LAPORAN DARI AZERBAIJAN
Dewi Safitri | CNN Indonesia
Kamis, 21 Nov 2024 16:45 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Dua hari jelang penutupan COP29 belum ada tanda-tanda delegasi menyepakati isi perundingan. Dua isu paling menonjol yakni target baru anggaran iklim (NCQG) dan aturan pasar karbon dunia terus jadi bahan perdebatan di meja perundingan.
Tiga blok negara peserta yang mewakili negara berkembang plus Cina, negara Afrika dan negara paling kurang berkembang menyampaikan kekesalan karena negara kaya dianggap sengaja mengadang negosiasi dengan cara tak merespon jalannya perundingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tuntutan pendanaan sebesar 1,3 triliun dolar AS yang disampaikan oleh kelompok negara-negara ini sama sekali tak ditanggapi.
"Konfirmasi soal jumlah angka tidak ada. Tanggapan apa kek, pergerakan apa pun juga tidak ada. Benar-benar bikin frustrasi dan mengecewakan," kecam Ali Mohammed, diplomat iklim Kenya yang yang mewakili blok negara Afrika.
"(Meski prosesnya lambat) jangan sampai kita biarkan situasi ini dipakai sebagai cara negara maju untuk lepas tangan dari tanggung jawabnya," tukas Diego Pacheco, negosiator Bolivia yang menjadi juru bicara blok negara paling kurang berkembang.
Negara berkembang melihat bahwa menyediakan anggaran perubahan iklim untuk proyek-proyek mendesak di negara berkembang adalah kewajiban negara maju. Tanggung jawab itu muncul karena negara maju dianggap sebagai emiter yakni penyumbang buangan karbon terbesar di dunia yang kemudian menyebabkan perubahan iklim.
Memperkecil perbedaan
Lambat dan alotnya isu keuangan ini sudah diperkirakan sejak awal. Blok negara maju berkeberatan dengan beban pendanaan iklim karena berbagai alasan.
Misalnya, proyek untuk produksi listrik dari tenaga surya yang diajukan berbagai negara. Proyek serupa dianggap sudah memenuhi kriteria industri dan bisnis sehingga tak layak diperhitungkan sebagai proyek berbasis bantuan (grant).
Sebaliknya, jika diberikan dalam bentuk pinjaman komersial yang berbunga normal, negara berkembang kesulitan mengembalikan.
"Kami ingin menghindari utang dikategorikan sebagai dana iklim. Tuntutan kita adalah bantuan yang tidak memberatkan ketahanan fiskal negara anggota. Tidak memberi beban bunga dan cicilan. Bangladesh jelas tidak akan mampu kalau harus demikian," kata Syeda Rizwana Hasan, Kepala Delegasi Bangladesh kepada jurnalis di arena COP29.
Meski demikian Rizwana juga mengatakan masih terlalu dini mengatakan negosiasi akan buntu. Kedua pihak, negara maju dan berkembang, menurutnya saat ini sama-sama sedang berupaya memperkecil jurang perbedaan.
Penutupan COP29 sudah dijadwalkan pada Jumat (22/11) namun bisa saja konferensi diperpanjang melebihi periode tersebut.
Laporan ini ditulis oleh Dewi Safitri yang meliput COP29 dari Baku, Azerbaijan dengan fellowship dari EJN dan Stanley Center for Peace and Security.
(fea/fea)