Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, menunjuk aktivis anti-vaksin Robert F. Kennedy Jr. sebagai Menteri Kesehatan AS pada Kamis (14/11).
Kabar tersebut diumumkan Trump lewat laman Truth Social pribadinya. Lewat media sosial tersebut, Trump mengatakan bahwa ia 'sangat gembira' Kennedy menjadi menkes di kabinetnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, Trump juga mengatakan bahwa sebagai menkes, Kennedy akan "Membuat Amerika Hebat dan Sehat Kembali!". Pria berusia 78 tahun itu juga berharap Kennedy bisa mengubah pelayanan kesehatan di AS menjadi lebih baik.
"Rakyat Amerika telah dihancurkan oleh industri makanan dan perusahaan obat yang terlibat dalam penipuan, misinformasi, dan disinformasi," kata Trump.
"Kennedy akan mengembalikan badan-badan ini ke tradisi Penelitian Ilmiah Standar Emas, dan mercusuar transparansi, untuk mengakhiri epidemi Penyakit Kronis," lanjut Trump dilansir AFP.
Profil Robert F. Kennedy Jr
Robert F. Kennedy Jr. lahir di Washington D.C, Amerika Serikat, pada 17 Januari 1954. Ia merupakan anak ke-3 dari 11 bersaudara.
Kennedy Jr merupakan anak dari keluarga berada. Ayahnya, Robert F. Kennedy Sr., merupakan seorang politikus terkenal. Ia pernah bekerja sebagai jaksa agung dan anggota senat di New York.
Kennedy Sr. sendiri meninggal dunia pada 1968. Saat itu, dirinya dibunuh oleh seorang tidak dikenal ketika melakukan kampanye pemilihan presiden di Hotel Ambassador di Los Angeles.
Sementara itu, sang ibu, Ethel Skakel Kennedy, merupakan seorang pengusaha kaya raya. Ia merupakan salah satu pengusaha batu bara berpengaruh di AS, demikian dikutip Britannica.
Untuk mengenang suaminya yang telah tiada, Ethel mendirikan organisasi hak asasi manusia bernama Robert F. Kennedy Sr. Human Right.
Saat berusia 16 tahun, Kennedy Jr. pernah terlibat kasus narkoba. Saat itu, ia pernah dikeluarkan dari sekolah dan ditangkap oleh polisi lantaran kedapatan mengonsumsi mariyuana.
Namun, sifat Kennedy Jr. berubah saat ia menginjak usia dewasa, terutama sejak masuk ke jenjang perkuliahan.
Kennedy mengenyam pendidikan tinggi di jurusan Sejarah dan Sastra Amerika Harvard University. Ia lulus dari kampus tersebut pada 1976. Selain itu, ia juga pernah mengenyam pendidikan di jurusan Hukum University of Virginia dan lulus pada 1981.
Pada 1982, Kennedy Jr. memulai kariernya dengan menjadi seorang asisten jaksa wilayah di pengadilan Manhattan.
Namun, karier hukum Kennedy Jr. hancur pada 1983 ketika ia kembali terlibat kasus narkoba. Saat itu, dirinya terciduk polisi mengonsumsi narkoba jenis heroin hingga menyebabkan overdosis. Imbas kasus ini, Kennedy Jr. harus menjalani masa rehabilitasi selama kurang lebih tahun.
Meski begitu, karier hukum Kennedy Jr. kembali meroket usai menjalani masa rehabilitasi selama 2 tahun. Pada 1985, ia diterima bekerja sebagai dewan pengacara di Negara Bagian New York.
Menjadi aktivis lingkungan dan aktivis anti-vaksin
Selama menjadi dewan pengacara di New York, Robert F. Kennedy Jr. sering terlibat dalam menangani isu-isu lingkungan. Ia pernah menjabat sebagai jaksa penuntut senior untuk kasus Riverkeeper.
Pada 1997, Kennedy Jr. memiliki peran utama dalam salah satu pencapaian kasus Riverkeeper yang paling penting, yaitu negosiasi Nota Kesepahaman Daerah Aliran Sungai Kota New York. Kesepakatan berfungsi melindungi sistem waduk di bagian utara New York untuk melindungi kualitas air minum di New York .
Kecintaannya terhadap isu lingkungan ini membuat Kennedy Jr. muncul sebagai aktivis lingkungan ternama di AS pada 2000-an. Saat itu, ia makin aktif menyuarakan isu-isu lingkungan di AS yang menurutnya penting untuk diangkat.
Pada 2007 dan 2017, misalnya, ia terlibat dalam penanganan kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh pembuangan limbah kimia oleh perusahaan farmasi bernama DuPont Company.
Selama pandemi Covid-19, Kennedy Jr. semakin terkenal di kalangan komunitas anti-vaksin karena kritik kerasnya terhadap vaksin virus corona dan kebijakan vaksinasi yang diberlakukan di banyak negara.
Kennedy juga secara terbuka menentang vaksin Covid-19 yang dikembangkan dalam waktu singkat selama pandemi.
Ia mengklaim vaksin Covid-19 dapat membahayakan kesehatan masyarakat, khususnya anak-anak, dan sering kali merujuk pada potensi efek samping yang belum terbukti atau tidak dikaji secara menyeluruh.
(gas/dna)