Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah keterangan baru kasus polisi tembak siswa SMK di Semarang terungkap dalam rapat kerja antara jajaran Propam Polda Jawa Tengah dan Polrestabes Semarang dengan Komisi III DPR RI pada Selasa (3/12) lalu.
Rapat tersebut membahas kasus penembakan yang dilakukan anggota Sat Resnarkoba Polrestabes Semarang Aipda Robig Zaenuddin berujung maut terhadap siswa SMKN 4 Semarang Gamma Rizkynata Oktafandy (17).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya, Polrestabes Semarang mengklaim Robig menembak Gamma saat hendak membubarkan aksi tawuran. Namun, keterangan berbeda disampaikan polisi dalam rapat di DPR tersebut.
Meskipun demikian, dalam rapat itu, Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar bersikukuh bahwa aksi polisi tembak siswa SMK itu diawali peristiwa tawuran remaja atau pelajar.
Irwan mengaku hal tersebut didapati pihaknya dari bukti rekaman yang dikumpulkan mulai dari CCTV di lokasi hingga dokumentasi dari pelaku tawuran.
Di lain pihak, keluarga Gamma mengaku kecewa undangan mereka untuk hadir dalam rapat yang sama dengan Komisi III DPR pada hari itu juga dibatalkan sepihak.
Batal diikutkan rapat dengan Komisi III DPR
Mengutip dari detikJateng, Juru bicara keluarga Gamma, Subambang, mengatakan awalnya pihak keluarga korban sempat diajak mengikuti RDP di Komisi III DPR tersebut. Namun, tautan aplikasi zoom yang diberikan ternyata tak bisa dibuka, dan dari pihak DPR menyatakan keluarga korban jadi tak diikutsertakan langsung dalam rapat itu.
"Sebetulnya kemarin [sebelum hari-H] sudah ada ajakan RDP. Tapi, melalui Zoom. Jam 9.15. Tapi linknya ketika dibuka tidak terbuka. Lalu dikatakan dari pihak sekretariat untuk keluarga tidak ikut Zoom," kata Subambang kepada wartawan di Kota Semarang, Selasa lalu.
"Berarti DPR itu bohong, kami kecewa terus terang. Semua apa yang sudah kami siapkan ternyata tidak jadi. Apa pun semuanya sudah disiapkan, Zoom dan lain-lain tapi ternyata dibatalkan. Alasan pembatalan kami tidak dikasih tahu," sambungnya.
Dia mengatakan dari pihak keluarga korban menilai RDP Komisi III DPR RI itu masih belum seimbang sebab keluarga belum berkesempatan memberikan pandangan.
"Yang ingin disampaikan [jika ikut RDP di Komisi III DPR] kejanggalan, antara perkelahian dengan penembakan tempatnya beda. Tabes [Polrestabes Semarang] juga memojokkan korban. Seolah-olah divonis pelakunya," ujar Subambang.
"Siapa yang ajak? (Jawabannya) Gamma. Siapa yang beli senjata? Gamma. Kayak disetel lah. Ini yang perlu kami perjelas dengan harapan bisa meluruskan berita itu," sambungnya.
Pamit latihan silat
Ayah kandung Gamma, Andi Prabowo (44), mengaku pada hari Gamma ditembak polisi itu, anaknya sebelumnya pamit untuk latihan silat. Dia mengatakan Gamma memang rutin ikut latihan silat tiga kali sepekan.
"Sabtu (23/11) itu izin latihan silat. Latihannya rutin Selasa, Kamis, dan Sabtu di Kampus Widya Usada Krapyak. Baru ikut silat Agustus, pulangnya biasanya jam 22.30-23.00 WIB," kata Andi kepada awak media di Kota Semarang, Selasa lalu.
Memasuki tengah malam karena tak kunjung pulang, Andi bercerita sempat berkeliling untuk mencarinya. Andi berupaya menelepon Gamma hingga berulang kali, bahkan mendatangi lokasi tempat anaknya latihan silat.
Ternyata, anaknya telah dibawa ke rumah sakit, tewas karena tembakan anggota Satresnarkoba Aipda Robig Zaenudin, di Semarang Barat, dekat wilayah Paramount, Minggu (24/11) dini hari.
"Syok berat. Semalaman dari jam 00.00 WIB sampai pagi, tahunya main di rumah S, Jrakah, muter ke tempat latihan. Telepon puluhan kali, ke Jalan Hanoman, Jalan Raya Jrakah, rumah S, dan (sepanjang) alur jalan itu. Cari sendirian dengan rasa waswas," sambungnya.
Andi mengaku baru mendapatkan kabar anaknya telah tiada pada Minggu siang. Dia pun mempertanyakan alasan pihak kepolisian tak langsung mengabari keluarga soal tewasnya Gamma.
"Setelah jadinya KTP, saya minta anak saya memasukkan KTP itu ke dompet dan memasukkan ke tas. Setahu saya KTP anak saya di dalam tas. Di rumah KTP-nya tidak ada. Tidak ada fotokopi juga, kan baru jadi beberapa hari," jelasnya.
Tas Gamma itu juga kini masih ditahan sebagai barang bukti, bersama dompet, handphone, dan motor. Dia pun tak percaya jika anaknya disebut hendak tawuran.
Bantah tudingan gangster
Andi pun terpukul saat anaknya yang selama ini giat mengikuti latihan Paskibra dan silat itu tiba-tiba dituding hendak tawuran. Apalagi, kata Andi, Gamma memiliki cita-cita ingin menjadi tentara.
"Cita-citanya jadi tentara, jadi latihan Paskibra. Orangnya baik-baik. Harapannya ya minta keadilan seadil-adilnya. Kasus ini jangan ditutup-tutupi, jangan direkayasa," harapnya.
"Saya pribadi tidak percaya (Gamma termasuk gangster). Saya tahu kepribadian anak saya. Saya sangat sakit, sangat terpukul. Sakit hati banget, sudah meninggal dunia malah difitnah," sambungnya.
Subambang menegaskan pihak keluarga menuntut agar kasus tak direkayasa. Sebab, ada beberapa kejanggalan yang ditemukan pihak keluarga, salah satunya soal Gamma yang sejak awal dituding sebagai anggota gangster. Pihak keluarga meyakini korban adalah anak baik yang tak pernah ikut gangster.
Begitu pula dari rekaman kamera pengawas (CCTV) minimarket yang memperlihatkan kejadian penembakan. Keluarga meyakini tak ada senjata tajam (sajam) yang dibawa Gamma dan kedua temannya yang juga terkena tembak, S dan A.
"Pada waktu naik motor itu kan naik motor cepat, tidak ketakutan, cepat-cepat semua, kami juga ada videonya. Tidak ada yang bawa sajam, atau mungkin karena cepat nggak kelihatan," jelasnya.
Terpisah, Kabid Humas Polda Jawa Tengah (Jateng), Kombes Artanto mengatakan pihak kepolisian memiliki CCTV yang juga telah ditampilkan dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR RI.
"Pihak kepolisian memiliki barang bukti CCTV tersebut yang akan digunakan sebagai bukti saat proses peradilan dan akan diuji di labfor (laboratorium forensik) kepolisian," kata Artanto.
Video yang sama pun ditampilkan Kapolrestabes Semarang dan Kabid Propam Polda Jateng hadir di rapat dengan Komisi III DPR pada Selasa lalu.
Lapor Kompolnas dan Komnas HAM
Selain melaporkan kasus pidana penembakan Gamma ke Polda Jateng, korban juga mengadu ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Keluarga minta kasus diusut tuntas tanpa ada rekayasa.
Keluarga korban tak terima Gamma disebut gangster oleh polisi. Mereka pun menuntut agar bukti yang menunjukkan korban mengikuti tawuran bisa diperlihatkan secara terbuka.
"Kompolnas dan Komnas HAM juga sudah turun. (Kenapa lapor ke Kompolnas dan Komnas HAM?) Kami minta keadilan saja, kebenaran itu diungkap, bukan direkayasa," kata Subambang.
"Kami tidak menyerang polisi hanya meminta kasus dibuka secara terang, dengan fakta yang ada dan tidak direkayasa," sambungnya.
Ia mengatakan pihak keluarga Gamma juga telah melaporkan kasus penembakan oleh Aipda Robig Zaenudin ke Polda Jateng pada Selasa (26/11). Kemudian pada Kamis (29/11), pihak keluarga telah dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi.
Tolak bikin video pernyataan
Paman Gamma, Agung (49) mengungkap ada permintaan dari Kapolrestabes Semarang saat mendatangi rumah korban untuk mengikhlaskanalmarhum dan membuat pernyataan dalam rekaman video.
Agung mengungkapkan, Kombes Irwan mendatangi rumahkorban bersama jajaran anggota Polrestabes Semarang dan seorang wartawan, Senin (25/11) malam. Total, katanya, ada empat orang termasuk Kapolrestabesyang datang ke rumah korban malam itu.
Irwan hanya memperkenalkan Kasat Narkoba, Kasat Reskrim. Irwan tak memperkenalkan nama seorang wartawan yang ikut hadir, sehingga keluarga hanya mengira itu merupakan humas Polrestabes Semarang.
Baca berita lengkapnya di sini.
(tim/kid)