Jakarta, CNN Indonesia --
Seorang ulama besar muslim Turki, Fethullah Gulen, meninggal dunia di Amerika Serikat pada Minggu (20/10) malam.
Ia dilaporkan meninggal di usia 83 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gulen sendiri merupakan sosok yang terbilang fenomenal di Turki. Sebab, selain dikenal sebagai ulama muslim besar, ia juga dikenal sebagai musuh bebuyutan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan.
Lantas, mengapa Gulen menjadi musuh bebuyutan Erdogan?
Diduga terlibat korupsi pada 2013
Fethullah Gulen sejatinya pernah menjadi sekutu setia Recep Tayyip Erdogan sejak dirinya bergabung dengan partai Adalet ve Kalkunma Partisi (AKP) pada 2000-an. Sejak saat itu, Gulen berperan membantu partai bentukan Erdogan tersebut dalam memenangkan pemilu di Turki, demikian dikutip Al Jazeera.
Pemilu pertama yang dimenangkan Partai AKP adalah pemilu Turki pada 2007. Saat itu, mereka meraup suara mayoritas sebesar 34,4 persen. Mereka kemudian kembali memenangkan pemilu pada 2007 dan 2011 dengan masing-masing raihan suara sebesar 46,5 persen dan 49,8 persen.
Menurut jurnal berjudul 'Erdogan versus Gulen: Perebutan Pengaruh antara Islam Politik Post-Islamis dengan Islam Kultural Apolitis', raihan prestasi inilah yang membuat relasi personal Gulen dan Erdogan kian erat. Keduanya saling bahu membahu memenangkan kontestasi politik yang ada di Turki.
Namun, hubungan Gulen dan Erdogan mulai retak saat dirinya diduga terlibat kasus korupsi pada 2013. Saat itu, para petinggi Partai AKP, termasuk Gulen, diduga telah melakukan korupsi hingga merugikan negara.
Dilansir The Guardian, sebanyak 34 anggota Partai AKP ditangkap saat kepolisian Turki melakukan penggerebekan.
Dari sinilah kepercayaan Erdogan terhadap Gulen memudar hingga menjadikan dia sebagai musuh bebuyutannya hingga saat ini. Erdogan menuding Gulen sebagai otak utama dalam kasus korupsi tersebut.
Terlibat kasus kudeta Turki pada 2016
Hubungan Gulen dan Erdogan kemudian makin rusak saat Gulen diduga menjadi "otak" di balik upaya kudeta Erdogan sebagai Presiden Turki pada 2016 silam.
Saat itu, Erdogan mengeklaim bahwa Gulen dan Hizmet telah bertanggung jawab dalam upaya kudeta terhadap dirinya. Erdogan juga menyebut organisasi tersebut seperti "kanker" yang kala itu mengganggu stabilitas politik di Turki.
Meskipun akhirnya gagal, upaya kudeta Erdogan sebagai Presiden Turki pada 2016 dilaporkan telah menewaskan sekitar 250 orang. Selain itu, upaya kudeta ini juga membuat Turki dilanda kerusuhan di mana-mana.
Usai gagal melakukan kudeta, organisasi Hizmet yang dipimpin Gulen pun dibubarkan oleh pemerintah Turki. Selain itu, ratusan sekolah, media, dan perusahaan yang diduga berafiliasi dengan organisasi tersebut juga ikut ditutup.
Lebih lanjut, Gulen menyangkal bahwa dirinya pernah terlibat dalam upaya kudeta Presiden Turki pada 2016. Ia menilai tuduhan tersebut sebagai tuduhan tidak berdasar yang telah menurunkan martabat dan harga dirinya.
Selain itu, Gulen juga sangat mengutuk upaya kudeta tersebut. "Sebagai seseorang yang menderita berbagai kudeta militer selama lima dekade terakhir, sungguh menghina dituduh memiliki hubungan apa pun dengan upaya semacam itu," kata Gulen dilansir The Strait Times.
Erdogan masih dendam
Meski Fethullah Gulen sudah meninggal dunia, Recep Tayyip Erdogan masih menyimpan dendam terhadap dirinya.
Bahkan, baru-baru ini, Erdogan yang dikenal sebagai musuh bebuyutannya menyatakan akan tetap memburu para pengikut Gulen meski ulama sekaligus aktivis itu telah meninggal dunia.
"Para pengkhianat itu berusaha kabur dari pengadilan Turki berkat orang-orang yang melindungi mereka.
Mereka kabur tanpa dimintai pertanggungjawaban atas darah para syuhada yang mereka tumpahkan. "Namun, mereka tidak akan bisa lolos dari pengadilan Ilahi," ujar Erdogan dalam siaran televisi Turki, seperti dikutip dari New Arab.
(gas/bac)