Penjelasan Galeri Nasional soal Pembatalan Pameran Yos Suprapto

4 weeks ago 18

Jakarta, CNN Indonesia --

Galeri Nasional Indonesia buka suara terkait pembatalan pameran lukisan tunggal karya Yos Suprapto bertajuk Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan pada Kamis (19/12) malam.

Dalam keterangan resmi di media sosial, Galeri Nasional mengatakan pameran harus ditunda imbas kendala teknis yang tidak bisa dihindari. Padahal, pameran itu dijadwalkan berlangsung sebulan sejak 20 Desember 2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Galeri Nasional Indonesia dengan berat hati mengumumkan Pameran Tunggal Yos Suprapto yang bertajuk Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan, yang dijadwalkan berlangsung pada 20 Desember 2024 hingga 19 Januari 2025, terpaksa ditunda karena adanya kendala teknis yang tidak dapat dihindari," tulis @galerinasional, Kamis (19/12).

Pihak Galeri Nasional mengaku memahami rasa kecewa yang berpotensi muncul imbas langkah tersebut. Lembaga budaya itu lantas meminta maaf kepada semua pihak atas penundaan yang diputuskan tiba-tiba.

Mereka mengklaim penundaan pameran seniman ternama itu diambil atas pertimbangan yang matang. Galnas juga berjanji akan menjalin komunikasi dengan Yos Suprapto agar dapat menemukan solusi terbaik.

[Gambas:Video CNN]

"Keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan yang matang, demi menjaga kualitas pengalaman pameran yang ingin kami hadirkan," tulis pernyataan Galeri Nasional.

"Galeri Nasional Indonesia dan Yos Suprapto telah menjalin hubungan erat sejak awal 2000, dan kami terus berkomunikasi dan berkoordinasi dengan beliau untuk memastikan bahwa kondisi ini akan dikoordinasikan kembali agar dapat terus bekerja sama secara konstruktif di masa depan," lanjutnya.

[Gambas:Instagram]

Yos Suprapto juga telah buka suara mengenai polemik tersebut. Dalam keterangan resmi, ia mengatakan Suwarno Wisetrotomo selaku kurator yang ditunjuk Galeri Nasional meminta lima dari 30 lukisan yang disiapkan untuk diturunkan.

Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia.

"Jadi sampai beberapa jam sebelum pameran, lima lukisan itu masih diminta untuk diturunkan. Padahal lukisan-lukisan tersebut merupakan narasi dari tema pameran," kata Yos kepada CNNIndonesia.com, Jumat (20/12).

"Lukisan-lukisan tersebut menjadi narasi latar belakang situasi dari tema kedaulatan pangan itu sendiri. Hal itu yang tidak bisa dibaca oleh kurator," tuturnya. "Iya [narasinya jadi tidak utuh]."

Beberapa jam sebelum pameran dibuka, kata Yos, dirinya sudah rela menutup dua lukisan dengan kain hitam. Namun, ia diminta menurunkan tiga lukisan lagi yang pada akhirnya membuatnya bulat menolak semua permintaan itu.

Situasi tersebut berujung pada pameran yang batal digelar. Pihak Galeri Nasional mematikan lampu ruang pameran dan mengunci ruangan.

Yos mengatakan saat ini masih di Jakarta dan siap membawa lukisan-lukisan tersebut kembali ke Yogyakarta. Namun, ia mengungkapkan telah dihubungi Dewan Kesenian Jakarta mengenai potensi memamerkan karyanya.

"Saya tidak mau berasumsi, tapi kurator seperti ada ketakutan-ketakutan terhadap politik praktis dan tindakan represif pemerintah. Toh Menteri Kebudayaan yang dijadwalkan hadir saja juga belum lihat lukisannya," ucap Yos.

"Saya tidak mau lagi berurusan dengan Galeri Nasional dan Kementerian Kebudayaan," kata Yos.

 Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis (19/12/2024). (Arsip Yos Suprapto)Salah satu lukisan Yos Suprapto yang disebut dilarang dipamerkan dalam Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan di Galeri Nasional, Jakarta, pada Kamis (19/12/2024). (Arsip Yos Suprapto)

Suwarno Wisetrotomo selaku kurator pameran tersebut turut buka suara atas situasi tersebut. Ia menyatakan dua karya dinilai tidak sesuai dengan tema, Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan.

Hal tersebut yang kemudian berkembang menjadi perbedaan pendapat antara dirinya selaku kurator, serta Yos Suprato selaku sang seniman. Perselisihan itu disebut sudah terjadi sejak kurasi, yakni Oktober 2024 hingga hari H pameran, 19 Desember.

"Menurut pendapat saya, dua karya tersebut 'terdengar' seperti makian semata, terlalu vulgar, sehingga kehilangan metafora yang merupakan salah satu kekuatan utama seni dalam menyampaikan perspektifnya."

"Karena tidak ada kesepahaman yang berhasil dicapai, saya menyampaikan kepada seniman, disaksikan rekan-rekan Galeri Nasional Indonesia, meski saya menghargai pendirian seniman, namun saya tetap memutuskan mundur sebagai kurator pameran," tuturnya.

(frl/chri)

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi