Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Prabowo Subianto akhirnya menemui Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan semalam, Senin (7/4).
Ketua Harian DPP Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menyebut pertemuan kedua tokoh itu dilakukan di kediaman Megawati yang terletak di Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat.
Dasco menyebut pertemuan keduanya dilakukan dalam rangka silaturahmi Idulfitri. Ia mengatakan pertemuan berlangsung selama satu setengah jam dan membahas banyak hal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dasco menjelaskan kedatangan Prabowo ke kediaman Megawati itu turut didampingi sejumlah tokoh mulai dari Menlu Sugiono, Mensesneg Prasetyo Hadi hingga Seskab Letkol Teddy Indra. Hanya saja, kata dia, pertemuan lebih banyak dilakukan secara empat mata antara keduanya.
Dalam foto yang diunggah oleh Dasco, terlihat Prabowo dan Megawati duduk bersama di sebuah sofa. Prabowo mengenakan kemeja safari lengan panjang dibalut celana panjang hitam dan Megawati mengenakan pakaian lengan panjang dengan warna ungu motif bunga.
Direktur Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai pertemuan tersebut memiliki makna tersendiri bagi kedua belah pihak. Prabowo, kata dia, memiliki tujuan untuk menyatukan seluruh tokoh politik nasional selama masa kepemimpinannya.
"Baik Ibu Megawati, Pak SBY, dan Pak Jokowi dalam konteks porsi yang proporsional sebagaimana posisi mereka masing-masing," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (9/4).
Agung memandang saat ini Prabowo tengah mencari formula atau titik keseimbangan agar semasa menjabat dirinya dapat menerima masukan dari seluruh pihak. Termasuk dari PDIP yang sampai saat ini belum bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
"Ini titik keseimbangan yang akan terus diformulasikan oleh Prabowo. Agar bisa menerima masukan dari manapun. Dari luar Megawati dari dalam ada SBY dan Jokowi," tuturnya.
Sementara bagi Megawati, kata Agung, melalui pertemuan itu dirinya tengah menjalankan perannya sebagai mitra pemerintah baik secara kritis ataupun strategis.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga memandang kunjungan ke Megawati itu dilakukan Prabowo sebagai bentuk politik akomodatif.
Prabowo, kata dia, berupaya merangkul seluruh elite politik termasuk Megawati untuk bersama membangun bangsa dan negara. Ia menilai Prabowo juga tidak menginginkan adanya tensi politik yang tinggi selama kepemimpinannya.
Dalam beberapa kesempatan, ia menyebut Prabowo juga kerap menekan bahwa para tokoh politik nasional merupakan aset yang dapat mempercepat kemajuan bangsa.
"Jadi, Prabowo tidak berpaling dari Jokowi. Prabowo justru ingin menciptakan keseimbangan politik antara kekuatan politik Megawati dan Politik," ujarnya.
"Prabowo melakukan hal itu karena kedekatan Prabowo dengan Jokowi, justru akan membuat Megawati makin menjauh," imbuhnya.
Jamiluddin mengatakan Prabowo akan memiliki kerugian yang sangat besar jika dirinya hanya mengakomodasi kubu Jokowi semata. Pasalnya, Megawati memiliki faksi politik yang juga besar dan dapat menjadi ancaman bagi pemerintahan Prabowo-Gibran.
Oleh karenanya, ia memandang Prabowo sebagai penganut politik akomodatif tidak ingin dinilai berjarak dengan salah elite politik manapun. Apalagi hubungan Prabowo dengan Megawati selama ini juga relatif baik dan tidak ada masalah.
"Jadi, motif pertemuan Prabowo dengan Megawati ingin menyatukan elite bangsa. Upaya menyatukan itu kiranya untuk mewujudkan keseimbangan politik, terutama kekuatan politik Jokowi, Megawati dan SBY," jelasnya.
Ia menyebut langkah itu juga sejalan dengan rencana Prabowo yang sebelumnya sempat menyampaikan ingin menjadikan para Presiden terdahulu sebagai penasehatnya.
PDIP Gabung Koalisi?
Agung menyebut kans bergabungnya PDIP dalam koalisi besar pemerintahan Prabowo-Gibran tidak serta merta akan langsung terwujud pasca pertemuan kedua tokoh itu.
Menurutnya apa yang dilakukan Prabowo dan Megawati kemarin masih sebatas tahap membuka komunikasi dan hubungan politik kembali. Terlebih kedua pihak sempat berbeda kubu dalam Pilpres 2024 kemarin.
"Kalau kita bicara koalisi besar ini masih jauh panggang dari api. Karena apa, ini baru menormalisasi hubungan komunikasi dan hal-hal lain setelah otot politik keduanya beradu keras dalam pilpres maupun Pilkada," tuturnya.
Ia menilai posisi PDIP dalam pemerintahan Prabowo-Gibran baru akan ditentukan pada kongres PDIP mendatang.
"Apakah nantinya akan di dalam atau di luar atau tetap seperti sekarang posisi sebagai mitra kritis dan strategis," jelasnya.
Sementara itu, Jamiluddin menilai PDIP masih akan tetap berada di luar koalisi pemerintah meskipun ada sinyal positif lewat pertemuan Prabowo dan Megawati kemarin.
Ia menyebut walaupun tensi politik dengan Prabowo mulai mencair akan tetapi tidak dengan kubu Jokowi maupun Gibran Rakabuming. Karenanya, ia memandang PDIP masih akan memilih jalan berada di luar pemerintahan.
"Megawati tampaknya akan tetap di luar pemerintahan. Megawati dan partainya akan menjadi pendukung Prabowo, tapi tidak kepada Gibran Rakabuming," ujarnya.
Meskipun di luar pemerintahan, ia memprediksi kritik PDIP terhadap Prabowo akan berkurang secara drastis dan akan difokuskan kepada Gibran. Sehingga secara haluan politik tidak ada perubahan jalan yang terlalu besar dari PDIP.
"Jadi, Megawati dan PDIP tidak akan mengubah arah politiknya secara drastis. Megawati dan partainya akan mengurangi kritik ke Prabowo, namun tetap menjadi oposisi kepada Gibran," tuturnya.
"Megawati tampaknya masih tetap tidak menginginkan menyatu, terutama karena faktor Jokowi. Bagi Megawati, Prabowo yes, namun no dengan Jokowi," sambungnya.
Di sisi lain, menurutnya pertemuan Prabowo dengan Megawati itu juga bisa jadi akan berdampak positif bagi PDIP. Jamiluddin mengatakan bukan tidak mungkin 'bidikan hukum' yang dirasakan PDIP dalam beberapa waktu terakhir akan berkurang.
"Kader PDIP bisa jadi akan merasa lebih nyaman. Aparat hukum bisa jadi tak lagi dianggap sebagai sosok yang mengusik mereka," pungkasnya.
(tfq/gil)