Waketum DPP Partai Golkar, Idrus Marham
Fajar.co.id, Jakarta - Anggota MPO PB IKA PMII, Idrus Marham, menyerukan agar konflik internal dalam tubuh PBNU segera fokus untuk dijernihkan, bukan dijadikan ajang konsolidasi kelompok. Menurutnya, gejolak yang terjadi
saat ini bukan sekadar persoalan figur, melainkan sinyal bahwa NU semakin menjauh dari nilai “kepemilikan bersama“ yang menjadi jiwa utama jam’iyah.
Perpecahan mencuat setelah beredarnya Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang menuntut pengunduran diri Ketua Umum PBNU, K.H. Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya).
Risalah itu, yang ditandatangani Rais ‘Aam PBNU K.H. Miftachul Akhyar, menyatakan bahwa Gus Yahya harus mundur dalam waktu tiga hari dan apabila tidak, Syuriah
PBNU akan memberhentikannya secara paksa.
Menanggapi desakan tersebut, Gus Yahya menegaskan bahwa ia tidak akan mundur dengan menyatakan bahwa masa jabatannya hasil Muktamar ke-34 adalah lima tahun
dan akan dijalani penuh. Ia pun mengklaim belum menerima surat fisik apapun dari Syuriah terkait risalah tersebut dan mempertanyakan keabsahan risalah viral karena penggunaan tanda tangan manual, bukan digital.
Dalam pertemuan tertutup dengan para Ketua PWNU dari seluruh Indonesia di Surabaya, Gus Yahya menyampaikan penjelasan panjang lebar dan membuka ruang konsolidasi. Ia menyerahkan kepada tiap PWNU untuk menyikapi isu ini secara mandiri. “NU ini bukan milik saya saja. Semua pengurus di semua tingkatan punya hak dan tanggung jawab,” ujar Gus Yahya.
Beberapa ketua PWNU, kata dia, menolak desakan agar ia mundur. “Mereka khawatir saya mundur, karena dulu mereka memilih saya … saya menjelaskan supaya mereka tidak terpengaruh rumor atau fitnah,” ujar Gus Yahya.
Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:

















































