Jakarta, CNN Indonesia --
Terpidana Gregorius Ronald Tannur (31) mengklaim tidak pernah meminta dibebaskan dari kasus pembunuhan Dini Sera Afriyanti (29) di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Hal itu disampaikannya saat dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi dengan tiga orang terdakwa yang merupakan mantan hakim PN Surabaya Erintuah Damanik dkk, di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (25/2).
Ronald Tannur mengaku tidak pernah meminta putusan bebas ke pengacaranya yang bernama Lisa Rachmat. Dalam kasus dugaan suap vonis bebas itu, Lisa Rachmat juga telah menjadi terdakwa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saudara saksi waktu bertemu dengan ibu Lisa itu pernah minta bebas enggak?" tanya kuasa hukum Erintuah Damanik, Philipus Sitepu, dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/2).
"Tidak pernah pak," jawab Ronald Tannur.
"Jadi tidak pernah ngomong bahwa, 'saya mau bebas', itu tidak pernah ya?" tanya Philipus menegaskan.
"Tidak pernah," jawab Ronald Tannur.
Klaim tak tahu tawaran damai
Dalam keterangannya, Ronald Tannur juga mengklaim tidak mengetahui ada tawaran untuk damai dan memberikan uang kepada keluarga korban.
Ia menuturkan memang menyiapkan tiket pesawat untuk keluarga Dini pulang. Saat itu, proses kasus dugaan penganiayaannya masih berlangsung di Polrestabes Surabaya.
"Ini kan saudara juga yang menyiapkan tiket pesawat ya?" tanya tim penasihat hukum Erintuah.
"Betul," jawab Tannur.
"Untuk orang tuanya ya?" lanjut lagi.
"Betul, dan kakaknya," kata Ronald Tannur.
"Pada saat itu saudara sudah diproses hukum?" timpal tim penasihat hukum Erintuah.
"Sudah, saya sedang berada di Polrestabes Surabaya," jawab dia.
Ronald Tannur mengaku hanya meminta maaf kepada keluarga korban ketika kasusnya masih berlangsung di di kepolisian.
"Apakah saudara ada berkoordinasi atau berkomunikasi dengan ibunya korban ini, menawarkan perdamaian atau menawarkan uang, atau menawarkan apa gitu ada enggak?" tanya tim penasihat hukum Erintuah lagi.
"Tidak ada pak, saya hanya meminta maaf dan mencium kaki ibunya ketika di Polrestabes," tutur Ronald Tannur.
"Kan kemarin ibu saksi sudah memberitahukan bahwa ada uang perdamaian yang kemudian ditolak oleh kuasa hukum, itu saudara tahu enggak?," lanjutnya.
"Tidak tahu pak," jawab Ronald Tannur.
"Yang Rp800 juta, Rp500 juta saudara tidak tahu?" cecar tim penasihat hukum Erintuah.
"Tidak tahu," ungkap Ronald Tannur.
Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo selaku hakim PN Surabaya didakwa menerima suap sejumlah Rp1 miliar dan Sin$308.000 diduga untuk mengurus perkara terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Jika ditotal, uang dugaan suap yang diterima senilai sekitar Rp4,3 miliar.
Tindak pidana terjadi antara bulan Januari 2024 sampai dengan bulan Agustus 2024 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu tertentu pada tahun 2024 bertempat di Pengadilan Negeri Kelas IA Khusus Surabaya dan Gerai Dunkin Donuts Bandar Udara Jenderal Ahmad Yani Semarang.
Pengurusan perkara ini diduga melibatkan mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA Zarof Ricar.
Ronald Tannur pada akhirnya divonis bebas oleh Erintuah Damanik dkk berdasarkan putusan PN Surabaya Nomor: 454/Pid.B/2024/PN.Sby tanggal 24 Juli 2024.
Namun, di tingkat kasasi, MA membatalkan putusan bebas tersebut. Ronald Tannur divonis dengan pidana lima tahun penjara. Ketua majelis kasasi Soesilo berbeda pendapat atau dissenting opinion. Menurut dia, Ronald Tannur harus dibebaskan dari dakwaan jaksa.
Erintuah Damanik dkk juga didakwa menerima gratifikasi. Erintuah disebut menerima gratifikasi dalam bentuk uang rupiah dan mata uang asing yakni sebesar Rp97.500.000, Sin$32.000, dan RM35.992,25.
Ia menyimpan uang-uang tersebut di rumah dan apartemen miliknya, dan tidak melaporkan penerimaan tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari sehingga dianggap sebagai gratifikasi.
Sementara Heru disebut menerima gratifikasi berupa uang tunai sebesar Rp104.500.000, US$18.400, Sin$19.100, ¥100.000 (Yen), €6000 (Euro) dan SR21.715 (Riyal Saudi).
Heru menyimpan uang-uang tersebut di Safe Deposit Box (SDB) Bank Mandiri Kantor Cabang Cikini Jakarta Pusat dan rumahnya.
Sedangkan Mangapul disebut menerima penerimaan yang tidak sah menurut hukum dengan rincian Rp21.400.000,00, US$2.000 dan Sin$6.000. Ia menyimpan uang tersebut di apartemennya.
(kid/ryn)