Ira Puspadewi (Sumber Foto: Instagram/@voktis.id)
FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Keputusan Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi, memunculkan reaksi beragam di publik.
Seperti diketahui, bukan hanya Ira, tapi dua terdakwa lain dalam kasus korupsi serupa, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono juga mendapat rehabilitasi.
Di tengah ketegasan Prabowo dalam menegakkan keadilan, muncul asumsi liar yang menduga bahwa apa yang disaksikan publik sengaja diskenariokan.
Dugaannya, agar citra Prabowo tetap melonjak drastis karena dianggap sebagai pahlawan.
Sama seperti pada kasus Tom Lembong, Hasto Kristiyanto, hingga dua guru viral asal Sulsel, Abdul Muis dan Rasnal.
Tidak sedikit juga yang mempertanyakan kredibilitas KPK sebagai lembaga anti rasuah dalam melakukan upaya pemberantasan korupsi.
Hasilnya, ada pemikiran liar yang menduga kasus ini didesain atau dipesan oleh sosok tertentu demi kepentingan tertentu.
Pakar Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof. Amir Ilyas menyebut, persoalan yang ada bukan tentang lemahnya penyelidikan di KPK.
"Bukan pesanan politik, atau soal-soal pencitraan dari Presiden yang telah memberikan rehabilitasi," ujar Prof. Amir kepada fajar.co.id, Selasa (25/11/2025).
Dikatakan Prof. Amir, persoalan utamanya ada pada cara pandang menilai kerugian keuangan negara, terutama cara menghitung kerugian keuangan negara.
"Dalam kasus Ira Puspadewi yang dipersoalkan aset berupa kapal dari PT Jembatan Nusantara (JN) yang telah diakuisi oleh PT ASDP tahun 2019-2022," sebutnya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
















































