Nusa Dua, CNN Indonesia --
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap banyak anak muda yang terlilit utang, terutama dari layanan beli sekarang bayar nanti atau Buy Now Pay Later (BNPL).
Wakil Ketua OJK Mirza Adityaswara menilai salah satu alasannya adalah kurang literasi keuangan.
Saat ini, sambung Mirza, layanan paylater sudah meluas ke sektor perbankan, padahal awalnya hanya ada di perusahaan pembiayaan. Selain itu, penggunanya juga sudah mencapai 20 juta orang hanya dalam waktu kurang dari 10 tahun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagian besar peminjam buy-now-pay-later adalah generasi muda. Kami masih memiliki buy-now-pay-later dari industri keuangan, dari industri keuangan non-bank," ujarnya dalam acara OECD/INFE-OJK Conference 'Empowering Consumers Through Financial Education', Jumat (8/11).
Menurut Mirza, penyebab anak muda banyak menggunakan PayLater atau utang ini dikarenakan kurangnya literasi keuangan. Karenanya, ia menekankan para pengusaha yang mengeluarkan layanan ini untuk tidak hanya menjual produk namun juga memberikan edukasi.
"Jadi, sekali lagi, tolong edukasi. Jangan hanya menjual produk, tolong edukasi," kata Mirza.
Apalagi, katanya dampak dari penggunaan PayLater bisa merugikan di masa depan. Sebab, semua transaksi kredit yang dilakukan di PayLater akan masuk ke data OJK dan tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK).
SLIK adalah sistem OJK yang mencatat skor atau riwayat kredit seseorang yang digunakan oleh perbankan untuk menentukan kelayakan kredit nasabah saat pengajuan pinjaman, termasuk untuk Kredit Perumahan Rakyat (KPR).
"Mungkin hanya meminjam setara dengan US$10, US$50, tetapi nama mereka akan masuk dalam SLIK dan itu kemudian digunakan oleh industri. Ketika peminjam ini, mereka tidak dapat membayar atau lupa untuk membayar, maka mereka mungkin menghadapi masalah. Karena riwayat catatan mereka tentang ketidakmampuan membayar," jelasnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen (PEPK) Friderica Widyasari Dewi mengatakan pihaknya bahkan menggandeng The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk meningkatkan literasi keuangan di Tanah Air yang saat ini baru sekitar 65 persen.
Kolaborasi ini ditandai dengan menyelenggarakan event OECD/INFE-OJK Conference yang membahas isu-isu edukasi keuangan di seluruh dunia. Tujuannya agar Indonesia bisa belajar dari pengalaman negara lain.
"Kita harus aktif di lembaga-lembaga internasional, karena bisa dapat informasi banyak. Mereka tuh punya policy recommendation bagus," kata wanita yang akrab disapa Kiki ini.
Menurut Kiki, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang terlalu percaya dengan investasi yang dipromosikan oleh influencer tanpa mencari tahu apa produk itu sebetulnya dan apakah bisa dipercaya. Menariknya, hal ini tidak hanya terjadi di dalam negeri tapi juga di luar negeri.
"Ini bagaimana, regulator seluruh dunia juga ternyata punya problem yang sama. Para orang-orang yang terkenal punya follower banyak tiba-tiba ngomong saham apa, tiba-tiba ngomong produk asuransi apa. Tiba-tiba orang pada mau ikut dia, ternyata zonk. Jadi kayak gitu-gitu kita harus pelajari seperti apa," kata dia.
Karenanya, kerjasama dan kolaborasi dengan OECD ini diharapkan bisa menghasilkan solusi terbaik untuk meningkatkan literasi keuangan di masing-masing negara, termasuk untuk mengurangi ketergantungan utang para generasi milenial.
"Sekarang lagi kita pelajari, ini salah satu contoh saja. Misalnya, bagaimana buy now paylater ternyata ini enggak cuman terjadi di Indonesia, di berbagai belahan dunia tuh anak-anak muda mulai pada over indebtedness, kebanyakan utang. Karena terlalu ingin gaya. Pingin pakai baju baru, jam tangan baru yang kekinian," jelasnya.
Kiki pun berharap kerjasama dengan lembaga internasional seperti OECD akan makin meningkatkan literasi keuangan di dalam negeri.
"Oleh karenanya harus banyak belajar edukasi keuangan, apalagi yang single source of income, kita gajian setiap bulan. Itu bagaimana sih kita mengelola keuangan kita," pungkas Kiki.
(ldy/sfr)