Jakarta, CNN Indonesia --
Presiden Prabowo Subianto resmi menunjuk Sri Mulyani Indrawati menjadi menteri keuangan lagi.
Penunjukan itu ia sampaikan saat mengumumkan susunan kabinetnya yang bernama Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka, Minggu (20/10).
Dengan penunjukan ini, otomatis Sri Mulyani sudah menjadi menteri keuangan 3 presiden; SBY, Jokowi dan Prabowo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lalu siapa sebenarnya Sri Mulyani sehingga 3 presiden bisa mempercayainya menjadi menteri keuangan?
Mengutip berbagai sumber, Sri Mulyani merupakan perempuan kelahiran Bandar Lampung pada 26 Agustus 1962.
Ia merupakan sarjana ekonomi Universitas Indonesia (UI).
Ia kemudian melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dengan memperoleh gelar Master dan PhD di bidang ekonomi dari University of Illinois Urbana-Champaign, Amerika Serikat.
Sri Mulyani sejatinya bukan orang baru di Kementerian Keuangan. Kesempatan pertama menjadi bendahara negara ia peroleh saat Indonesia dipimpin Presiden SBY pada 2005.
Kiprahnya di kementerian tersebut diakui tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di panggung internasional. Pada 2010, ia bergabung dengan Bank Dunia dan diangkat menjadi Managing Director.
Pengangkatan itu menjadikannya sebagai salah satu perempuan Indonesia yang berkarier di lembaga keuangan global bergengsi tersebut.
Di era Presiden Joko Widodo, Sri Mulyani kembali dipercaya menjadi mengemban posisi Menteri Keuangan sejak 2016. Di bawah kepemimpinannya, Kementerian Keuangan berhasil menjaga stabilitas fiskal, meningkatkan penerimaan negara, serta mengelola hutang secara hati-hati di tengah berbagai tantangan global dan domestik, termasuk pandemi Covid 19.
Selama masa jabatannya, Sri Mulyani juga dikenal atas upayanya dalam mendorong reformasi perpajakan, menekan defisit anggaran, dan meningkatkan efisiensi pengeluaran negara.
Ia juga memainkan peran penting dalam menyusun kebijakan fiskal yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur nasional. Berbagai penghargaan internasional pun pernah diraihnya, termasuk gelar Menteri Keuangan Terbaik Asia Timur dan Pasifik tahun 2020 versi majalah Global Markets.
Pernah tersakiti di kasus Century
Meski memiliki karir dan prestasi moncer, Sri Mulyani pernah tersandung kasus dugaan korupsi perkara pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan penetapan PT Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Ganjalan itu buntut posisinya sebagai Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang memiliki peran penting dalam penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik yang diduga merugikan keuangan negara triliunan rupiah.
Namun, tuduhan itu ia jawab dengan lugas.
Dalam pemeriksaan pada 30 April dan 1 Mei 2013 di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia, Washington, Amerika Serikat, Sri Mulyani menjelaskan alasannya menyetujui untuk menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik.
Sri Mulyani bertutur, saat rapat konsultasi KSSK pada 24 November 2008 di ruang rapat Menteri Keuangan yang dihadiri oleh Gubernur BI, Sekretaris KSSK, para Deputi Gubernur BI, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan, Kepala BKF, Dirjen Pengelolaan Utang, Ketua Bapepam dan lembaga keuangan, Ketua Dewan Komisioner LPS, Kepala Eksekutif LPS dan UKP3R, Sri Mulyani mengatakan bahwa data dari BI belum memuaskan.
Ia pun meminta otoritas pengawas bank di BI untuk membuat pernyataan pertanggungjawaban profesional atas keputusan penanganan Bank Century, termasuk penjelasan lolosnya sejumlah Accural dari pengawasan intensif. Hal itu disebabkan karena dalam beberapa hari, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century dari minus 2 persen menjadi minus 35,93 persen.
"Kasus Bank Century menjadi pelajaran bagi KSSK untuk memastikan data/informasi yang masuk KSSK harus benar-benar reliable," kata Sri Mulyani dalam dokumen yang diterima CNNIndonesia.com pada 2016 lalu.
Data tersebut adalah yang diserahkan oleh Boediono di rapat KSSK 20 November 2008. Boediono yang kala itu menjadi Gubernur BI menyampaikan rekomendasi penanganan permasalahan Bank Century yang mengalami masalah solvabilitas dan ditengarai berdampak sistemik.
Sri Mulyani bertutur saat rapat konsultasi KSSK pada 24 November 2008 di ruang rapat Menteri Keuangan yang dihadiri oleh Gubernur BI, Sekretaris KSSK, para Deputi Gubernur BI, Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan, Kepala BKF, Dirjen Pengelolaan Utang, Ketua Bapepam dan lembaga keuangan, Ketua Dewan Komisioner LPS, Kepala Eksekutif LPS dan UKP3R, Sri Mulyani mengatakan bahwa data dari BI belum memuaskan.
Ia pun meminta otoritas pengawas bank di BI untuk membuat pernyataan pertanggungjawaban profesional atas keputusan penanganan Bank Century, termasuk penjelasan lolosnya sejumlah Accural dari pengawasan intensif.
Hal itu disebabkan karena dalam beberapa hari, rasio kecukupan modal (CAR) Bank Century dari minus 2 persen menjadi minus 35,93 persen.
"Kasus Bank Century menjadi pelajaran bagi KSSK untuk memastikan data/informasi yang masuk KSSK harus benar-benar reliable," kata Sri Mulyani dalam dokumen yang diterima CNNIndonesia.com 2016 lalu.
Data tersebut adalah yang diserahkan oleh Boediono di rapat KSSK 20 November 2008. Boediono yang kala itu menjadi Gubernur BI menyampaikan rekomendasi penanganan permasalahan Bank Century yang mengalami masalah solvabilitas dan ditengarai berdampak sistemik.
Boediono juga memberikan dokumen yang berkaitan dengan data tingkat sistemik Bank Century, serta perkiraan jumlah kebutuhan tambahan modal untuk memenuhi tingkat solvabilitas dan tingkat likuiditas. Berdasarkan data itu, untuk mencapai CAR 8 persen membutuhkan Rp632 miliar.
Dalam rapat keesokan harinya, Boediono menyampaikan bahwa Bank Century telah dinyatakan oleh BI sebagai bank gagal dan ditengarai berdampak sistemik. Boediono juga merekomendasikan agar KSSK menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik serta menyerahkan penanganan bank tersebut oleh LPS.
"BI tidak menyampaikan apa penyebab dari Bank Century mengalami permasalahan, titik berat pertemuan adalah penetapan apakah Bank Century yang gagal akan berdampak sistemik," kata Mulyani.
Menurutnya, BI menggunakan pedoman dan metode tentang potensi sistemik dari European Central Bank. Terdapat lima kriteria ukuran analisis dampak sistemik yang dibuat oleh BI, yaitu apakah kalau ditutup mempengaruhi sistem keuangan, pasar keuangan, sistem pembayaran, sektor riil dan psikologis pasar.
Setelah mendapatkan penjelasan dari BI, kemudian diadakan kembali rapat pada malam harinya di Ruang Rapat Menkeu Gedung Djuanda I lantai 3, Jakarta.
Pertemuan itu dihadiri oleh seluruh pemangku kepentingan minus Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kesimpulannya menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. KSSK menetapkan penanganan Bank Century kepada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
Kemudian, penyidik KPK bertanya pada Sri Mulyani berdasarkan risalah rapat yang mencatat adanya penentangan dari sejumlah peserta rapat terhadap analisis dampak sistemik yang disampaikan oleh BI. Sejumlah peserta rapat menentang karena analisis tersebut tidak didasari oleh data yang terukur, tapi mengapa KSSK tetap memutuskan menetapkan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik?
"Karena fokusnya adalah sistem perbankan kita dalam posisi rapuh, psikologisnya rapuh, tidak ada penjaminan. Kita tidak berani bertaruh untuk mengambil keputusan lainnya kecuali yang dianggap yakin tidak akan mengancam sistem keuangan, melalui jalur apapun. Jalur apapapun pada saat itu dapat mempengaruhi sistem keuangan, apakah dari size, likuiditas atau dari psikologis. Dalam suasana yang seperti itu insting saya hanya bagaimana menyelamatkan sistem keuangan," katanya.
Sri Mulyani akhirnya memutuskan sebuah kebijakan besar yang di kemudian hari dipersoalkan dan dianggap sebagai salah satu skandal keuangan terbesar di Indonesia. Akibat keputusannya, negara diduga mengalami kerugian triliunan rupiah karena ada dugaan penyelewengan dalam aliran dana bailout Rp6,7 triliun.
Karena pelbagai tekanan politik, Sri Mulyani memutuskan mundur dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2 pada Mei 2010. Ia melanjutkan karirnya sebagai Direktur Pelaksana Bank Dunia.
(lau/agt)