Jakarta, CNN Indonesia --
Pada Senin (11/11) sore, kecelakaan beruntun terjadi di Tol Cipularang KM 92 arah Jakarta. Kecelakaan itu melibatkan 21 kendaraan, terdiri dari truk dan mobil.
Satu orang tewas dan sembilan luka-luka dalam insiden tersebut. Sopir truk yang diduga jadi penyebab kecelakaan telah diperiksa polisi.
Tak hanya kali ini, kecelakaan di Tol Cipularang khususnya di KM 90 sampai KM 100 sudah beberapa kali terjadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 26 Juni 2022, bus yang mengalami rem blong, menyebabkan kecelakaan di KM 92. Kecelakaan itu melibatkan 17 kendaraan. Akibatnya belasan orang luka ringan hingga berat.
Lalu, pada 2 September 2019, kecelakaan maut terjadi di KM 97. Sebuah truk pengangkut tanah mengalami masalah pada rem, menyebabkan kecelakaan yang melibatkan 20 kendaraan. Delapan orang meninggal dunia dan puluhan luka-luka.
Insiden lainnya yaitu kecelakaan maut yang dialami selebritas Saipul Jamil dan keluarganya saat perjalanan pulang dari Bandung pada 3 September 2011. Kecelakaan terjadi di KM 96+500.
Mobil yang dikendarai Saipul terseret sejauh 30 meter setelah membentur pembatas jalan tol hingga terguling. Sang istri, Virginia Anggraeni, meninggal dunia.
Kondisi topografi jalan, kompetensi pengemudi, hingga permasalahan muatan disebut jadi faktor-faktor utama penyebab kecelakaan.
Topografi turunan panjang
KM 90 sampai KM 100 Tol Cipularang dari arah Jakarta memiliki tanjakan panjang dan arus sebaliknya memiliki turunan panjang.
Selain itu, jalur tol ini berada di pegunungan, sehingga jalannya naik-turun dan memiliki banyak jembatan yang panjang dan tinggi.
Budi Setyadi saat menjabat Direktur Jenderal Perhubungan Darat pernah mengatakan turunan dan cekungan di KM 91 Tol Cipularang menjadi faktor yang menyulitkan pengendara mengendalikan laju kendaraan dan bisa berakibat kecelakaan.
"Secara geometrik kondisi jalanan di Tol Cipularang KM 91 arah Jakarta ada turunan dan cekungan, jadi banyak pengendara yang sulit mengendalikan laju kendaraan," kata Budi, 2 September 2019.
Dikutip dari detikOto, praktisi road safety dan founder Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menilai kondisi topografi seperti ini membuat beban kerja rem kendaraan jauh lebih berat dibanding jalanan datar.
Jusri menjelaskan turunan ini seringkali memicu kendaraan kehilangan kendali. Saat rem terus-menerus digunakan di turunan panjang, suhu rem bisa meningkat drastis hingga mengakibatkan penyusutan kinerja rem atau brake fading yang bisa berujung pada rem blong.
Abai rambu keselamatan
Instruktur safety driving dari Rifat Drive Labs (RDL) dan Road Safety Commission Ikatan Motor Indonesia (IMI), Erreza Hardian, menilai banyak pengemudi yang mengabaikan rambu-rambu peringatan di sepanjang Tol Cipularang.
Ia mengatakan pengemudi juga harus memiliki kemampuan berkendara yang tinggi untuk berkendara di Tol Cipularang.
"Ada faktor jalan juga, tapi kan tidak bisa kita kendalikan. Nah, kecelakaan itu terjadi jika kita tidak tahu bahaya dan mengendalikan risikonya. Jalannya sudah ada, nah antisipasinya ya dari pengemudinya," kata Erreza dilansir detikOto, Selasa (1211).
Menurutnya, di sepanjang Tol Cipularang disediakan titik pengereman darurat. Rambu-rambu juga terpampang.
Founder JDDC Jusri Pulubuhu menyampaikan hal senada. Ia mengatakan banyak sopir truk dan bus yang 'naik kelas' dari kernet tanpa pengetahuan cukup mengenai teknik berkendara aman.
"Jika rekrutmennya salah, akan melahirkan driver yang tidak berkualitas. Rekrutmen tanpa disertai pelatihan dan pengembangan akan berdampak pada kualitas pengemudi," jelasnya.
Kendaraan kelebihan muatan
Faktor lain yang tidak bisa diabaikan adalah masalah kendaraan berat yang melebihi kapasitas atau over dimension overloading (ODOL).
Menurut pakar transportasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), R. Sony Sulaksono Wibowo, kecelakaan yang terjadi di Tol Cipularang merupakan salah satunya akibat permasalahan angkutan barang. Banyak truk di dalam tol yang melebihi kapasitas tapi tak terawasi.
"Satu sisi menganggap ODOL adalah bagian dari logistik, satu lagi melihat ODOL adalah pelanggaran. Argumen pembatasan ODOL akan mempengaruhi logistik nasional pun belum terbukti," kata Sony dilansir detikJabar, Selasa (12/11).
Sony menyebutkan tanggung jawab kecelakaan tidak hanya terletak pada sopir truk, tetapi juga pada perusahaan angkutan dan pemilik barang.
Tak hanya itu, kondisi kendaraan terutama pada komponen rem dan ban pun kerap diabaikan. Uji KIR dinilai masih sebatas administratif, belum mencerminkan pemeriksaan yang autentik.
(arn/tsa)