Jakarta, CNN Indonesia --
Upaya pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol terkait keputusannya memberlakukan darurat militer gagal dilakukan.
Parlemen Korsel gagal meloloskan draf pemakzulan Yoon yang digelar Majelis Nasional pada Sabtu (7/12) malam karena kalah suara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegagalan pemakzulan Yoon itu terjadi berkat aksi boikot sidang yang dilakukan anggota partainya, yakni Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP).
Usulan pemakzulan gagal mencapai kuorum dengan selisih lima suara.
Adapun berdasarkan aturan hukum yang berlaku, dibutuhkan dua pertiga mayoritas suara anggota parlemen, sekitar 200 anggota dari total 300 anggota parlemen, untuk meloloskan mosi pemakzulan tersebut.
"Jumlah anggota yang memberikan suara tidak mencapai mayoritas dua pertiga yang dibutuhkan," kata Ketua Majelis Nasional Woo Won Shik, melansir AFP.
Woo menambahkan bahwa akibatnya, pemungutan suara pemakzulan itu tidak sah.
Partai Demokrat, sebagai oposisi utama, beserta partai-partai oposisi kecil lainnya secara total menguasai 192 kursi dalam parlemen. Ini berarti dibutuhkan setidaknya delapan anggota parlemen dari PPP untuk turut mendukung mosi pemakzulan tersebut.
Sementara itu, PPP menguasai 108 kursi dalam parlemen Korsel. PPP kemungkinan menggunakan strategi boikot untuk mencegah pembelotan anggotanya, karena pemungutan suara pemakzulan dilakukan melalui pemungutan suara yang anonim.
Dari 108 anggota parlemen dari PPP yang berkuasa, 107 telah meninggalkan ruang pemungutan suara. Hanya ada satu anggota parlemen PPP yang tetap duduk di kursinya ketika rekan-rekannya yang lain melakukan walkout atau keluar dari ruangan.
PPP mengklaim setelah pemungutan suara bahwa mereka telah memblokir pemakzulan untuk menghindari "perpecahan dan kekacauan yang parah". Partai itu menambahkan bahwa mereka akan menyelesaikan krisis ini dengan cara yang lebih tertib dan bertanggung jawab.
Kendati, pimpinan PPP Han Dong Hoon memastikan bahwa pihaknya telah mengamankan janji Yoon untuk mengundurkan diri menjadi presiden. Han juga memastikan sebelum Yoon mundur, ia akan secara efektif dibebastugaskan dan menyerahkan kepada perdana menteri dan partai untuk mengelola urusan negara.
Pihak kepolisian menyebut hasil gagalnya pemakzulan Yoon tersebut mengecewakan massa yang berjumlah hingga 150 ribu orang yang berdemonstrasi di luar parlemen, menuntut pemecatan Presiden Korsel tersebut.
Pihak oposisi telah bersumpah untuk mencoba memakzulkan Yoon kembali secepatnya pada Rabu (11/12). Sementara itu, banyak pengunjuk rasa bersumpah untuk melanjutkan demonstrasi pada akhir pekan depan.
"Saya akan memakzulkan Yoon Suk Yeol, yang telah menjadi risiko terburuk bagi Korea Selatan, dengan cara apapun," ujar pemimpin partai oposisi Lee Jae Myung.
Sebelum pemungutan suara, Yoon meminta maaf atas kekacauan yang menghebohkan seluruh dunia. Ia berkata dirinya bakal menyerahkan kepada partainya untuk menentukan nasibnya.
"Saya telah menyebabkan kecemasan dan ketidaknyamanan bagi publik. Saya dengan tulus meminta maaf," katanya dalam pidato yang disiarkan di televisi.
Profesor Studi Korea di Universitas Oslo Vladimir Tikhonov menyebut kegagalan mosi pemakzulan tersebut menandakan krisis politik yang berkepanjangan di Korea Selatan.
"Kita akan memiliki presiden yang mati secara politik, pada dasarnya tidak dapat memerintah lagi, dan ratusan ribu orang akan turun ke jalan setiap minggu hingga Yoon dilengserkan," katanya.
Jika mosi tersebut berhasil, Yoon akan diberhentikan sementara dari jabatannya sambil menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi.
Sebuah jajak pendapat yang menunjukkan bahwa dukungan terhadap Yoon berada pada rekor terendah yaitu 13 persen.
Terlepas dari hasil pemungutan suara, polisi telah mulai menyelidiki Yoon dan yang lainnya atas dugaan pemberontakan.
Dalam pidatonya saat mengumumkan darurat militer, Yoon mengklaim bahwa hal tersebut akan "menghilangkan elemen-elemen anti-negara yang merampas kebebasan dan kebahagiaan rakyat".
Pasukan keamanan menyegel Majelis Nasional, helikopter mendarat di atap dan hampir 300 tentara mencoba mengunci gedung tersebut.
Namun, ketika anggota parlemen menghadang para tentara dengan sofa dan alat pemadam kebakaran, cukup banyak dari para anggota yang berhasil masuk ke dalam demi menolak langkah Yoon.
Para pejabat dari kedua partai menyebut tentara telah diperintahkan untuk menahan para politisi utama dengan kepala pasukan khusus. Mereka menjelaskan tentara telah diberi perintah untuk "menyeret keluar" para anggota parlemen dari parlemen.
Para ahli dan anggota parlemen berspekulasi bahwa tentara pasukan khusus elit tersebut mungkin telah berjalan lambat mengikuti perintah, setelah mengetahui bahwa mereka terlibat dalam insiden politik dan bukan insiden keamanan nasional.
(del/rds)