Jakarta, CNN Indonesia --
Xu Yangtian (Sky Xu) merupakan salah satu konglomerat misterius di dunia. Pundi-pundi hartanya berasal dari raksasa ritel fast fashion China, Shein.
Berdasarkan data Forbes, per Jumat (1/11), total kekayaan Xu menembus US$9,1 miliar atau berkisar Rp143,27 triliun (asumsi kurs Rp15.741 per dolar AS).
Forbes menempatkannya pada peringkat ke-299 orang terkaya di dunia setelah tahun lalu menduduki peringkat ke-19 orang tertajir di China.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas bagaimana kisah Xu membangun bisnis bernilai miliaran dolarnya?
Dilansir dari berbagai sumber, Xu lahir di Provinsi Shandong, China pada 1984. Tak diketahui siapa orang tua dan kerabatnya.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah, ia melanjutkan pendidikan tinggi di Universitas Sains dan Teknologi Qingdao.
Usai lulus, Xu memutuskan pindah ke Nanjing dan merintis karir sebagai ahli optimisasi mesin pencari (search engine optimization/ SEO) di perusahaan konsultan pemasaran terpadu, Nanjing Aodao Information Technology Co.
Beberapa sumber menyebut perusahaan itu Xu dirikan bersama dua rekannya Wang Xiaohu dan Lipeng sebelum ia tinggalkan untuk mendirikan bisnisnya sendiri. Namun, Xu tak pernah mengkonfirmasi hal tersebut.
Pada 2011, Xu memutuskan untuk mendirikan bisnisnya sendiri, Shelnside, yang menjadi cikal bakal Shein. Langkah itu ia ambil setelah menyadari ada pasar untuk barang-barang produksi China yang murah dan berkualitas.
Awalnya, produk yang dipasarkan SheInside secara daring adalah gaun pengantin. Xu melihat peluang pasar global untuk gaun pernikahan dengan desain yang bagus, berkualitas namun dengan harga terjangkau.
Kemudian, SheInside berkembang menjadi Shein yakni platform aplikasi e-commerce ritel yang menjual ribuan pakaian, alas kaki, dan aksesoris dengan harga miring bagi wanita, pria, dan anak-anak.
Xu menerapkan konsep fast-fashion dengan menggandeng ratusan desainer dan penyuplai yang mampu memproduksi dengan jumlah besar dan cepat. Hal itu membuat ongkos produksinya menjadi murah meski secara kualitas tidak tahan lama.
Karena dijual secara daring, Shein yang berbasis di China mampu menjangkau seluruh dunia dengan hadir di lebih dari 150 negara.
Kepopuleran Shein meningkat saat pandemi covid-19 melanda pada 2020 hingga 2023. Pada masa itu, masyarakat lebih banyak berbelanja online dibandingkan datang langsung ke toko untuk mencegah penularan virus.
Mengutip Business of Apps, pada 2019, Shein meraup pendapatan US$3,15 miliar. Pada 2023, pendapatannya melesat menjadi US$32,5 miliar. Lonjakan pendapatan itu seiring dengan meningkatnya estimasi pengguna aplikasi tersebut dari 5,6 juta pada 2019 menjadi 88,8 juta pada 2023.
Valuasi Shein pun meroket dari US$5 miliar pada 2019 menjadi U$64 miliar pada 2023. Bahkan, valuasinya sempat menyentuh US$100 miliar pada 2022.
Tak hanya secara daring, Shein mulai masuk pasar offline di AS usai menggandeng Sparc Group, perusahaan yang mengelola gerai fast-fashion Forever 21. Perusahaan juga dipandang mampu bersaing dengan kompetitor raksasa seperti H&M dan Zara.
Meski terbilang sukses, pria yang kini tinggal di Singapura ini memilih untuk menjauh dari lampu sorot media. Mengutip Financial Times, Xu tak pernah menyisihkan waktu untuk menerima wawancara dengan media dan tak aktif di media sosial.
Ia sempat menggunakan nama barat dari Chris Xu sebelum berganti nama menjadi Sky Xu yang membuat identitasnya menjadi kabur. Bahkan, foto paras aslinya di dunia maya bisa dihitung jari. Tak heran, sejumlah media global kerap menyebutnya sebagai konglomerat misterius.
Saat ini, Xu masih berupaya untuk membawa Shein melantai di bursa saham global, terutama AS dan London. Namun, hal itu tak mudah lantaran Shein kerap mendapat kritik terkait bisnis yang tak transparan, penggunaan tenaga kerja murah, dan besarnya limbah yang dihasilkan.
(sfr/agt)