Kenapa Prabowo Masih Pilih Sri Mulyani Jadi Menkeu?

1 month ago 22

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan ia diminta Presiden Terpilih Prabowo Subianto untuk kembali menjadi Bendahara Negara dalam kabinetnya mendatang.

Kepastian tersebut terungkap usai dirinya menghadap Prabowo di kediamannya di Jalan Kertanegara VI, Senin (14/10).

"Beliau meminta saya menjadi menteri keuangan lagi," ujar wanita yang akrab disapa Ani itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ani menjelaskan bahwa permintaan itu disampaikan Prabowo usai berdiskusi cukup panjang dengannya.

Menurutnya, ia dan Prabowo sudah beberapa kali bertemu untuk membahas anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), serta mendengar program prioritas presiden dan wakil presiden terpilih.

"Jadi kami selalu konsultasi. Kemudian kita juga berdiskusi mengenai berbagai langkah untuk memperkuat Kementerian Keuangan dan keuangan negara untuk bisa mendukung program-program beliau," imbuh Ani lebih lanjut.

Ia menilai Prabowo sangat memperhatikan kondisi APBN dan dampaknya kepada masyarakat. Prabowo memberinya arahan untuk mengoptimalkan pajak dan belanja negara.

"Beliau perhatian sangat bagaimana dampak kepada APBN kepada masyarakat. Itu menjadi tekanan beliau. Jadi kita diskusi cukup lama dan panjang selama ini dengan beliau. Oleh karena itu pada saat untuk pembentukan kabinet beliau meminta saya untuk menjadi menteri keuangan kembali," jelasnya.

Sementara itu, ekonom senior Universitas Gadjah Mada (UGM) Anggito Abimanyu mengungkap Sri Mulyani akan memiliki tiga wakil menteri (wamen) saat menjabat kembali sebagai menteri keuangan kabinet Prabowo-Gibran. Hal itu disampaikan Anggito usai menghadap Prabowo pada Selasa (15/10).

"Tiga (wamenkeu). Tugasnya berat dan cakupannya juga cukup luas. Tanggung jawabnya untuk tidak hanya menjaga stabilitas tetapi juga bisa menggerakkan APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," kata Anggito.

Ia menjelaskan meski ada tiga wakil menteri, direktorat di Kemenkeu tidak akan ditambah. Ia juga mengatakan belum ada rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara seperti yang dicanangkan Prabowo selama ini.

Dalam kesempatan itu, Thomas Djiwandono mengatakan ketiga wakil menteri keuangan tersebut adalah dirinya, Anggito, dan Suahasil Nazara. Thomas dan Suahasil kini menjabat sebagai wamenkeu.

"Jadi kami trio ini diberi tugas untuk membantu dari tugas menkeu. Tadi pesannya sudah cukup banyak salah satunya adalah optimalisasi penerimaan negara," ucap dia.

Lantas, apa yang menjadi dasar Prabowo mempertahankan Sri Mulyani menjadi menteri keuangan dalam kabinetnya?

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan Sri Mulyani memiliki pengalaman panjang, yakni 13 tahun menjadi menteri keuangan.

Reputasi internasional dan kedekatan dengan lembaga kredit multilateral seperti Bank Dunia juga dinilai membuat Sri Mulyani mudah berkomunikasi dengan mitra keuangan global. Maka itu, Bhima melihat Prabowo membutuhkan menteri keuangan yang disukai pasar.

Di samping itu, defisit anggaran pasca pandemi juga masih di bawah 3 persen. Artinya, Sri Mulyani memiliki komitmen disiplin fiskal.

Selain itu, Bhima melihat Prabowo juga terindikasi membutuhkan Sri Mulyani untuk menyelesaikan masalah utang jatuh tempo dan bunga utang yang tinggi di 2025-2029.

"Karena SMI (Sri Mulyani Indrawati) yang menyetujui utang, maka dia harus bantu dan bertanggung jawab juga soal masalah utang ini," kata Bhima kepada CNNIndonesia.com, Selasa (15/10).

Bhima mengatakan yang menjadi pekerjaan rumah (PR) berat untuk Sri Mulyani ke depan adalah mendorong penerimaan pajak tanpa mengganggu konsumsi kelas menengah. Pasalnya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen-9 persen maka dibutuhkan rasio pajak yang lebih tinggi.

Ia melihat sejauh ini kebijakan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan belum bisa menaikkan rasio pajak di atas 11 persen meski dua kali dilakukan pengampunan pajak alias tax amnesty.

Sementara, target rasio pajak Prabowo mencapai 23 persen. Bhima mempertanyakan apakah Sri Mulyani mampu mencapai target tersebut.

Berdirinya Badan Penerimaan Negara di luar Kemenkeu bisa menahan Sri Mulyani dalam mendorong rasio pajak. Hal ini bisa saja membuat Sri Mulyani hanya menngurus utang pemerintah dan belanja negara.

Menurut Bhima, ada beberapa yang perlu dicermati dari kebijakan Sri Mulyani selama menjadi menkeu agar tidak terulang. Pertama, lonjakan utang pemerintah selama periode Sri Mulyani disebut membuat utang tak lagi menjadi bermanfaat tapi menjadi beban pertumbuhan ekonomi.

"Ini terbukti dari kenaikan utang tidak berkolerasi dengan pertumbuhan ekonomi yang masih 5 persen. Harus direm juga utangnya karena program Prabowo ke depan pastinya butuh banyak anggaran," jelas Bhima.

Kedua, kasus pegawai pajak mencoreng kepercayaan publik terhadap institusi kemenkeu. Ia menilai pengawasan internal harus lebih ketat karena pegawai pajak tunjangannya tinggi.

Ketiga, Bhima melihat Sri Mulyani belakangan menjadi hambatan dalam transisi energi setelah dianalisa bahwa pemensiunan dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara bisa merugikan keuangan negara.

Padahal, menurut Bhima, kerugian dari emisi karbon dan kesehatan masyarakat dari beroperasinya PLTU batubara tidak dikategorikan sebagai kerugian.

Ini dinilai menjadi langkah mundur menteri keuangan dalam mempercepat transisi energi.

"Ini kontras dari penampilan SMI di forum internasional yang ingin menarik lebih banyak pendanaan negara maju untuk bantu Indonesia lepas dari ketergantungan energi fosil," tutur dia.

Bersambung ke halaman berikutnya..


Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi