Jakarta, CNN Indonesia --
Kebijakan hilirisasi industri di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memberi efek domino terhadap perekonomian Indonesia. Mulai dari meningkatkan nilai ekspor, menarik investasi sampai menyerap tenaga kerja.
"Dan itu kelihatan sekali, lompatan nilai tambah itu kelihatan sekali angka-angkanya," ucap Jokowi di acara peresmian injeksi bauksit perdana Smelter Grade Alumina Refinery PT Borneo Alumina Indonesia, Selasa (24/9).
Dari sisi peningkatan ekspor, Jokowi mengatakan menurut catatannya, nilai ekspor nikel mentah sebelum 2020 berkisar US$1,4 miliar sampai US$2 miliar atau sekitar Rp20 triliunan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu kita stop tahun kemarin, (nilai ekspor nikel mentah) US$34,8 miliar. Artinya hampir Rp600 triliun nilai tambah menjadi kita miliki sendiri," ujarnya.
Sementara data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor nikel dan barang daripadanya mencapai US$4,93 miliar pada Januari-Agustus 2024. Ekspor komoditas itu meningkat 8,83 persen dari US$4,53 miliar pada Januari-Agustus 2023.
Realisasi itu membuat ekspor dari nikel dan barang daripadanya menyumbang kontribusi 3,08 persen ke kinerja ekspor Indonesia yang mencapai US$170,89 miliar pada Januari-Agustus 2024.
Jika dilihat dari provinsinya, beberapa daerah yang terkenal kaya nikel memang memiliki realisasi nilai ekspor yang cukup tinggi.
Misalnya, nilai ekspor Sulawesi Tengah mencapai US$13,77 miliar pada Januari-Agustus 2024. Kemudian, Sulawesi Tenggara mencapai US$2,58 miliar, Sulawesi Selatan US$1,35 miliar, dan Maluku Utara US$6,67 miliar pada periode yang sama.
Sedangkan total ekspor industri pengolahan secara keseluruhan mencapai US$125,9 miliar pada periode yang sama. Kontribusinya mencapai 73,68 persen pada total ekspor Indonesia.
Selain mampu meningkatkan kinerja ekspor, hilirisasi industri diklaim juga memberi manfaat pengurangan impor dan penghematan devisa kepada Indonesia.
Menurut catatan Jokowi, Indonesia memiliki kebutuhan aluminium mencapai 1,2 juta ton per tahun. Namun, sekitar 56 persennya tidak bisa dipenuhi oleh industri dalam negeri sehingga harus membuka keran impor.
Tapi, dengan adanya pembangunan fasilitas pemurnian alias smelter di Indonesia, salah satunya smelter PT Borneo Alumina Indonesia di Kabupaten Mempawah, Provinsi Kalimantan Barat, maka impor aluminium bisa tidak dilakukan lagi ke depan. Dengan begitu, pemerintah bisa menghemat pengeluaran devisa untuk impor tersebut.
"Setelah ini (smelter PT Borneo Alumina Indonesia) selesai berproduksi, impor yang 56 persen ini bisa kita stop. Dan kita tidak kehilangan devisa karena dari sini kita harus keluar devisa kira-kira US$3,5 miliar setiap tahunnya," terang Jokowi.
Kerek Investasi
Dari sisi investasi, hilirisasi yang terjadi di industri pengolahan atau manufaktur telah membuat sektor itu mendapat aliran investasi asing yang deras. Bahkan, industri pengolahan menjadi sektor yang berhasil mengantongi investasi tertinggi dibanding sektor lain.
Data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat aliran investasi asing (Penanaman Modal Asing/PMA) industri pengolahan mencapai US$16,8 miliar pada Januari-Juni 2024.
Nilai ini setara 58,4 persen dari total investasi asing yang masuk ke Indonesia sebesar Rp421,7 triliun pada semester I 2024.
Jika dilihat dari data, aliran investasi asing pada industri pengolahan masih sangat mungkin bertambah sampai akhir tahun. Bahkan bukan tidak mungkin melebihi torehan tahun-tahun sebelumnya.
Sebab, tren investasi asing di industri pengolahan kerap meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2020 misalnya, investasi asing ke industri pengolahan Tanah Air sebesar US$13,2 miliar.
Pada 2021, realisasinya naik menjadi US$15,8 miliar. Lalu naik lagi menjadi US$24,7 miliar pada 2022 dan meningkat lagi menjadi US$28,7 miliar pada 2023. Artinya, realisasi investasi asing pada semester I 2024 sudah melebihi setengah dari realisasi tahun lalu.
Lebih lanjut, jika dilihat dari lokasinya, investasi asing banyak masuk ke Sulawesi Tengah dan Maluku Utara yang merupakan daerah kaya nikel. Tercatat, investasi asing di Sulawesi Tengah mencapai US$3,9 miliar dan Maluku Utara US$2,8 miliar pada semester I 2024.
Keduanya menempati posisi ke-2 dan ke-4 sebagai lima besar lokasi dengan realisasi investasi asing tertinggi di Indonesia setelah Jawa Barat dan Jakarta.
Dari sisi sektor industri, BKPM mencatat pembangunan smelter menjadi proyek yang paling banyak mendapat investasi, baik dari dalam maupun luar negeri.
Tercatat, investasi pembangunan smelter mencapai Rp114,1 triliun pada semester I 2024. Realisasinya terdiri dari investasi pembangunan smelter nikel Rp80,9 triliun, tembaga Rp28 triliun, bauksit Rp5,1 triliun, dan timah Rp100 miliar.
(yli/vws)