp549.144.535.027 (Outstanding pokok KMKE 2 PT PE).
KPK menduga telah terjadi benturan kepentingan atau Conflict of Interest (CoI) antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP. Direktur LPEI disebut memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.
Adapun PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
PT PE melakukan window dressing terhadap Laporan Keuangan (LK), dan menggunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit.
Sementara itu, KPK juga sedang menyelidiki pemberian fasilitas kredit kepada 10 debitur lainnya. Dari sana disebutkan ada potensi kerugian negara hingga mencapai Rp11,7 triliun.
(ryn/kid)