Jakarta, CNN Indonesia --
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut kejadian gempa bumi di Indonesia mengalami lonjakan dalam beberapa tahun terakhir. Maka dari itu, masyarakat diimbau waspada terutama di zona seismik yang berpotensi gempa besar.
Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan pentingnya pendekatan mitigasi bencana geohidrometeorologi yang mencakup tidak hanya gempa bumi dan tsunami, tetapi juga bencana hidrometeorologi yang semakin meningkat akibat perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mitigasi bencana harus menyasar semua aspek, baik yang terkait dengan tektonik seperti gempa dan tsunami, maupun yang berhubungan dengan hidrometeorologi," ujar Dwikorita dalam sebuah keterangan, Jumat (17/1).
BMKG saat ini memiliki jumlah alat pemantau gempa yang lebih banyak. Namun, peningkatkan intensitas gempa disebut mencerminkan dinamika tektonik yang semakin aktif di wilayah Indonesia.
"Menurut data BMKG, kejadian gempa bumi di Indonesia mengalami lonjakan yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Ini menunjukkan adanya peningkatan aktivitas kegempaan yang perlu kita waspadai," tutur Dwikorita.
Dwikorita juga menyoroti pentingnya kewaspadaan terhadap zona seismik yang berpotensi terjadi gempa besar, di antaranya di Selat Sunda dan Mentawai.
Sebagai langkah mitigasi, BMKG terus memperkuat sistem pemantauan dan peringatan dini, dengan menambah jumlah sensor dan mengembangkan model simulasi untuk mengantisipasi potensi dampak bencana.
Terpisah, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono juga menyoroti wilayah Selat Sunda dan Mentawai. Pasalnya, ada ancaman dari dua megathrust yang sudah lama tak 'pecah' tersebut karena seismic gap.
Seismic gap merupakan zona sumber gempa potensial, tetapi belum mengalami gempa besar dalam masa puluhan hingga ratusan tahun terakhir.
"Rilis gempa di kedua segmen megathrust ini boleh dikata 'tinggal menunggu waktu' karena kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar," tutur Daryono pada Agustus 2024 lalu.
Menurut Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017, segmen Megathrust Mentawai-Suberut dan Megathrust Selat Sunda terakhir kali menyebabkan gempa pada kurun waktu lebih dari ratusan tahun lalu.
Megathrust Selat Sunda yang memiliki panjang 280 km, lebar 200 km, dan pergeseran (slip rate) 4 cm per tahun, tercatat pernah 'pecah' pada 1699 dan 1780 dengan kekuatan M 8,5.
Sementara Megathrust Mentawai-Siberut yang memiliki panjang 200 km dan lebar 200 km, serta slip rate 4 cm per tahun, pernah gempa pada 1797 dengan M 8,7 dan pada 1833 dengan M 8,9.
Selain kedua megathrust tersebut, peta gempa tersebut juga menyoroti 13 megathrust yang memiliki potensi serupa. Beberapa telah mengalami pecah segmen hingga membentuk segmen yang baru, seperti Segmen Mentawai yang terbagi menjadi Segmen Mentawai-Siberut dan Segmen Mentawai-Pagai.
Selain itu, ada juga segmen Jawa yang dibagi menjadi tiga segmen, yaitu segmen Selat Sunda-Banten, Segmen Jawa Barat, dan Segmen Jawa Tengah-Jawa Timur.
Sebagai pulau dengan kepadatan penduduk tertinggi di Indonesia, gempa besar yang menghantam Jawa bisa melumpuhkan Tanah Air.
Para pakar bisa memperkirakan seberapa besar potensi gempa yang bakal disebabkan oleh masing-masing megathrust. Sayangnya, mereka tidak bisa memprediksi kapan bencana tersebut akan terjadi.
Berikut daftar lengkap segmen megathrust yang mengancam Jawa berdasarkan Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017:
Megathrust Bali
Potensi Magnitudo maksimum: 9,0
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 500 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: belum ada catatan
Megathrust Jateng-Jatim
Potensi Magnitudo maksimum: 8,9
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 440 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: M M 7,2 pada 1916; M 7,8 pada 1994
Megathrust Selat Sunda-Banten
Potensi Magnitudo maksimum: 8,8
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 280 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: Magnitudo 8,5 pada 1699 dan 1780
Megathrust Jawa Barat
Potensi Magnitudo maksimum: 8,8
Pergeseran per tahun: 4 cm
Dimensi: panjang 320 km, lebar 200 km
Sejarah gempa: M 8,1 pada 1903; M 7,8 pada 2006
Fakta-fakta Megathrust, Teror dari Lautan RI (Foto: Basith Subastian/CNNIndonesia)
(lom/dmi)