Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi
CNNIndonesia.comJakarta, CNN Indonesia --
Donald Trump resmi menginjakkan kaki di Gedung Putih. Dunia sedikit gembira, banyak cemasnya.
Sejak menang dalam pemilu pada November 2024, negara-negara selain AS bersiap menerima dampak kebijakan gila Trump.
Dan benar saja, belum juga dilantik politikus Republik itu sudah mengeluarkan senjata andalan: melempar ancaman untuk mencapai apa yang dia mau.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya, Trump mengancam akan menerapkan tarif hingga 100 persen ke anggota BRICS. Indonesia belum lama ini menjadi anggota forum ekonomi tersebut.
Ancaman-ancaman Trump sengaja dilontarkan tentu untuk mendapat kesepakatan yang menguntungkan ekonomi Amerika Serikat.
Di tengah ancaman itu, Indonesia harus lebih dulu bisa meyakinkan pemerintah AS bahwa RI tetap negara bebas-aktif setelah bergabung dengan BRICS.
Pasalnya, AS bisa menaruh curiga setelah Indonesia bergabung di forum ekonomi yang digawangi China-Rusia--yang merupakan rival bebuyutan Negeri Paman Sam.
Keanggotaan RI di BRICS
BRICS juga sering disebut menjadi tandingan G7 yang berisi AS Cs.
Indonesia, bagaimanapun, harus menyiapkan rencana mitigasi di tengah rivalitas global dan pemerintahan baru AS.
Manuver diplomasi menjadi sangat penting karena tur ke berbagai negara saja tak cukup.
Rencana mitigasi itu, menurut pengamat hubungan internasional dari Universitas Airlangga Radityo Dharmaputra, bisa berupa dua hal:
Pertama, Indonesia perlu mendekat dan menginisiasi kerja sama Global South tanpa melibatkan negara-negara dengan kekuatan-kekuatan besar.
"Bisa lewat G77 atau lewat NAM [Non-Aligned Movement atau Gerakan Non Blok]. Ini ditujukan untuk mendorong kerjasama Selatan-Selatan tanpa anggota problematik macam Rusia," kata Radityo.
Kedua, Indonesia harus bisa menarik hati pemerintah negara-negara Barat bahwa mereka tak memihak secara politik, sehingga bisa jadi harus ada kerjasama kekuatan menengah.
Kekuatan menengah yang dimaksud adalah mereka yang merepresentasikan negara-negara Selatan tanpa melibatkan China, AS, atau Rusia, seperti MIKTA.
Indonesia harus punya manuver khusus untuk meyakinkan Amerika Serikat. Jika sudah mendapat hati pemerintahan Trump dan mereka percaya bahwa langkah RI merupakan politik bebas aktif, baru lah Indonesia bisa lebih leluasa membahas konflik regional dan global.
Amerika Serikat adalah negara adidaya. Negara ini punya banyak peran dalam meredakan konflik sekaligus mengipasi perselisihan. Salah satunya, soal agresi Israel di Palestina.
Amerika Serikat di bawah Joe Biden menggelontorkan bantuan ke Israel dan tutup mata soal genosida di Palestina. Mereka selalu membela pemerintahan Benjamin Netanyahu dan menyatakan Israel berhak membela diri.
Di bawah pemerintahan Trump, Indonesia bisa kembali mengarusutamakan isu Palestina agar hak-hak warga tercapai.
Ini sekaligus untuk menghindari kejadian serupa saat Trump memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
"Sudah saatnya mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel," kata Trump pada 2017 lalu.
Yerusalem merupakan wilayah tak bertuan yang sudah disepakati komunitas internasional. Namun, Israel menduduki wilayah itu dan sering melakukan pelanggaran sejak lama.
Di periode sekarang, Trump bisa saja melakukan tindakan-tindakan lebih gila demi ambisi pribadi atau atas nama keamanan nasional sekutunya.
Meski gencatan senjata Israel dan Hamas tercapai, penerapan kesepakatan ini belum tentu sesuai rencana.
Israel punya sejarah panjang melanggar kesepakatan. Contohnya, saat mereka setuju gencatan senjata dengan milisi di Lebanon, Hizbullah.
Pemerintah bisa memaksimalkan peran wakil menteri luar negeri Indonesia Anis Matta. Di jabatan ini, dia fokus urusan Timur Tengah dan dunia Islam.
Anis misalnya, bisa mendekat dan berkomunikasi secara intens dengan utusan AS untuk Timur Tengah Steve Witkoff soal Palestina. Dia merupakan CEO perusahaan real estate Witkoff Group dan punya pengalaman puluhan tahun di bidang pengembangan serta investasi properti.
Indonesia juga harus menggunakan setiap kesempatan untuk mengingatkan Amerika Serikat bahwa komunitas internasional mengecam pendudukan Israel dan menginginkan solusi dua negara terwujud.
Selain itu, Indonesia bisa menyuarakan isu kemerdekaan Palestina di forum-forum internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
RI juga perlu terlibat lebih aktif melobi negara-negara lain untuk mengakui Palestina menjadi negara sehingga banyak aktor yang turut menggencarkan solusi dua negara.
Tak cuma itu, Indonesia bisa saja menggandeng negara yang punya kekuatan dan pengaruh di Timur Tengah yakni China. Negeri Tirai Bambu punya sejarah membuat Iran dan Saudi normalisasi setelah tujuh tahun putus hubungan serta menjadi tuan rumah dialog damai Fatah dan Hamas.
China juga punya daya tawar dan pesaing yang tepat untuk face to face dengan AS di Timur Tengah.
Indonesia juga bisa mengajak negara-negara Arab dan mayoritas Muslim melalui Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengutamakan Palestina dan warganya.
Tak cuma soal Palestina, situasi di Kawasan Indo-Pasifik turut menjadi perhatian di bawah pemerintahan Trump.
Semenanjung Korea
Pemerintahan baru AS kemungkinan mempengaruhi kondisi di Semenanjung Korea dan Laut China Selatan (LCS).
Korea Utara terus mengembangkan nuklir dan sering uji coba rudal untuk membalas latihan bersama AS-Korsel.
Ketegangan yang terus terjadi dan ancaman penggunaan nuklir Korut di Semenanjung Korea berpotensi mengganggu perdamaian kawasan.
Indonesia melalui ASEAN bisa mengirim pesan damai ke pemimpin Korut Kim Jong Un dan meminta AS berperan lebih aktif.
Sebagai organisasi di Asia Tenggara, ASEAN sangat diperhitungkan. Korut juga memandang blok ini punya peran penting sehingga permintaan mereka kemungkinan didengar Kim.
Indonesia juga punya sejarah memiliki hubungan baik dengan Korut di bawah pemerintahan Soekarno dan Kim Il Sung.
Di periode pertama Trump, salah satu negara anggota ASEAN, Singapura, menjadi tuan rumah dalam pertemuan puncak Kim dan politikus Republik AS itu. Ketika itu, mereka membahas denuklirisasi Korut dan latihan bersama AS dengan Korsel serta sekutunya.
Kembalinya Trump ke Gedung Putih menciptakan peluang pembicaraan dengan Korut untuk kembali membahas denuklirisasi dan membuat Semenanjung Korea lebih damai.
Trump bisa meminta Kim menghentikan perkembangan nuklir, dan pemimpin Korut bisa meminta AS mengurangi latihan militer di Semenanjung Korea.
Indonesia sementara itu bisa menawarkan diri menjadi tuan rumah jika KTT Trump dan Kim kembali digelar.
Presiden Indonesia Prabowo Subianto punya peluang baik untuk berkomunikasi dengan Trump.
Saat berkunjung ke AS, Prabowo mengunggah video ketika bertelepon dengan Trump. Ini bisa menjadi modal pemerintah RI mendekat ke Negeri Paman Sam.
Di luar isu tersebut, Indonesia bisa mendorong pemerintah AS untuk segera mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan dialog politik tanpa merugikan kedua pihak.
Sejak kampanye, Trump sesumbar akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina dengan cepat. Di samping itu, dia juga memiliki hubungan yang dekat dengan Putin.
"Saya dekat dengan dia. Saya berharap dia bisa membuat kesepakatan," kata Trump pekan ini. "Kita lihat saja nanti. Kami ingin menyelesaikannya."
Kita mungkin menebak-nebak apa langkah selanjutnya yang bakal dilakukan Trump termasuk soal Rusia-Ukraina. Indonesia pun harus mempersiapkan diri terhadap manuver-manuver baru Presiden AS itu.
Termasuk, kejutan-kejutan gila dan membelalakkan mata dunia.
(bac/bac)