Jakarta, CNN Indonesia --
Sejak dilantik pada 2014, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menempatkan Papua sebagai salah satu fokus utama dalam program pembangunan infrastruktur nasional.
Komitmen Jokowi untuk mempercepat pembangunan di Bumi Cendrawasih bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua sekaligus mengurangi ketimpangan antara wilayah timur dan barat Indonesia.
Salah satu proyek infrastruktur terbesar yang dikerjakan pemerintahan era Jokowi, yakni pembangunan Jalan Trans Papua. Jalan ini dirancang untuk menghubungkan wilayah-wilayah terpencil di Papua dan Papua Barat, dengan tujuan membuka akses transportasi darat yang selama ini terhambat oleh medan geografis yang sulit.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski terkendala berbagai tantangan, termasuk faktor keamanan, namun pengerjaannya terus digenjot. Hingga 2023, setidaknya sudah 3.462 kilometer Jalan Trans Papua selesai dibangun. Begitu juga dengan jalan di perbatasan yang mencapai 1.098 km.
"Coba kita lihat mulai dari infrastruktur Jalan Trans Papua 3.462 km sudah kita bangun di Tanah Papua. Jalan di perbatasan sudah kita bangun 1.098 km sudah dibangun di Tanah Papua," ujar Jokowi.
Terkini pemerintah juga bakal memulai pembangunan Jalan Trans Papua Ruas Jayapura-Wamena Segmen Mamberamo-Elelim di Provinsi Papua Pegunungan. Proyek jalan sepanjang 50,14 km senilai Rp3,339 triliun ini akan dibangun dengan skema Kerjasama Pemerintah bersama Badan Usaha (KPBU).
Misi pembangunan jalan Trans Papua dan Papua Barat ini tidak hanya bertujuan untuk menghubungkan antar kabupaten dan kota, tetapi juga memberikan akses yang lebih baik bagi masyarakat ke pusat layanan kesehatan, pendidikan, dan pasar.
Selain itu, pemerintah di bawah nakhoda Jokowi juga membangun sejumlah jembatan strategis untuk mempermudah mobilitas masyarakat. Salah satu yang paling ikonik adalah Jembatan Youtefa di Jayapura. Jembatan sepanjang 1,3 km ini diresmikan oleh Jokowi pada Oktober 2019.
Jembatan ini menghubungkan kota Jayapura dengan kawasan pesisir di Holtekamp, mempersingkat waktu tempuh dari Jayapura ke perbatasan Papua Nugini. Selain itu, pembangunan ini mendorong pertumbuhan ekonomi lokal di sektor transportasi, perdagangan, dan pariwisata.
Jokowi Saat Meresmikan Jembatan Youtefa Yang Dia Sebut Sebagai Simbol Pembangunan Papua bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. (Foto: CNN Indonesia/Tiara Sutari)
Pengembangan SDM
Terpisah, Ekonom Senior dari CORE Indonesia, Ina Primiana mengapresiasi pembangunan infrastruktur yang telah dilakukan Jokowi dalam 10 tahun terakhir.
Namun dia menggarisbawahi hal yang tak kalah penting dalam pembangunan infrastruktur tidak hanya melibatkan pembangunan fisik, tetapi juga harus diimbangi dengan kesiapan infrastruktur pendukung dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).
Menurutnya, infrastruktur yang dibangun harus dapat mendukung perkembangan industri serta memberikan manfaat nyata bagi masyarakat di sekitarnya. "Kita tidak bisa mengerjakan infrastruktur jadi bagian yang terpisah dari industri atau sektor," ujar Ina dalam dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) Senin (2/9).
Selain itu penting pula mengembangkan SDM di masing-masing daerah agar mereka dapat berpartisipasi dan mendapatkan manfaat dari perkembangan infrastruktur tersebut. Sebagai contoh pembangunan jalan tol yang berdampak pada mempercepat mobilitas dan konektivitas. Ina menilai, infrastruktur jalan tol tersebut tidak akan membawa manfaat bagi masyarakat sekitar jika tidak disertai dengan pelatihan dan pengembangan keterampilan SDM.
"Pembangunan infrastruktur yang canggih tanpa dukungan SDM yang memadai dapat menyebabkan ketimpangan, di mana hanya sebagian orang yang dapat memanfaatkan fasilitas tersebut, sementara yang lainnya tetap tertinggal," jelas Ina.
Selain infrastruktur fisik, pemerintahan Jokowi juga berfokus pada pengembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat Papua melalui berbagai program sosial dan ekonomi.
Salah satunya pada 2019 meluncurkan Program BBM Satu Harga, yang diinisiasi untuk mengurangi disparitas harga bahan bakar minyak (BBM) di Papua.
Sebelum program ini diluncurkan, harga BBM di beberapa daerah pedalaman bisa mencapai Rp100.000 per liter. Setelah program berjalan, harga BBM di Papua setara dengan harga di wilayah lain di Indonesia, yaitu sekitar Rp7.000 hingga Rp9.000 per liter.
Jokowi pada periode pertama juga memperkuat program Dana Otonomi Khusus (Otsus) Papua. Dana ini ditujukan untuk berbagai program pengembangan sumber daya manusia (SDM), kesehatan, dan pendidikan.
Jokowi menyebut, jumlah dana otsus yang telah digelontorkan pemerintah untuk Papua dan Papua Barat mencapai Rp94,24 triliun sejak 2002 sampai 2020. Dana itu berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pun demikian di sektor kesehatan, salah satu inisiatif pemerintahan Jokowi, yakni penguatan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), di mana Papua mendapatkan perhatian khusus.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Jayapura mencatat, hingga 2023 peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Papua telah mencapai 1.607.143 orang. Warga itu tersebar di Kota Jayapura, Kabupaten Mamberamo Raya, Keerom, Mimika, Sarmi, Puncak Jaya, Puncak, Pegunungan Bintang, dan Kabupaten Jayapura.
"Capaian ini adalah hasil kerja sama yang selama 2023 antara kami dengan seluruh stakeholder terkait, khususnya pemerintah di delapan kabupaten dan satu kota wilayah kerja BPJS Kesehatan Cabang Jayapura," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Jayapura Deny Jermy Eka Putra Mase.
(asa)