Yogyakarta, CNN Indonesia --
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mendukung fatwa jihad melawan Israel yang dikeluarkan oleh Persatuan Ulama Muslim Internasional (International Union of Muslim Scholars/IUMS).
Ketua PP Muhammadiyah, Syafiq Mughni mengatakan alasan mendukung fatwa tersebut lantaran jihad merupakan jalan perjuangan yang sejalan dengan dakwah amar makruf nahi mungkar.
Bagaimanapun, Syafiq menekankan bahwa jihad tidak selalu identik dengan peperangan. "Jihad bisa dimaknai dalam berbagai bidang, seperti ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan," katanya melalui keterangan resmi PP Muhammadiyah, Kamis (10/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara dalam konteks konflik Israel-Palestina sekarang ini, lanjut Syafiq, Muhammadiyah memandang jihad sebagai upaya memberdayakan rakyat Palestina. Selain itu juga menyerukan simpati global, serta mempromosikan pembebasan dan kedaulatan negara tersebut.
Syafiq dalam hal ini menggarisbawahi perbedaan pendekatan ala Muhammadiyah dengan definisi jihad yang kerap dimaknai sebagai perjuangan bersenjata dalam fatwa internasional.
"Kami menyerukan dunia untuk melawan zionisme," ujarnya
Lebih jauh, Syafiq menambahkan, langkah konkret Muhammadiyah dalam merespons situasi di Palestina adalah mendorong Pemerintah RI untuk mengoptimalkan segala potensi diplomasi guna memengaruhi berbagai negara di dunia.
"Kami menyerukan penghapusan penjajahan, okupasi, dan segala bentuk kezaliman di muka bumi," ujar Syafiq.
Muhammadiyah turut merangkul lembaga-lembaga multilateral untuk mengedepankan nilai kemanusiaan di atas kepentingan politik atau ekonomi. Muhammadiyah, sebagai organisasi yang aktif dalam aksi kemanusiaan, memprioritaskan bantuan kemanusiaan sebagai wujud jihad nyata.
Syafiq menerangkan bahwa otoritas untuk menyatakan perang ada di tangan negara. Sedangkan Muhammadiyah mengambil peran dalam perjuangan kemanusiaan.
"Bantuan kemanusiaan adalah satu bentuk jihad yang kami lakukan," ungkapnya, merujuk pada sejarah panjang Muhammadiyah dalam membantu korban konflik, termasuk di Palestina.
Syafiq pun optimistis fatwa jihad internasional ini tidak akan serta-merta merusak harmoni antaragama, melainkan memperkuat solidaritas kemanusiaan. Dia melihat perjuangan Palestina justru akan mendapat dukungan luas, termasuk dari komunitas lintas iman.
"Saya yakin masyarakat dunia, termasuk Kristen dan sebagian Yahudi seperti kelompok Yahudi Ortodoks non-Zionis, semakin kuat mendukung rakyat Palestina," katanya.
Walau demikian, Muhammadiyah juga tidak memiliki rencana mengeluarkan fatwa tandingan. Menurutnya, pernyataan sikap resmi dan aksi kemanusiaan yang telah dilakukan selama ini sudah cukup mewakili jihad ala Muhammadiyah.
"Itu lebih kuat daripada sekadar fatwa verbal," tuturnya.
Melalui pendekatan ini, Muhammadiyah menegaskan komitmennya untuk mendukung Palestina melalui jalur dakwah, pendidikan, dan kemanusiaan, sekaligus menjaga nilai-nilai perdamaian dalam hubungan antarumat beragama.
Sebelumnya Sekretaris Jenderal IUMS, Ali al-Qaradaghi menyerukan kewajiban jihad bagi semua muslim di dunia melawan agresi Israel serta menyerukan negara-negara muslim melakukan intervensi militer, ekonomi, dan politik, membela warga Gaza.
"Ketidakmampuan pemerintah Arab dan Islam dalam membela Gaza saat sedang dihancurkan, menurut hukum Islam, merupakan kejahatan besar terhadap saudara-saudara kita yang tertindas di Gaza," kata Qaradaghi dalam fatwa yang berisi sekitar 15 poin tersebut.
Qaradaghi dikenal sebagai salah satu tokoh agama paling dihormati di kawasan Timur Tengah. Fatwa yang dikeluarkannya memiliki bobot besar di kalangan 1,7 miliar Muslim Sunni di dunia.
"Diharamkan memberikan dukungan kepada musuh kafir [Israel] dalam upayanya memusnahkan umat Muslim di Gaza, dalam bentuk apa pun," ujar Qaradaghi dalam fatwanya seperti dikutip Middle East Eye pada Selasa (8/4).
MUI juga dukung
Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan telah terlebih dahulu mendukung penuh fatwa yang dikeluarkan IUMS.
Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional, Prof Sudarnoto Abdul Hakim, menyampaikan fatwa ini sejalan dengan Keputusan Ijtima' Ulama Fatwa MUI yang juga menegaskan bahwa wajib hukumnya bagi umat Islam untuk membela Palestina.
"Bahkan dalam Ijtima' MUI ini juga direkomendasikan pengiriman pasukan untuk melindungi warga Gaza dan Palestina secara umum dari genosida dan penghancuran yang dilakukan oleh Israel," kata Sudarnoto dalam keterangan tertulis yang dikutip MUIDigital, Selasa (8/4).
Dalam kesempatan itu, Sudarnoto juga menuturkan MUI mendorong agar negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) melakukan konsolidasi internal untuk melakukan langkah-langkah yang terukur demi menghentikan kekejian Israel terhadap Palestina.
Oleh karena itu, tegasnya, fatwa yang dikeluarkan oleh IUMS untuk jihad melawan Israel harus didukung secara meluas. Menurut dia, poin-poin detail fatwa jihad melawan Israel memberikan gambaran secara jelas bahwa pendekatan yang lebih komperhensif dan serentak terkonsolidasi secara internasional perlu dilakukan segera.
"Khususnya oleh dunia Islam dalam melawan sekaligus menundukkan Israel, sekaligus mewujudkan kemerdekaan Palestina. Kita tidak boleh membiarkan pembunuhan dan penghancuran besar-besaran yang dilakukan oleh teroris terbesar abad ini yaitu Israel dan didukung oleh Amerika terus menerus dilakukan," tegasnya.
Mufti Agung Mesir Nazir Ayyad sementara itu memilih menolak fatwa dari IUMS yang menyerukan jihad melawan agresi Israel kepada rakyat Palestina di Jalur Gaza. Ia justru menganggap IUMS sama sekali tidak bertanggung jawab.
Ia menegaskan bahwa "tidak ada kelompok atau individu yang berhak mengeluarkan fatwa tentang masalah-masalah yang kritis dan sensitif seperti itu yang melanggar prinsip syariah dan tujuan-tujuan yang lebih tinggi."
"Tindakan semacam itu dapat membahayakan keamanan masyarakat dan stabilitas negara-negara muslim," kata Ayyad seperti dikutip dari Middle East Eye.
Ia kemudian menilai bahwa mendukung hak-hak sah rakyat Palestina sudah merupakan kewajiban dasar agama, moral, dan kemanusiaan. Namun, Ayyad menegaskan dukungan tersebut harus diberikan dengan cara yang benar-benar melayani kepentingan rakyat Palestina.
"Bukan untuk mencuatkan agenda tertentu dan langkah sembrono yang berujung pada kehancuran, ketercerabutan, dan bencana lebih lanjut bagi rakyat Palestina," tutur Ayyad.
Ayyad menggarisbawahi bahwa fatwa jihad dalam Islam harus dikeluarkan oleh "otoritas yang sah" yang memang merupakan badan penentu fatwa atau mufti di dunia.
(kum/wis)