Bagaimana Masa Depan Hamas usai Israel Bunuh Yahya Sinwar?

4 weeks ago 27

Jakarta, CNN Indonesia --

Israel mengumumkan pemimpin Hamas Yahya Sinwar tewas dalam operasi pasukan militer IDF di Gaza selatan, Kamis (17/10) waktu setempat.

Yahya Sinwar tewas terbunuh pasukan Israel setelah baru dua bulan lebih gantikan mendiang mantan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh yang tewas di Teheran pada Juli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagaimana masa depan Hamas setelah dua pemimpin tertingginya tewas dibunuh Israel?

Wakil direktur program Timur Tengah di Lembaga think tank Atlantic Council, Masoud Mostajabi, mengatakan Hamas akan membingkai kematian Sinwar sebagai pahlawan.

"Khususnya di tengah laporan bahwa ia tewas dalam pakaian tempur bersama para anggotanya," kata Mostajabi dalam situs Atlantic Council.

Salah satu pejabat Israel menduga Sinwar tewas dalam serangan pada Rabu di Jalur Gaza.

Saat itu, pasukan Israel sedang melakukan patroli rutin dan tiba-tiba berpapasan dengan tiga orang bersenjata.

Mereka lantas terlibat baku tembak hingga ketiga orang itu tewas. Salah satu anggota Israel mengaku melihat satu dari ketiga wajah orang bersenjata disebut mirip Sinwar.

Israel lantas memeriksa dan melakukan tes biometrik, sidik jari, hingga DNA. Hasil pemeriksaan mengonfirmasi salah satu yang tewas adalah Sinwar.

Meski Sinwar tewas, Mostajabi meyakini Hamas "memiliki penerus" atau calon pengganti dia.

"Pertanyaan yang mendesak sekarang adalah apakah kepemimpinan baru, dalam pemberontakan yang mengakar kuat di Gaza, akan bersedia untuk meredakan ketegangan dan bernegosiasi," kata dia.

Sinwar ditunjuk menjadi pemimpin Hamas pada Agustus lalu usai kepala biro politik Ismail Haniyeh tewas dalam serangan yang diduga dari Israel pada Juli lalu.

Banyak pengamat menilai kenaikan Sinwar di pucuk pimpinan membuat negosiasi semakin sulit. Ia terkenal sebagai sosok yang konfrontatif menghadapi Israel dan cenderung menggunakan pendekatan militer.

Sinwar juga disebut menjadi kekuatan pendorong militer dan politik di balik keengganan Hamas menyetujui gencatan senjata dan pengembalian sandera dengan syarat apa pun yang bisa diterima Israel.

Di bawah kepemimpinan Sinwar, Hamas dan Israel tak pernah mencapai gencatan senjata atau jeda kemanusiaan.

Hamas dan Israel sempat menerapkan gencatan senjata sementara pada November 2023, di bawah pimpinan Haniyeh. Itu pun cuma beberapa hari dan hanya diperpanjang dua kali.

Peneliti senior lain di Atlantic Council Thomas Warrick juga menyinggung soal kelanjutan negosiasi gencatan senjata di Gaza.

"Mungkin akan ada waktu singkat bagi pemimpin baru Hamas untuk menyusun kesepakatan gencatan senjata bagi para sandera melalui mediator," kata Warrick.

Jika tidak demikian, Warrick memandang Amerika Serikat dan mitranya di Arab serta Eropa harus mendorong Israel dan Palestina untuk mengesahkan pemerintahan internasional sementara untuk Gaza.

Pemerintah itu diawasi kelompok kontak internasional, yang didukung pasukan keamanan internasional.

"Untuk memastikan bahwa Hamas tidak kembali berkuasa," imbuh dia.

Sementaran itu, pakar Keamanan Global dan Geostrategi di Program Timur Tengah dari CSIS, John B Alterman bahwa Hamas masih mendapat tempat di hati rakyat Gaza yang putus asa untuk lepas dari agresi Israel.

"Serangkaian pembunuhan oleh Israel terhadap sejumlah pemimpin Hamas tidak akan mengikis daya tarik itu, begitu pula kematian Sinwar," tulis Alterman dalam laman CSIS.

"Meski demikian, semakin banyak warga Gaza yang tampaknya mulai menyalahkan Hamas dan Sinwar karena telah membuat hidup mereka sengsara dan tidak menyediakan jalan yang positif," tuturnya lagi.

Alterman kemudian memprediksi bahwa dalam beberapa bulan ke depan akan ada upaya mekanisme pembentukan pemerintahan Palestina secara nasional, non-partisan, dan teknokratis yang juga melibatkan para pendukung Hamas.

(isa/bac)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi