Perlukah Giant Sea Wall Banten-Jawa Timur Rp700 T Dibangun?

1 month ago 27

Jakarta, CNN Indonesia --

Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto berencana memperluas pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall yang saat ini baru dijalankan di Jakarta ke Banten. Tak hanya itu, tembok laut raksasa juga akan diteruskan sampai Jawa Timur.

Tidak tanggung-tanggung, kebutuhan anggaran diperkirakan mencapai Rp700 triliun.

Adapun tujuannya pembangunan untuk memitigasi risiko bencana perubahan iklim di Pantai Utara (Pantura) Jawa, khususnya yang terkait dengan abrasi dan banjir pesisir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelum Prabowo dilantik dan naik takhta mengatakan kebijakan itu sudah berjalan dan masuk Proyek Strategis Nasional (PSN). Dia menyebut pemerintah akan menggandeng swasta untuk membangun tanggul itu.

"Estimasi biaya mungkin bisa Rp600 sampai Rp700 tergantung berapa besar karena itu studinya kita sedang siapkan. Kita bicara triliun," kata Airlangga di Bandung, Jumat (19/1).

Airlangga mengatakan pemerintah masih mengkaji semua aspek tentang pembangunan giant sea wall. Termasuk skema pembangunan melalui public private partnership.

Menurutnya, banyak investor yang tertarik dengan proyek ini. Namun, ia belum mau membeberkan siapa investor-investor yang dimaksud.

"Dananya investor banyak yang mau masuk," ujarnya.

Utusan Khusus Presiden Bidang Energi dan Lingkungan Hidup yang juga adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo mengatakan proyek tanggul laut raksasa itu harus segera dimulai. Pasalnya, ada ancaman sawah-sawah di pantai utara (pantura) Pulau Jawa akan tenggelam.

"Program Pak Prabowo adalah kita bikin tanggul laut raksasa dari Banten sampai ke Jawa Timur. Program ini mungkin memakan waktu 20 tahun. Mungkin dua atau tiga presiden yang melaksanakan. Tapi harus mulai sekarang," ujar Hashim pada akhir Oktober lalu.

"Kalau tidak mulai sekarang, sawah-sawah di pantai utara akan tenggelam, bisa berapa juta hektare kita hilang. Ini semacam emergency, harus segera karena ini memerlukan waktu yang cukup lama," lanjut dia.

Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo mengatakan tidak mudah memang membangun giant sea wall. Hal itu salah satunya dipicu biaya pembangunan yang besar.

Karena itu, untuk menyiasati kebutuhan biaya itu, pembangunan giant sea wall akan dipotong-potong. Untuk saat ini, kebijakan pembangunan masih difokuskan untuk proyek tanggul raksasa yang sudah dilaksanakan sejak 2014 di Jakarta.

"Giant sea wall itu kan lebih utamanya untuk Jakarta sebetulnya. Memang iya program besarnya posisi utara Jawa, tapi kan dengan keterbatasan anggaran pastinya kan kita potong-potong nih, Jakarta, Semarang, gitu kan," ujar Dody ditemui di Kantornya, Senin (18/11).

Lalu sebenarnya, perlukah pembangunan giant sea wall dan dari mana dana bisa didapatkan?

Pengamat Tata Kota Nirwono Yoga memberikan lima catatan terkait rencana pembangunan giant sea wall sampai ke Jawa Timur. Pertama, ia meminta agar proyek giant sea wall untuk dibatalkan.

"Proyek giant sea wall sebaiknya dibatalkan dan tidak diteruskan. Proyek ini sama sekali tidak selaras dengan semangat pembangunan berkelanjutan," jelasnya.

Kedua, ia mengatakan giant sea wall membutuhkan biaya pembangunan konstruksi yang sangat mahal serta pemeliharaan dan perawatan jangka panjang yang tak kalah membutuhkan biaya besar.

"Dari mana biayanya tentu tidak bisa dibebankan ke APBN dan APBN karena tidak akan mencukupi. Jika perlu mengutang untuk membangun giant sea wall, maka lebih baik digunakan untuk yang lain. Sebab, bagaimana nanti membayar utang yang besar itu dalam jangka panjang," imbuhnya.

Ketiga, Nirwono melihat giant sea wall tidak menyelesaikan persoalan penurunan muka tanah dan kenaikan muka air. Sebab, kenaikan muka air laut akan terus terjadi dan tanggul akan terus makin dipertinggi, yang artinya tidak akan ada habisnya.

"Pertanyaannya kalau tidak menyelesaikan akar persoalan lalu mengapa harus dibangun," kata dia.

Keempat, ia menyarankan pemerintah untuk menata ulang tata ruang di wilayah pesisir, misalnya dengan menyediakan rumah susun sederhana sewa (rusunawa) bagi nelayan dan warga pesisir.

"Sehingga kawasan pesisir pantai bebas permukiman dan tidak akan ada lagi permukiman yang terancam tenggelam," terangnya.

Kelima, ia menilai kawasan pesisir lebih baik ditata ulang, misalnya dengan menanam Mangrove. Sedangkan, untuk perawatannya bisa melibatkan nelayan dan warga sekitar pesisir pantai.

"Kawasan pesisir di reforestasi hutan mangrove menarik untuk dikaji dan dikembangkan secara massal. Reforestasi mangrove dapat melibatkan nelayan dan warga untuk menanam dan memelihara habitat ekosistem mangrove," pungkasnya.

Senada, Dosen Fakultas Geologi Universitas Padjadjaran (Unpad) Dicky Muslim menyebut pembangunan tanggul tidak bisa dijadikan satu solusi untuk seluruh wilayah pesisir.

Dicky menyebut wacana pemerintah untuk menyelamatkan wilayah pesisir utara adalah sesuatu yang bagus. Pasalnya, secara statistik 80 persen penduduk Jawa bermukim di bagian utara, sedangkan sisanya tersebar di bagian tengah dan selatan.

Dengan demikian, populasi besar di kota-kota di Jawa bagian utara ini perlu diselamatkan.

Dalam konteks wilayah yang tenggelam, Dicky menjelaskan ada dua hal yang terjadi, yakni kenaikan muka air laut dan penurunan muka tanah.

Ia kemudian mencontohkan wilayah Jakarta yang dilindungi tanggul agar tidak tenggelam. Meski tanggul ini bermanfaat, tetapi penurunan muka tanahnya tidak berhenti di wilayah tersebut.

"Memang ada manfaatnya tanggul ini. Cuma kalau mau dihitung memang harus ada BCR-nya, benefit cost ratio-nya, berdasarkan wilayah," ujar Dicky. 

Dengan demikian, katanya, solusi tanggul untuk masalah tenggelamnya pesisir hanya cocok diterapkan di berbagai wilayah, tak bisa di sepanjang pesisir utara.

"Cuma memang enggak ada solusi lain kalau ingin agar ada benteng untuk air laut yang naik terus. Di beberapa wilayah [penggunaan tanggul] memang juga ada keberhasilan. Cuman memang tidak bisa sepanjang itu [Banten-Jawa Timur]. Jadi memang sangat spesifik setiap wilayah," tuturnya.

Solusi regional yang dimaksud Dicky tergantung pada beberapa variabel seperti rata-rata kenaikan air laut; penetrasi air laut ke darat yang menyebabkan banjir rob; hingga urban development atau pengembangan wilayahnya.

Dalam sebuah studi pada 2020 dari Deltares yang menilai risiko wilayah pesisir pulau Jawa disebutkan bahwa melindungi 1500 kilometer garis pantai utara dengan infrastruktur keras, seperti tanggul, kurang memungkinkan. Alasannya adalah masalah pendanaan untuk konstruksi serta perawatan yang harus dilakukan untuk konstruksi di atas tanah lunak tersebut.

Dicky mengatakan pembangunan benteng kurang efisien menangani isu tenggelamnya pesisir utara Jawa untuk solusi jangka panjang, dan lebih cocok jadi solusi jangka pendek.

Hal tersebut dikarenakan peningkatan suhu Bumi membuat permukaan air laut akan terus naik, meskipun nantinya ada tanggul yang menghadang.

Menurutnya, lebih baik memindahkan masyarakat di kota-kota pesisir utara Jawa yang terlalu padat ke wilayah lain.

"Berarti bukan air lautnya yang dipindahkan berarti rumahnya yang dipindahkan karena laut tidak mungkin dipindahkan," terangnya.


Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi