Jakarta, CNN Indonesia --
Coba periksa ponsel pintar Anda sekarang. Apakah Anda menyimpan banyak dokumen seperti tangkapan layar, gambar, atau teks? Jika iya, maka itu bisa jadi salah satu tanda gangguan mental.
Masih banyak orang gemar menyimpan dokumen apa pun dalam gawai. Akibatnya, penyimpanan ponsel pun penuh dengan dokumen digital yang menumpuk.
Psikolog klinis di Cleveland Clinic Susan Albers mengatakan, kebiasaan tersebut bisa menandakan kondisi stres dan cemas. Orang-orang yang sedang berada di tengah tekanan kerap mengoleksi berbagai dokumen digital, surel yang tidak dibuka, dan membiarkan banyak tab terbuka di layarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Digital clutter vs digital hoarding
Apakah Anda menyimpan ribuan dokumen karena merasa bakal membutuhkannya suatu saat nanti tanpa tahu kapan? Jika iya, Albers mengatakan, bisa jadi Anda mengalami digital clutter atau kekacauan digital.
Albers mengatakan, digital clutter sama menegangkannya dengan kekacauan di dunia fisik.
"Otak kita cenderung menyukai kejelasan dan kesederhanaan daripada kekacauan. Hal ini akan berpengaruh ketika Anda membuka jutaan tab yang menumpuk itu," kata Albers, melansir CNN Health.
Digital clutter juga bisa dilihat dari notifikasi yang muncul secara menerus tapi tak dibuka. Hal ini bisa menghilangkan fokus dan memperlambat konsentrasi.
Perilaku lainnya yang juga perlu dikhawatirkan adalah keengganan menghapus dokumen lama di perangkat. Jika perilaku ini terjadi secara menerus, maka bisa jadi pertanda hoarding atau penimbunan.
Perilaku tersebut dikaitkan dengan rasa takut akan kebutuhan informasi yang dimaksud pada suatu saat di masa depan. Orang yang menyimpannya bakal merasa takut tidak memiliki akses dan tak bisa menemukannya kembali.
Gangguan digital hoarding dipicu oleh dorongan dari dalam diri yang terus berkeinginan untuk menyimpan informasi digital. Diperkirakan sekitar 3-5 persen populasi global mengalami digital hoarding.
Kebiasaan menimbun atau hoarding sendiri kerap dianggap berkaitan dengan gangguan obsesif-kompulsif (OCD). Sedangkan digital clutter bisa memicu tekanan dan gangguan yang signifikan pada kegiatan sehari-hari.
Cara mengatasi digital clutter
Ilustrasi. Ada beberapa cara untuk mengatasi digital clutter. (Istockphoto/ stevanovicigor)
Langkah pertama yang harus diambil adalah kesadaran diri. Bangkit dan segera rapikan dokumen-dokumen digital Anda untuk kesehatan mental yang lebih baik.
Jika kesulitan, coba lakukan beberapa cara di bawah ini.
1. Mematikan notifikasi yang tidak penting dan berhenti berlangganan
Notifikasi biasanya memenuhi surat elektronik Anda. Dengan membatasi jumlah notifikasi, Anda bisa meningkatkan fokus harian dalam menjalani aktivitas sehari-hari.
2. Tetapkan batasan
Batasi waktu yang Anda habiskan untuk memeriksa surel dan notifikasi media sosial. Gunakan fitur hening dan batasi jumlah akun yang diikuti di media sosial. Hal tersebut bisa bantu menurunkan rasa kacau.
3. Detoksifikasi digital
Coba lah istirahat menggunakan perangkat digital. Hal ini dapat membantu keluar dari rasa kekacauan dan notifikasi yang terus-menerus muncul.
Jika masih merasa kesulitan, coba lah untuk menghapus surel dan pemberitahuan yang tidak dibutuhkan. Jika sudah terbiasa, mulai luangkan waktu untuk merapikan barang sebelum Anda bekerja.
(pli/asr)