Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah terang-terangan melempar tanggung jawab pembangunan proyek infrastruktur kepada swasta di tengah penghematan anggaran yang dilakukan.
"(Proyek) infrastruktur sebagian besar akan saya serahkan ke swasta untuk membangun," ujar Presiden Prabowo Subianto dalam Munas Konsolidasi Persatuan Kadin di The Ritz-Carlton, Jakarta Selatan, Kamis (16/1).
"Nanti jalan tol, pelabuhan, bandara saya serahkan. Swasta silakan bergerak semuanya," tegas sang Kepala Negara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lempar-lemparan proyek infrastruktur ini bersambut dengan penghematan APBN 2025. Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dibabat Rp81 triliun dari pagu awal Rp110 triliun.
Ini sejalan dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Kemudian, disusul Surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025.
Praktis, kementerian yang dipimpin Dody Hanggodo itu hanya akan punya Rp29 triliun untuk mengarungi 2025. Jangankan berpikir membangun jalan, bendungan, sampai irigasi, anggaran seminimalis itu diklaim hanya cukup untuk makan siang.
Kelakar itu keluar langsung dari mulut sang menteri saat ditanya soal nasib IKN Nusantara. Ia menegaskan anggarannya masih diblokir Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Realisasi anggaran IKN kayaknya belum ada, kan anggaran kita diblokir semua. Anggarannya enggak ada, progresnya buat beli makan siangnya pak menteri. Itu progresnya," ucap Dody sembari bergurau di DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (6/1).
Kendati, blokir anggaran untuk IKN di Kementerian PU itu bukan terkait efisiensi APBN 2025. Ini adalah hal normal terkait mekanisme pencairan anggaran, terutama pada awal tahun.
Terlepas dari itu, pemerintah melalui Menteri PU Dody meminta bantuan swasta mengambil alih proyek-proyek infrastruktur ke depan. Ini sejalan dengan dana PU yang cekak sepanjang tahun ini.
Cara Dody mengakali anggaran yang tipis adalah dengan mendorong skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU). Harapannya, swasta yang tertarik chip in bisa membuat pembangunan proyek infrastruktur tetap berjalan optimal.
Ekonom Bright Institute Awalil Rizky mengamini manuver menggaet swasta bisa menjadi opsi di tengah keringnya anggaran. Tak hanya KPBU, bahkan pemerintah bisa saja langsung mengoper sejumlah proyek eksisting untuk diselesaikan swasta.
"Masalahnya, apakah ada swasta yang bersedia? Ada dugaan untuk sebagian besar proyek yang sudah berjalan, perhitungannya tidak feasible bagi swasta," ucapnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (10/2).
"Tentu mereka (swasta) akan menghitung hasil atau keuntungan, apakah layak dan menguntungkan? Termasuk faktor risikonya (apakah) bisa dikelola mereka," sambung Awalil skeptis melihat minat swasta.
Ia menegaskan masalah bagi untung dengan swasta tak bisa terpisahkan dari spesifikasi proyek. Pemerintah tidak boleh sebatas melempar narasi akan melibatkan pihak swasta, melainkan harus langsung menjelaskan infrastruktur apa yang dimaksud dan bagaimana skema pastinya.
Misal, Awalil mempertanyakan bagaimana swasta bisa balik modal dari hasil menggarap proyek infrastruktur baru di era Prabowo. Jika ujungnya bertumpu pada pembayaran subsidi dari negara dan semacamnya, fiskal pemerintah justru kembali jadi sasaran empuk kerugian.
Kalaupun yang diharapkan adalah hasil proyek murni, sudah barang tentu rakyat bakal menjadi sapi perahnya. Ia mencontohkan ini sering terjadi pada proyek-proyek macam jalan tol.
"Namun, infrastruktur semacam bendungan atau irigasi akan sulit (swasta balik modal). Dalam hal infrastruktur pangan (juga) berisiko memberatkan rakyat di masa mendatang," tuturnya.
"Contoh lain adalah proyek perumahan. Tak mungkin gratis, seperti yang sempat dijanjikan. Jika dihargai, tak murah. Jika murah karena memakai tanah negara, apa tepat lebih menguntungkan swasta?" sambung Awalil mempertanyakan.
Awalil menyarankan PU dan jajaran segera gerak cepat, setidaknya menggandeng DPR RI untuk membuat skema dan kebijakan proyek infrastruktur bagi swasta. Arahnya adalah bagaimana membuat pihak non-pemerintah itu tertarik, tapi tak sampai merugikan negara apalagi rakyat.
Di lain sisi, ia mendorong adanya pengawasan publik untuk merealisasikan niat ini. Begitu pula dengan keterlibatan pakar pada beberapa proyek besar dan bersifat strategis.
"Swasta makin dilibatkan ke dalam proyek infrastruktur justru cukup baik, jika swastanya mau," tegas Awalil.
"Dengan pola yang baik, spesifikasi proyek, dan keterlibatan swasta yang tepat bisa saja konstruksi akan tumbuh lebih baik di masa mendatang," sambungnya.
Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda pun satu suara. Ia mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur berbentuk fisik ada yang menguntungkan, meski sebagian besarnya bikin rugi.
Sedangkan perusahaan-perusahaan swasta dipastikan selalu mengincar cuan. Orientasi itulah yang harus diperhatikan pemerintah dalam menggaet pihak luar.
"Baik skema konsorsium ataupun konsesi lahan, swasta pasti orientasinya untuk mengejar keuntungan. Jika tidak ada keuntungan yang didapatkan, swasta pasti enggak mau untuk masuk ke proyek infrastruktur tersebut," wanti-wanti Huda.
Ia mencontohkan beberapa infrastruktur yang mungkin diminati swasta. Misalnya, pembangunan Jalan Tol Lintas Jawa atau pelabuhan yang memang ada target pasarnya.
Oleh karena itu, pemerintah diharapkan tetap hadir pada titik-titik pembangunan yang dipastikan bukan ladang cuan. Huda memberi gambaran, seperti pembangunan jalan lintas di beberapa daerah yang memang dibutuhkan masyarakat.
Huda lalu membagikan fakta pahit bagaimana agar pemerintah bisa menggandeng swasta dengan mudah.
"Kerja sama kontraktor, di mana dana tetap berasal dari APBN dengan swasta sebagai kontraktor proyeknya. Skema tersebut tentu diminati oleh swasta, tapi masalahnya pemerintah punya uang atau tidak?" tutupnya.
Bersambung ke halaman berikutnya..