Jakarta, CNN Indonesia --
Pakar memperingatkan bahwa dunia saat ini sedang menghadapi kepunahan massal keenam akibat kerusakan lingkungan yang terus berlangsung. Simak penjelasannya.
Jane Goodall, primatologis dan aktivis konservasi, mengatakan penyebab utama bencana ini meliputi deforestasi, krisis iklim, serta praktik industri yang merusak alam, seperti pertanian intensif dan penggunaan bahan bakar fosil.
"Kita masih punya waktu untuk mulai memperlambat perubahan iklim dan hilangnya keanekaragaman hayati. Namun, waktu itu sudah mulai tertutup," ujar Goodall, melansir BBC, Minggu (17/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Goodall mengungkap cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan massal. Salah satu langkah yang didorong oleh Goodall adalah proyek restorasi habitat melalui penanaman pohon.
Yayasan Jane Goodall, bekerja sama dengan perusahaan teknologi nirlaba Ecosia, telah menanam hampir dua juta pohon di Uganda selama lima tahun terakhir.
Proyek ini bertujuan untuk mengembalikan habitat alami bagi sekitar 5.000 simpanse yang terancam punah di wilayah tersebut.
"Semakin banyak yang dapat kita lakukan untuk memulihkan alam dan melindungi hutan yang ada, semakin baik," tegasnya.
Goodall menyoroti pentingnya waktu dalam proses ini, sebab pohon membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk tumbuh hingga mampu menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar. Namun, langkah ini tetap menjadi solusi penting untuk memperlambat pemanasan global.
Krisis iklim mengubah ekosistem
Goodall, yang telah menghabiskan lebih dari 60 tahun mempelajari simpanse di Afrika, mengungkapkan bagaimana perubahan iklim telah mengganggu pola ekosistem. Ia mengenang di Tanzania musim hujan yang dulu bisa diprediksi kini menjadi kacau.
Terkadang musim kemarau sering hujan dan musim hujan ada wilayah yang kekeringan. Hal ini menyebabkan pohon berbuah di waktu yang tidak tepat.
"Sekarang, terkadang hujan turun di musim kemarau, dan terkadang kering di musim hujan. Itu berarti pohon berbuah di waktu yang salah, yang membuat simpanse, serangga, dan burung kesal," tuturnya.
Kerusakan ekosistem yang terus berlanjut, menurutnya, mempercepat hilangnya keanekaragaman hayati dan menempatkan masa depan manusia dalam bahaya.
"Jika kita tidak segera meninggalkan bahan bakar fosil, jika kita tidak menghentikan pertanian industri yang merusak lingkungan dan membunuh tanah, serta berdampak buruk pada keanekaragaman hayati, masa depan pada akhirnya akan hancur." kata Goodall memperingatkan.
Perjuangan sepanjang hidup
Meski berusia 90 tahun, Goodall tetap aktif menyuarakan pentingnya pelestarian lingkungan. Dengan jadwal yang padat, ia terus melakukan tur keliling dunia untuk berbicara tentang krisis iklim dan solusi yang diperlukan.
Selain dikenal sebagai ilmuwan yang mendokumentasikan perilaku unik simpanse, seperti penggunaan alat dan hubungan sosial yang erat, ia juga menghadapi banyak tantangan selama kariernya.
Metodenya yang humanis, seperti memberi nama pada simpanse yang diteliti, sempat menuai kritik dari komunitas ilmiah tradisional. Namun, pendekatan ini memberinya wawasan mendalam tentang dunia hewan.
Salah satu momen tak terlupakan adalah interaksinya dengan seekor simpanse bernama David Greybeard, yang menunjukkan kepercayaan dengan menggenggam lembut jarinya.
Infografis-Iklim-Berubah (Foto: rengga)
"Kami saling memahami dengan sempurna, dengan bahasa gestur yang jelas-jelas mendahului ucapan manusia," kenangnya.
Goodall menegaskan masa depan planet ini bergantung pada tindakan manusia saat ini. Ia mendesak pemerintah dan masyarakat untuk memperketat regulasi lingkungan, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, dan menghentikan praktik industri yang merusak tanah serta hutan.
"Kita tidak punya banyak waktu lagi untuk mulai membantu lingkungan. Kita sudah melakukan begitu banyak hal untuk menghancurkannya," kata dia.
(wnu/dmi)