Jakarta, CNN Indonesia --
Terpidana mati kasus penyelundupan narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso, disebut akan dipulangkan ke Filipina setelah dibebaskan dari Indonesia.
Klaim kebebasan Mary Jane ini diunggah Presiden Filipina Ferdinand 'Bongbong' Marcos Jr melalui akun Instagram resminya pada Rabu (20/11).
"Mary Jane Veloso akan pulang," tulis Bongbong dalam unggahannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bongbong mengatakan Mary Jane akan segera pulang ke Filipina setelah lebih dari satu dekade Filipina berdiplomasi dan berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia untuk menunda eksekusinya.
Lantas, bagaimana perjalanan kasus Mary Jane dari divonis mati hingga akhirnya bebas?
Mary Jane Veloso ditangkap di Bandar Udara Adisutjipto, Yogyakarta, pada 25 April 2010 lantaran kedapatan menyelundupkan narkoba jenis heroin seberat 2,6 kilogram.
Pengadilan Negeri Sleman pun memvonisnya dengan hukuman mati pada Oktober 2010 karena dinilai melanggar Pasal 114 ayat (2) UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Dalam pembelaannya, Mary Jane menyatakan bahwa dirinya korban perdagangan manusia. Ia merupakan asisten rumah tangga (ART) yang melarikan diri dari Uni Emirat Arab (UEA) setelah nyaris mengalami pemerkosaan yang kemudian ditipu untuk menyelundupkan narkoba ke Indonesia.
Dilansir dari The Guardian, Mary Jane mengatakan bahwa seorang perempuan bernama Maria Kristina Sergio, putri salah satu wali baptisnya, menyuruhnya pindah ke Indonesia untuk bekerja sebagai pembantu pada 2010.
Dalam sebuah pernyataan yang dibantah Maria, Mary Jane mengaku diberi pakaian baru dan tas oleh Maria yang tidak ia ketahui ternyata berisi 2,6 kilogram heroin.
"Kami miskin dan saya ingin mengubah hidup kami. Saya tidak akan pernah bisa melakukan kejahatan yang dituduhkan kepada saya," tulis Veloso dalam sebuah surat kepada Presiden Filipina saat itu, Benigno Aquino, pada 2015.
Tim hukum Mary Jane sempat mengajukan dua banding di Indonesia, yakni pertama menyatakan bahwa ia tak memiliki penerjemah yang kompeten dan kedua menyatakan bahwa ia ditipu. Namun, kedua banding itu ditolak.
Atas kasus ini, Mary Jane masuk dalam daftar terpidana mati yang akan dieksekusi pada April 2015 di Nusakambangan.
Menjelang tanggal eksekusinya, warga di Filipina dan Indonesia berunjuk rasa untuk menyelamatkan nyawa Mary Jane. Ratusan orang mengerubungi kedutaan besar Indonesia di Manila, bahkan bintang tinju dunia Manny Pacquiao sampai membuat permohonan publik agar Mary Jane dibiarkan hidup.
Dua hari sebelum tanggal eksekusi, keluarga Mary Jane diizinkan berkunjung. Dengan pilu Mary Jane menyampaikan kepada kedua putranya bahwa ia tidak akan pulang.
Bak mukjizat, di menit-menit terakhir waktu eksekusinya, hukuman mati Mary Jane secara mendadak ditangguhkan. Usut punya usut, Indonesia menerima perkembangan kasus terbaru dari Filipina mengenai penyerahan diri Maria Kristina Sergio.
Presiden Aquino pun meminta Indonesia untuk membiarkan Mary Jane hidup guna bersaksi dalam kasus perdagangan manusia, perekrutan ilegal, serta penipuan yang dituduhkan pada Maria. Ia mengacu pada perjanjian regional yang mewajibkan negara-negara bekerja sama dalam menangani kejahatan transnasional.
Indonesia patuh dan menunda eksekusi Mary Jane demi bekerja sama dengan Filipina.
Bongbong minta grasi
Setelah penundaan itu, Mary Jane terus mendekam di penjara Indonesia sembari menunggu proses hukum atas Maria rampung di Filipina.
Pada September 2022, Presiden Filipina saat itu, Bongbong, meminta grasi untuk Mary Jane yang disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo kepada Menlu RI Retno Marsudi di Jakarta.
Kemudian, pada awal tahun ini, ibu Mary Jane, Celia Veloso, menyampaikan permohonan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membebaskan putrinya. Permohonan itu disampaikan saat Jokowi berkunjung ke Manila, Filipina pada Januari.
"Saya memohon dan meminta kepada Anda untuk membantu membebaskan putri saya yang telah menderita meski tak bersalah selama 14 tahun," kata Celia dalam surat yang dilihat AFP.
RI pertimbangkan pemindahan Mary Jane
Pada 11 November, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Kemenko Imipas) Yusril Ihza Mahendra pun menyampaikan bahwa RI saat ini mempertimbangkan opsi "transfer of prisoner" atau pemindahan narapidana Mary Jane.
Yusril mengatakan RI menjunjung tinggi kedaulatan hukum dan berkomitmen pada penerapan sanksi pidana yang telah dijatuhkan oleh pengadilan.
Namun, sebagai bagian dari upaya diplomasi yang konstruktif, Kemenko Kumham Imipas saat ini mempertimbangkan opsi transfer of prisoner untuk narapidana asing termasuk Mary Jane yang disesuaikan dengan permintaan dari pemerintah negara asal.
"Masalah ini sudah kami diskusikan internal Kemenko Kumham Imipas dan juga sudah mendiskusikan poin-poin persoalan ini kepada Presiden Prabowo, dan kita sedang merumuskan satu kebijakan untuk menyelesaikan persoalan narapidana asing yang ada di negara kita ini baik melalui perundingan bilateral maupun juga kita merumuskan satu kebijakan yang dapat kita tempuh terkait dengan apa yang dalam bahasa Inggris sebut dengan transfer of prisoner," ujar Yusril.
Apabila permohonan tersebut dikabulkan, Mary Jane akan melanjutkan sisa masa hukumannya di Filipina dengan mengikuti ketentuan yang telah diputuskan oleh pengadilan Indonesia. Pihak Filipina, sesuai kebijakan ini, juga diharapkan mengakui keputusan tersebut dan melaksanakannya.
Yusril berujar kebijakan tersebut menjadi bagian dari kerja sama timbal balik antara kedua negara untuk menghormati dan memperkuat penegakan hukum di tingkat internasional.
(blq/dna)