Jakarta, CNN Indonesia --
Jika Indonesia punya pendiri Lippo Group Mochtar Riady sebagai raja real estate Tanah Air, maka Amerika Serikat (AS) punya Mitchell Morgan.
Morgan merupakan pendiri dan CEO Morgan Properties, salah satu perusahaan apartemen terbesar AS. Perusahaan real estate ini memiliki lebih dari 350 yang tersebar di 19 negara bagian.
Forbes menaksir Morgan memiliki kekayaan bersih sebesar US$5,5 miliar atau setara Rp85 triliun (asumsi kurs Rp15.470 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski sekarang ia pemilik kerajaan bisnis bernilai miliaran dolar AS, siapa sangka dulunya Morgan adalah pegawai di toko sepatu.
Mitchell Morgan adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia lahir dari keluarga kelas menengah di Philadelphia.
Ayahnya pernah bertugas di Perang Dunia II. Usai perang berakhir, sang ayah menjadi sopir taksi untuk mencari nafkah, sebelum akhirnya membuka toko sepatu.
Bisnis ayahnya pernah dua kali bangkrut. Morgan menceritakan ayahnya ada tipikal pebisnis yang hebat dan visioner. Hanya saja, ia punya kekurangan soal mengatur anggaran.
Karena kejeliannya melihat pentingnya mengatur anggaran berdasarkan pengalaman ayahnya, ia memutuskan belajar akuntansi di Tample University pada 1972.
Untuk membiayai studinya, Morgan bekerja penuh waktu di toko sepatu milik ayahnya.
"Saya kuliah dari pukul 8.30 pagi hingga 12.30 siang, lalu saya langsung pergi ke toko sepatu," kenang Morgan.
Ia lulus kuliah di tengah resesi. Morgan sempat menjadi sales asuransi meski sebentar. Setelah itu, ia akhirnya bekerja sebagai akuntan dengan gaji US$1,65 per jam.
Bayaran ini sebetulnya jauh lebih rendah dibanding bayaran menjaga toko sepatu. Namun, Morgan muda tahu apa yang ia inginkan dalam hidup, dan itu bukan berbisnis sepatu.
"Saya tidak ingin menjual sepatu. (Dulu) saya melakukannya karena saya perlu menghidupi diri sendiri, seperti mahasiswa Temple pada umumnya, Anda bekerja dan bersekolah. Anda tidak punya pilihan, Anda harus melakukan keduanya," ujarnya dalam sebuah wawancara dengan pihak Temple University.
Morgan juga memperoleh gelar sarjana hukum di kampus yang sama pada 1980. Ia bahkan lulus ujian advokat, tetapi Morgan tak pernah bekerja sebagai pengacara. Pilihan menekuni bidang hukum untuk memperkuat kredibilitas dan keahliannya di dunia akuntansi.
Ia menemukan jalan ke bisnis properti kala bekerja sebagai kepala keuangan di Laventhol & Horwath, sebuah developer dan pengelola apartemen. Saat itulah ia juga menyadari tak ingin cuma jadi karyawan orang lain.
Pada 1985, ia memutuskan untuk mendirikan perusahaannya sendiri, Morgan Properties. Kini, Morgan Properties berkembang jadi pemilik apartemen ketiga terbesar di AS.
Morgan Properties mempekerjakan 1.200 orang, memiliki lebih dari 160 kompleks apartemen di 12 negara bagian, dari New York hingga Tennessee. Tak cuma itu, Morgan Properties adalah tuan tanah terbesar di Pennsylvania, Maryland, dan New Jersey.
Morgan membeli gedung apartemen tua, yang biasanya dibangun antara 1960-1990, lalu menyulapnya agar punya nilai tambah.
Morgan dan keluarganya juga dikenal sebagai dermawan. Awal 2024, mereka menyumbang US$50 juta atau Rp773 miliar kepada Rumah Sakit Anak Philadelphia untuk membangun gedung penelitian baru.
Donasinya sebagian besar menyasar wilayah Philadelphia. Sumbangan Morgan mengalir ke Rumah Sakit Anak Philadelphia, Universitas Pennsylvania, Museum Seni Philadelphia, serta mendukung berbagai lembaga lain termasuk Orkestra Philadelphia dan Museum Nasional Sejarah Yahudi Amerika di Independence Mall.
Morgan menyumbang jutaan dolar AS untuk mantan kampusnya, Temple. Ia pernah menyatakan dari semua tujuan donasi, Temple adalah yang paling dekat di hati.
"Prioritas saya dalam hidup adalah keluarga saya, kemudian bisnis saya, dan sekarang Temple," kata Morgan.
(pta/pta)