Jakarta, CNN Indonesia --
China menuduh Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) melancarkan serangan siber canggih selama Asian Winter Games pada Februari. Serangan tersebut menyasar industri-industri penting di negeri tirai bambu tersebut.
Polisi di kota Harbin mengatakan ada tiga orang yang diduga agen NSA masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) terkait serangan siber ini. Mereka juga menuduh University of California dan Virginia Tech terlibat dalam serangan tersebut setelah melakukan investigasi.
Menurut laporan Xinhua, kabtor berita pemerintahan China, ketiga orang agen NSA yang teridentifikasi yakni Katheryn A. Wilson, Robert J. Snelling, dan Stephen W. Johnson. Laporan itu menyatakan ketiganya telah berulang kali melakukan serangan siber terhadap infrastruktur informasi penting China dan berpartisipasi dalam serangan siber terhadap Huawei dan perusahaan lainnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, laporan tersebut tidak menjelaskan secara spesifik bagaimana dua kampus di AS terlihat dalam serangan siber ini.
Kedutaan Besar AS di China juga belum menanggapi permintaan komentar terkait masalah ini.
Kementerian Luar Negeri China mengonfirmasi serangan siber tersebut dan mengatakan bahwa mereka telah menyampaikan keluhannya ke AS.
"Kami mendesak AS untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab dalam masalah keamanan siber dan menghentikan tuduhan dan serangan yang tidak beralasan terhadap Tiongkok," kata juru bicara kementerian Lin Jian dalam konferensi pers, melansir Reuters, Rabu (16/4).
Tuduhan ini mencuat ketika dua negara ini sedang berseteru dalam perang dagang yang kemudian merembet peringatan perjalanan bagi turis-turis China yang akan hendak ke AS dan menghentikan impor film-film AS ke China.
"Badan Keamanan Nasional AS (NSA) melancarkan serangan siber terhadap industri-industri penting seperti energi, transportasi, pemeliharaan air, komunikasi, dan lembaga-lembaga penelitian pertahanan nasional di provinsi Heilongjiang," ujar Xinhua, mengutip biro keamanan publik kota Harbin.
Laporan itu menyatakan serangan-serangan tersebut bertujuan menyabotase infrastruktur informasi penting China, menyebabkan kekacauan sosial, dan mencuri informasi rahasia yang penting.
Masih dalam laporan yang sama, Xinhua mengungkap operasi NSA berlangsung selama Olimpiade Musim Dingin dan dicurigai mengaktifkan back door yang sudah diinstal sebelumnya di sistem operasi Microsoft Windows pada perangkat tertentu di Heilongjiang.
Untuk menyamarkan jejaknya, NSA membeli alamat IP di berbagai negara dan secara anonim menyewa sejumlah besar server jaringan termasuk di Eropa dan Asia. NSA bermaksud menggunakan serangan siber untuk mencuri data pribadi para atlet yang berpartisipasi dan serangan siber ini mencapai puncaknya sejak pertandingan hoki es pertama pada 3 Februari.
Serangan-serangan tersebut menargetkan sistem informasi seperti sistem pendaftaran Asian Winter Games dan menyimpan informasi sensitif tentang identitas personel yang relevan dengan acara tersebut.
Sementara itu, AS secara konsisten menuduh para peretas yang didukung oleh pemerintah China melancarkan serangan terhadap infrastruktur penting dan badan-badan pemerintahnya.
Bulan lalu, Washington mengumumkan dakwaan terhadap sejumlah peretas yang diduga berasal dari China yang menargetkan Badan Intelijen Pertahanan AS, Departemen Perdagangan AS, dan kementerian luar negeri Taiwan, Korea Selatan, India, dan Indonesia.
Beijing menyangkal semua keterlibatannya dalam spionase siber di luar negeri.
Setelah bertahun-tahun dituduh oleh pemerintah Barat melakukan serangan siber dan spionase industri, dalam dua tahun terakhir beberapa organisasi dan organ pemerintah China menuduh AS dan sekutunya melakukan hal yang sama.
Pada bulan Desember, China mengatakan bahwa pihaknya menemukan dan menangani dua serangan siber AS terhadap perusahaan teknologi China untuk mencuri rahasia dagang sejak Mei 2023, tetapi tidak menyebutkan nama lembaga yang terlibat.
(dmi/dmi)