RUU TNI Bahas Wacana Bisnis Prajurit dan Perubahan Usia Pensiun

3 days ago 7

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan salah satu poin pembahasan dalam revisi UU Nomor 34 tahun 2004 tentang TNI adalah terkait perubahan masa pensiun dan usul penghapusan aturan yang melarang prajurit berbisnis.

Usia pensiun prajurit diatur dalam pasal 53 UU TNI berbunyi 'Prajurit melaksanakan dinas keprajuritan sampai usia paling tinggi 58 tahun bagi perwira, dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama'.

"Itu-itu saja. Masa pensiun seputar itu," kata Adies di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Adies menjelaskan surat presiden (surpres) untuk RUU TNI sudah pernah diajukan di akhir masa jabatan Presiden Jokowi. Saat itu, DPR periode 2019-2024 memutuskan menunda pembahasan.

"Ini kan surpres sudah pernah diajukan zamannya Pak Jokowi sebelum akhir masa jabatan yang kemarin. Ini surpres cuma pengganti surpres yang lalu, karena nomenklatur Kementerian banyak yang berbeda jadi diajukan kembali supres yang baru," ujarnya.

Poin lain yang dibahas adalah usul penghapusan pasal yang mengatur larangan prajurit berbisnis. Adies berkata DPR dan pemerintah bakal meminta masukan dari berbagai pihak terkait revisi ini.

"Kita akan lihat pembahasannya, usulan dari mana kita lihat nanti kita kan pasti meminta banyak masukan ya kalau bisnis, bisnisnya seperti apa. Tugas TNI kan jelas mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia. Jadi kita akan lihat nanti," katanya.

DPR RI sebelumnya menyetujui Rancangan Undang-undang tentang perubahan atas UU no 34 tahun 2024 tentang TNI menjadi prolegnas prioritas 2025.

Hal tersebut disepakati dalam rapat paripurna DPR RI ke-13 masa persidangan II tahun sidang 2024-2025 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2).

Pada Juli 2024, Mayjen Nugraha Gumilar yang saat itu menjabat Kepala Pusat Penerangan TNI mengakui usul penghapusan pasal larangan prajurit berbisnis datang dari TNI sendiri.

Dia berkata usul menghapus Pasal 39 huruf c dalam revisi UU TNI karena saat ini, banyak prajurit yang memiliki usaha sampingan.

"Alasannya karena ada prajurit punya usaha sampingan, contoh usaha warung, toko kelontong, ternak ayam dan lain-lain," kata Nugraha, 16 Juli 2024.

Usul itu mencuat dalam acara Dengar Pendapat Publik RUU Perubahan UU TNI yang digelar Kemenko Polhukam pada 11 Juli 2024.

Dalam rapat, Kepala Badan Pembinaan Hukum (Kababinkum) TNI Laksda Kresno Buntoro menjelaskan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto telah menyurati Menko Polhukam Hadi Tjahjanto agar membahas beberapa pasal lain dalam revisi UU TNI.

Salah satunya adalah pasal 39 huruf c itu. Kresno mencontohkan istrinya yang memiliki usaha warung di rumah. Menurutnya, hal itu membuat dirinya mau tidak mau terlibat dalam kegiatan itu.

"Kalau ini diterapkan maka saya kena hukuman. Prajurit dilarang terlibat di dalam bisnis. Istri saya, saya kan pasti mau enggak mau terlibat. Wong, aku nganter belanja dan sebagainya. Terus apakah ini eksis? sekarang, kalau saya diperiksa saya bisa kena. Oleh karena itu kita sarankan ini dibuang," ujar Kresno.

Menurutnya, yang seharusnya dilarang terlibat kegiatan bisnis adalah institusi TNI, bukan prajurit TNI.

"Tapi kalau prajurit, mau buka warung kelontong aja ndak. Ada driver saya setelah nganter saya. Kebetulan saya mendapat driver supir sekarang ini. Dia selesai magrib, itu kadang-kadang, atau Sabtu-Minggu itu dia ngojek. Dia melakukan bisnis. Masa enggak boleh kayak begitu?" katanya.

Menurut Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Maruli Simanjuntak bisnis yang dilakukan prajurit semestinya tidak dipersoalkan selama tidak menyalahgunakan kekuatan. Apalagi jika bisnis dilakukan dalam skala kecil.

"Jadi kalau kita berbisnis, kata-kata bisnis itu bagaimana? Kalau misalnya kita buka warung, apa berbisnis itu? Ya kan? Kalau misalnya jual beli motor atau apa, ya kalau dia belinya benar, tidak menggunakan itu ya. Jadi berbisnis ya bisnis," kata Maruli di Mabes TNI AD, Jakarta, 16 Juli 2024.

"Yang enggak boleh itu saya tiba-tiba mengambil alih menggunakan kekuatan. Itu enggak boleh," imbuh dia.

Maruli meyakini saat ini tidak ada prajurit yang menggunakan kekuatan untuk bisnis. Menurut dia prajurit TNI saat ini tak bisa menyalahgunakan kekuatan karena gerak geriknya diawasi oleh media massa dan media sosial. 

Dengan kondisi itu, ia kembali menyatakan seharusnya tidak ada masalah dengan prajurit berbisnis. Apalagi bisnis kecil-kecilan untuk menambah penghasilan dan dilakukan di luar jam kerja.

"Memang kalau saya mau jualan apa gitu, jadi agen yang legal, kenapa enggak boleh? Karena kan batasan bisnisnya susah ini. Masa kalau sampingan kita jualan rokok, karena memang kurang uang, kan halal. Kan di luar jam kerja," katanya.

"Kecuali kalau media masuk harus beli rokok saya. Nah itu enggak boleh itu. Enggak usah terlalu di ini-iniin lah. Kita kan semakin baik semua hukumnya. Enggak bisa lagi sewenang-wenang," ujar Maruli menambahkan.

(yoa/wis)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi