Jakarta, CNN Indonesia --
10 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo mencatat lompatan penting dalam peran dan status Indonesia di kancah global.
Salah satu lompatan penting era Presiden Jokowi tentu saja saat RI jadi Presidensi G20 tahun 2021 lalu.
Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di masa sulit. Dunia belum sepenuhnya pulih dari krisis ekonomi akibat pandemi. Sementara di belahan timur Eropa, perang berkecamuk antara Rusia dan Ukraina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagian pihak meragukan soliditas G20 pada masa keketuaan Indonesia. Negara-negara anggota diyakini terbelah antara mereka yang bersimpati dengan Ukraina atau mendukung Rusia.
Tidak sulit membaca keterbelahan itu.
Di G20, Amerika Serikat dan negara-negara Eropa anggota NATO telah sejak lama menyatakan dukungan terhadap Ukraina. Sementara itu China dan sejumlah negara lain punya tradisi kedekatan dengan Rusia. Belum lagi negara-negara yang memilih bersikap netral.
Di tengah prahara ekonomi dunia dan polarisasi politik itu, Indonesia dinilai sukses dalam keketuaan G20 di Bali 2022 lalu.
Keberhasilan dinilai lewat kesepakatan-kesepakatan yang tercapai di Bali.
KTT G20 di Bali telah berhasil menghasilkan kesepakatan G20 Bali Leaders' Declaration. Disepakati 52 paragraf deklarasi terkait sejumlah isu strategis.
Presiden Jokowi mengatakan dalam penyusunan deklarasi, penyikapan perang di Ukraina merupakan hal yang paling alot dan sangat diperdebatkan.
"Diskusi mengenai hal ini berlangsung sangat-sangat alot sekali dan akhirnya para pemimpin G20 menyepakati isi deklarasi yaitu condemnation perang di Ukraina karena telah melanggar batas wilayah, melanggar integritas wilayah," kata Jokowi.
Jokowi saat itu juga menyatakan G20 Bali telah menghasilkan beberapa hasil konkret, antara lain terbentuknya pandemic fund mengumpulkan USD1,5 miliar.
Kemudian pembentukan dan operasionalisasi resilient and sustainability trust di bawah Dana Moneter International (IMF) sejumlah USD81,6 miliar untuk membantu negara-negara yang menghadapi krisis.
"Kemudian juga energy transition mechanism, khususnya untuk Indonesia, memperoleh komitmen dari Just Energy Transition Programme sebesar USD20 miliar," kata Jokowi.
"Indonesia justru mengingatkan semua bahwa ini adalah era kerja sama, bahwa penting untuk membangun jembatan dan memelihara kerja sama, daripada mengedepankan ego sektoral masing-masing negara," ujar Jokowi.
Pujian soal keberhasilan Indonesia itu datang dariSekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.
"Keketuaan Indonesia di G20 berada di situasi yang sulit tapi sangat sukses. Indonesia berhasil menyukseskan kesepakatan meski sejumlah anggota saling berselisih. Kepemimpinan Indonesia di ASEAN juga sangat efektif," kata Guterres beberapa waktu lalu.
Publik bangga
Di dalam negeri, rakyat ikut bangga dengan kepemimpinan Indonesia dalam penyelenggaraan KTT G20 di Bali.
Yayuk Sukarelawati (29) berpendapat penyelenggaraan G20 di Bali merupakan pencapaian penting bagi Indonesia sebagai anggota G20, mengingat forum itu terdiri dari beberapa negara maju dan mitra penting Indonesia seperti Amerika, Australia, Rusia, dan China.
Yayuk adalah sarjana lulusan Ilmu Hubungan Internasional yang berdomisili di Depok, Jawa Barat.
"Di Bali, Indonesia berhasil mempertemukan pemimpin-pemimpin negara yang menentukan arah perekonomian dunia dan ikut ambil bagian dalam menyusun peta jalan perekonomian global ke depannya. Tentu, itu membuktikan posisi Indonesia di forum G20 diperhitungkan," kata Yayuk.
Menurutnya, kepemimpinan Indonesia saat G20 di Bali perlu menjadi pijakan kebijakan politik luar negeri ke depan.
"Bagaimana Indonesia mampu mempertahankan posisi yang kuat dan punya pengaruh sehingga punya posisi tawar di tengah-tengah konstelasi geopolitik global yang saat ini pun menghadapi banyak tantangan, seperti perang Rusia-Ukraina, krisis di Gaza dan aksi invasi Israel ke Lebanon, Yaman, Suriah," ujarnya.
Ia mengatakan dari Bali, Indonesia juga mampu mengirimkan pesan kuat, bahwa tidak ada winner takes all, atau tidak ada lagi zero-sum-game dalam konstelasi geopolitik dan persaingan dagang.
Saputra (32), warga Cileungsi yang juga lulusan jurusan Ilmu Hubungan Internasional berharap ke depan kiprah Indonesia di G20 bisa terus mendesak negara-negara maju lebih memperhatikan negara berkembang, khususnya dalam pengentasan kemiskinan.
"Tak cuma dijadikan ajang seremonial semata, namun ada tindak lanjut yang lebih konkret dan terimplementasikan ke lapangan," kata Saputra kepada CNNIndonesia.com.
Perjuangan Jokowi untuk mitra negara berkembang
Di tengah ketidakpastian ekonomi global pasca pandemi, Bank Dunia (World Bank) pada 3 Juli 2023 merilis laporan yang menyatakan bahwa Indonesia telah naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas.
Status itu didapat Indonesia setelah berhasil mencatat pertumbuhan ekonomi yang kuat sebesar 5,3 persen di masa pasca pandemi.
Sebenarnya, Indonesia sempat masuk dalam kategori negara berpendapatan menengah ke atas pada 2019, akan tetapi pandemi Covid-19 yang menghantam perekonomian dunia, membuat posisi Indonesia kembali turun ke dalam kelompok berpendapatan menengah bawah pada 2020.
Kembalinya Indonesia menjadi negara berpendapatan menengah atas, sangat dipengaruhi oleh efektivitas penanganan pandemi di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi. Lewat arahan Jokowi, Indonesia melaksanakan program penanganan Covid dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN),.
Presiden juga mendorong terus transformasi ekonomi melalui hilirisasi sumber daya alam (SDA).
Berbagai instrumen APBN melalui program PC-PEN 2020-2022 berhasil menjadi tumpuan kebijakan di masa pandemi dan ikut mempercepat pemulihan ekonomi nasional.
Dengan pencapaian baru ini, Indonesia pun perlahan meninggalkan statusnya sebagai negara berkembang. Meski demikian, Presiden Jokowi tak pernah melupakan mitra-mitra negara berkembang.
Jokowi tetap aktif memperjuangkan kepentingan negara-negara berkembang di pergaulan internasional.
Presiden Jokowi di berbagai kesempatan sering menyinggung soal kepentingan negara berkembang. Salah satunya saat menutup KTT G20 Tahun 2022 yang digelar di Bali.
Saat itu, Jokowi mengatakan presidensi Indonesia telah menghasilkan concrete deliverables yang berisi daftar proyek kerja sama negara anggota G20 dan undangan. Menurut Jokowi, proyek kerja sama inilah yang membantu membumikan kerja G20 lebih dekat dengan rakyat.
Jokowi ingin G20 bermanfaat tidak saja untuk anggota, namun juga negara-negara berkembang.
"Memastikan G20 bermanfaat tidak saja untuk anggotanya, namun juga bagi dunia, dan utamanya negara-negara berkembang. Let us recover together, recover stronger," kata Jokowi.
Di forum lain, yakni sesi Mitra Kerja G7 di Jepang, 20 Mei 2023, Jokowi mendesak penghentian kebijakan monopoli di dunia, termasuk diskriminasi terhadap komoditas negara berkembang.
"Saat ini sudah bukan zamannya lagi negara-negara global south hanya diberi ruang sebagai pengekspor komoditas bahan mentah, karena dunia sudah tidak berada pada masa kolonialisme. Apakah adil, negara kaya sumber daya alam seperti Indonesia dihalangi menikmati nilai tambah SDA-nya? Dihalangi mengolah SDA-nya di dalam negeri?"kata Jokowi.
Global South merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk negara-negara berkembang dan kurang berkembang yang secara geografis umumnya berada di sisi selatan bumi.
Kemudian, saat melawat ke Tanzania, Agustus 2023, Jokowi menggaungkan pentingnya dunia mendengarkan suara-suara dari negara yang tergabung dalam Global South untuk melakukan lompatan pembangunan.
Ia menjelaskan Global South berisikan 85 persen populasi dunia.
"Global South berisikan 85 persen populasi dunia sehingga seharusnya dunia mendengarkan suara dan kepentingan negara-negara di Global South termasuk dalam hal untuk melakukan lompatan pembangunan," kata Jokowi.
Komitmen Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan negara berkembang kembali disampaikan Jokowidi High-Level Forum on Multi-Stakeholder Partnerships (HLF MSP) dan Indonesia-Africa Forum (IAF) ke-2 Joint Leaders, awal September ini.
Jokowi menegaskan komitmen Indonesia untuk menjadi bagian dari solusi global, khususnya dalam membela kepentingan negara-negara di Global South.
Ia mengatakan Indonesia juga berkomitmen menjadi bridge builder dalam memperjuangkan kesetaraan, keadilan, dan solidaritas dalam rangka mempercepat pencapaian SDGs.
"Ini adalah komitmen yang konsisten Indonesia usung sejak Konferensi Asia-Afrika 69 tahun yang lalu," kata Jokowi.
Selain soal memperjuangkan kepentingan negara berkembang,Indonesia juga terus menyuarakan perdamaian.
Hal itu paling tidak terlihat dari komitmen dan sikap Indonesia yang mendukung proses perdamaian di Palestina melalui kerja-kerja diplomasi.
Selain itu Indonesia rutin mengirim bantuan obat-obatan, pakaian, makanan, tenda, alat kesehatan hingga uang ke Palestina.
Dan, selama masa perang, Indonesia jadi negara terdepan yang mendesak gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
(wis/sur)