Setumpuk Persoalan Menanti Mendikti Saintek Brian Yuliarto

1 day ago 7

Brian Yuliarto telah resmi dilantik menjadi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) di Istana Negara, Jakarta pada Rabu (19/2) kemarin menggantikan Satryo Brodjonegoro.

Terlebih, Satryo juga mengakui bahwa salah satu alasannya untuk mundur dari Mendiktisaintek dan digantikan Brian karena tidak sesuai harapan Presiden Prabowo Subianto.

Padahal, Satryo mengatakan telah bekerja secara maksimal selama sekitar 4 bulan ketika menduduki jabatan Mendiktisaintek.

"Alasan utamanya karena saya sudah bekerja keras selama empat bulan ini. Namun karena mungkin tidak sesuai dengan harapan dari pemerintah. Ya, saya lebih baik mundur daripada diberhentikan," kata Satryo di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, Rabu (19/2).

Di sisi lain, kondisi yang tak ideal juga ditemui Brian ketika kini menduduki Mendiktisaintek. Ia harus memimpin Kemendiktisaintek usai terkena pemangkasan anggaran imbas efisiensi pemerintah.

Tak hanya itu, Brian juga harus berhadapan dengan permasalahan tunjangan kinerja (Tukin) dosen ASN yang belum dibayarkan Kemendiktisaintek dan menjadi sorotan publik.

Meski begitu, Brian berjanji akan menyelesaikan secara cepat permasalahan tukin dosen ASN yang belakangan ini menuai protes dari para dosen-dosen ASN.

"Kita selesaikan secara cepat bersama-sama koordinasi begitu dengan stakeholder yang lain ya," kata Brian di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/2).

Terlepas dari ragam permasalahan yang ada di Kemendiktisaintek, apa saja PR besar yang harus diselesaikan Brian sebagai Mendiktisaintek?

Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menilai Brian seharusnya segera menyelesaikan permasalahan tukin dosen ASN setelah menjabat sebagai Mendiktisaintek.

Menurutnya, permasalahan tukin dosen ASN adalah PR besar yang harus segera diselesaikan oleh Brian dalam waktu dekat setelah dilantik oleh Presiden Prabowo.

Terlebih, kata dia, permasalahan tukin dosen ASN ini semakin menjadi sorotan setelah Kemendiktisaintek turut terkena pemotongan anggaran.

"Perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap alokasi anggaran, mencari solusi untuk menutupi kekurangan, dan memastikan hak-hak dosen terpenuhi," kata Ubaid kepada CNNIndonesia.com, Rabu (19/2) malam.

Ubaid menilai Brian juga harus memastikan KIP-Kuliah tidak mengalami pemangkasan dan UKT tidak mengalami kenaikan ditengah efisiensi anggaran.

"Mereka bisa putus kuliah jika UKT benar dinaikkan. Karena itu jangan potong anggaran subsidi pembiayaan mahasiswa dan juga anggaran KIP Kuliah," ujar dia.

Lebih lanjut, Ubaid menilai Brian harus segera mengevaluasi model bisnis yang dilakukan PTN berbadan hukum yang menyebabkan sulitnya masyarakat mengakses perguruan tinggi.

Sebab, kata dia, selama ini upaya privatisasi kampus menyebabkan kampus menerima keuntungan besar sementara mahasiswa mengalami kerugian.

Secara jangka panjang, kata Ubaid, Brian harus mampu meningkatkan kualitas pendidikan tinggi. Ia juga menilai hal tersebut harus dibarengi dengan pengembangan riset dan inovasi.

Tak hanya itu, Ubaid menilai Brian harus melakukan perombakan birokrasi di Kemendiktisaintek agar berjalan secara efektif dan efisien.

"Isu-isu yang berkaitan dengan Kemendiktisaintek seringkali menjadi perhatian publik. Pak Brian perlu membangun komunikasi publik yang transparan dan akuntabel, menjelaskan kebijakan-kebijakan yang diambil, serta merespons kritik dan masukan dari masyarakat," ujar dia.

Senada, Rektor UII Fathul Wahid menilai Brian memiliki PR besar untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi selama menjabat sebagai Mendiksaintek.

Ia menegaskan PR besar itu juga harus segera diselesaikan sembari memperluas dan mempermudah akses masyarakat memperoleh pendidikan tinggi.

"Sampai hari ini belum ada 40% anak bangsa yang dapat menikmati pendidikan tinggi. Masih di bawah rata-rata global," kata Fathul kepada CNNIndonesia.com Kamis (20/2) pagi.

"Ini tentu bukan hanya soal menambah kursi, tetapi juga meninggalkan daya beli publik, ketika negara tidak menggratiskan pendidikan," sambungnya.

Fathul mengatakan PR lain yang harus diselesaikan oleh Brian adalah menciptakan ekosistem perguruan tinggi yang sehat di tengah kompetisi yang terjadi.

Ia mendesak pemerintah harus memiliki andil dalam pembangunan perguruan tinggi dan tidak sepenuhnya melepasnya kepada mekanisme pasar.

"Negara harus hadir dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Itu amanah konstitusi," ujar dia.

Tak hanya itu, Fathul berharap Brian menjamin kebebasan ekspresi para akademisi dengan menata ulang relasi negara dan kampus.

Ia berharap pemerintah tidak lagi melihat kritik yang dilontarkan kaum cendekia sekadar sebagai ancaman atau upaya memecah belah bangsa.

"Soal kemerdekaan akademik yang harus dijamin. Suara kritis adalah bentuk kepedulian intelektual kampus untuk Indonesia yang lebih baik. Jangan malah dipandang sebagai ancaman. Iklim dialog sehat juga perlu diciptakan," tutur dia.

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi