CNN Indonesia
Kamis, 21 Nov 2024 01:45 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Amerika Serikat lagi-lagi memveto draf resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza, Palestina pada Rabu (20/11) waktu New York.
Draf resolusi tersebut menuntut "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen" antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza. Dokumen itu juga mendesak Hamas membebaskan segera "dan tanpa syarat atas semua sandera" sebagai bagian dari perjanjian gencatan senjata.
Seluruh negara anggota DK PBB, baik anggota permanen dan non-permanen, mendukung resolusi yang diharapkan mampu segera menghentikan agresi brutal Israel ke Jalur Gaza dan tengah meluas ke Lebanon ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya AS satu-satunya negara yang menolak dan memveto draf resolusi DK PBB tersebut.
Wakil Duta Besar AS untuk PBB, Robert Wood, mengungkapkan kekecewaan mereka atas sikap DK PBB yang dianggap tidak mampu mengakomodir seluruh suara anggota dalam merumuskan draf resolusi tersebut.
Ia menuturkan ada beberapa pasal dan pernyataan yang tidak disetujui AS lantaran DK PBB tidak mau mengkompromikan dengan merevisi pernyataan tersebut.
"Kami menyesalkan bahwa Dewan tidak mengakomodasi bahasa kompromi yang diajukan oleh Inggris untuk menjembatani perbedaan yang ada... Dengan bahasa itu, resolusi ini seharusnya dapat diadopsi," ujar Wood usai voting DK PBB berakhir seperti dikutip AFP.
Sejak awal agresi brutal Israel ke Jalur Gaza berlangsung, Dewan Keamanan PBB memang kesulitan mencapai kesepakatan bersama terkait seruan gencatan senjata di jalur Gaza. Sebab, Amerika Serikat beberapa kali menggunakan hak vetonya.
"Sementara itu, China terus menuntut 'bahasa yang lebih tegas'," kata seorang pejabat AS terkait perumusan resolusi DK PBB tersebut.
Pejabat AS itu pun mengeklaim Rusia "memberi pengaruh" terhadap negara-negara yang mendorong resolusi DK PBB terbaru ini.
Duta Besar Israel untuk PBB, Danny Danon, mengapresiasi langkah AS yang menggagalkan resolusi DK PBB itu untuk diadopsi. Ia mengatakan resolusi tersebut "bukanlah jalan menuju perdamaian, melainkan peta jalan menuju teror, penderitaan, dan pertumpahan darah yang lebih banyak."
"Banyak dari Anda mencoba meloloskan ketidakadilan ini. Kami berterima kasih kepada Amerika Serikat karena menggunakan hak vetonya," ucap Danon.
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan jumlah korban tewas akibat agresi brutal di Israel sejak Oktober 2023 lalu telah mencapai 43.985 orang. Sebagian besar merupakan perempuan dan anak-anak.
(rds)