Darurat Militer Korsel, Jalan Pintas-Frustrasi Yoon Amankan Kekuasaan

1 month ago 21

Jakarta, CNN Indonesia --

Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan darurat militer di Korea Selatan pada Selasa (3/12) malam waktu setempat, saat merasa kekuasaan dia terancam.

Dalam pidato, Yoon mengatakan langkah itu sebagai cara untuk membawa keamanan nasional karena ada kekuatan pro Korea Utara yang memberontak dan mengecam tindakan parlemen yang dikuasai oposisi.

Pengumuman tersebut muncul saat kepercayaan publik terhadap Yoon menurun dan politik Korsel tengah gonjang-ganjing.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, apakah penerapan status darurat militer sebagai skenario Yoon mengamankan kekuasaan?

Pengamat politik internasional dari Universitas Diponegoro, Aniello Iannone, yang biasa disapa Ello mengatakan status tersebut merupakan upaya Yoon mengamankan kursi kepresidenan.

"Saya kira, iya. Ada banyak indikasi bahwa darurat militer digunakan sebagai upaya untuk mengamankan kekuasaan Presiden Yoon," kata Ello saat dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (4/12).

Penetapan itu, lanjut dia, terjadi saat posisi politik Yoon melemah, sementara oposisi menguat.

Dalam pemilihan legislatif pada April lalu, aliansi yang dipimpin oposisi Partai Demokratik menang signifikan. Mereka berhasil mengamankan suara mayoritas dengan lebih dari 170 kursi di parlemen.

Parlemen juga telah memangkas sekitar 4 triliun won dari anggaran yang diusulkan Yoon sebesar 677 triliun won untuk tahun depan. Selain itu, presiden dan legislator juga kerap menemui kebuntuan saat membahas agenda politik pemerintah.

Yoon dalam pidatonya menyebut langkah legislator itu melumpuhkan pemerintahan dia.

"Saya akan segera memusnahkan kekuatan anti-negara dan menormalkan kembali operasi negara," ujar Yoon.

Sejumlah pihak mengasosiasikan kekuatan anti-negara adalah parlemen yang dikuasai mayoritas dalam hal ini aliansi pimpinan Partai Demokratik.

Yoon, dalam pidato itu, juga menyebut lawan politiknya di parlemen melumpuhkan pengadilan di Korsel dengan mengancam para hakim dan memakzulkan jaksa penuntut.

Partai Demokratik di parlemen, lanjut dia, juga berupaya menyingkirkan menteri dalam negeri, badan pengawas penyiaran, kepala Badan Audit dan Inspeksi, serta menteri pertahanan.

Menurut Konstitusi Korsel dan Undang-Undang Darurat Militer, deklarasi itu bisa diterapkan selama masa perang, dalam kasus darurat nasional besar seperti perang, atau ketika situasi sangat mengganggu ketertiban umum, dan berimbas ke fungsi administratif serta peradilan.

Dengan status ini, kegiatan politik dan media sudah pasti dibatasi. Siapa pun yang melanggar juga bisa tertangkap tanpa ada surat penangkapan.

Di sisi lain, kepercayaan publik terhadap Yoon merosot tajam hingga di bawah 20 persen saat skandal penyuapan mencuat dan kisruh parlemen tak kunjung reda.

Yoon, dalam pidatonya, alih-alih menjelaskan ancaman kekuatan anti negara atau kekuatan pro Korea Utara yang dimaksud, dia malah memperjelas ribut-ribut politik domestik.

Park Chan Hwan, profesor politik dari Universitas Jangan di Hwaseong, Korsel menilai status darurat militer itu sebagai upaya terakhir Yoon yang sangat panik.

"Fakta presiden mengumumkan darurat militer tanpa berkonsultasi dengan penasehat menunjukkan kondisi psikologis dia yang terisolasi," kata Park, dikutip Korea Herald.

Dia lalu berujar, Ketika orang merasa terpojok, mereka cenderung membuat keputusan tak masuk akal."

Pernyataan Yoon soal darurat militer yang menyebut Korea Utara, menurut pengamat asal Indonesia, juga cuma pembenaran atas tindakan politik dia.

"Retorika melawan kekuatan pro-Korea Utara atau ada simpatisan komunis di parlemen juga tampak sebagai justifikasi politik tanpa bukti konkret," kata Ello.

Ello lalu berujar, "[Ini] sering kali digunakan untuk mendiskreditkan oposisi dan membungkam kritik."

Pengamat itu juga mengatakan penangguhan aktivitas politik, termasuk parlemen, pembatasan kebebasan media dan protes adalah ciri khas dari strategi penguatan kekuasaan dengan pendekatan otoritarian.

Para pengamat meyakini penggunaan darurat militer bisa menjadi preseden bahaya, merusak norma demokrasi, dan mengikis kepercayaan publik.

Tak lama usai penetapan status darurat militer oleh Yon, parlemen menggelar rapat pleno. Sebanyak 190 anggota sepakat menolak keputusan itu.

Yoon kemudian mencabut status darurat militer. Namun, kemarahan publik Korsel terhadap presiden tak begitu saja sirna.

Warga yang dari sejak Selasa malam berkumpul di depan Majelis Nasional menyerukan pemakzulan bahkan pengunduran Yoon dari kursi presiden.

(isa/dna)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi