Pakar: Cipta Kondisi All Istana's Men Bikin Pilgub Jakarta Lebih Adem

1 month ago 13

Jakarta, CNN Indonesia --

Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro menilai ada sebuah dugaan cipta kondisi yang membuat Pilgub Jakarta pada Pilkada serentak 2024 lebih adem ketimbang sebelumnya.

Hal itu diyakini Agung karena melihat para kontestan Pilgub Jakarta 2024 yang semuanya memiliki irisan dengan Istana Presiden.

"Pilkada ini terasa adem, karena memang orang-orang yang maju ini adalah orang-orang yang punya irisan kuat dengan Istana atau All Istana's Men," kata Agung saat dihubungi CNNIndonesia.com, Jumat (11/10).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tiga pasang bakal calon gubernur dan calon wakil gubernur berkontestasi pada Pilgub DKI Jakarta 2024. Tiga pasang calon itu adalah Ridwan Kamil-Suswono, Pramono Anung-Rano Karno dan Dharma Pongrekun-Kun Wardana.

Agung menjelaskan pasangan Ridwan Kamil-Suswono merupakan bagian dari koalisi partai besar pendukung presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Prabowo dan Gibran yang merupakan anak sulun Presiden Jokowi akan dilantik menjadi di MPR pada 20 Oktober mendatang.

Sementara Pramono Anung memiliki irisan kuat dengan Presiden Jokowi, karena pernah menjabat sebagai Sekretaris Kabinet selama hampir dua periode masa pemerintahannya.

Bahkan, Ia mengatakan hubungan Pramono dengan presiden terpilih juga beririsan lantaran sebagai jembatan komunikasi antara Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dengan Prabowo.

"Jadi Mas Pram ini juga dekat sebenarnya sama Pak Prabowo," kata Agung.

Sementara Dharma Pongrekun, lanjut Agung, juga memiliki irisan kuat dengan Istana lantaran sempat menjadi Wakil Kepala BSSN 2019-2021 atau di masa pemerintahan Jokowi. Selain itu, Dharma Pongrekun merupakan seorang pensiunan Polri dengan pangkat terakhir komisaris jenderal atau jenderal bintang tiga.

"Ya kita tahu polisi punya irisan yang sangat kuat dengan Istana," kata Agung.

Agung mengatakan kondisi ini tak lepas dari langkah 'cipta kondisi' konsolidasi transisi pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo di tingkat nasional yang juga berdampak di tingkat lokal.

Alhasil, kondisi ini berdampak pada Pilkada Jakarta yang adem dan kondusif belakangan ini.

"Karena penginnya transisi [pemerintahan pusat] kan enggak ada riak-riak yang terlalu besar kan Pak Prabowo. Jadi sesuai harapan elite lah. Konsolidasi nasionalnya kondusif, lokalnya juga kondusif. Kalau bahasa zaman Orba dulu, 'prakondisi dan cipta kondisi'," kata dia.

Beda dengan 2017

Di sisi lain, Agung menyinggung Pilkada Jakarta 2017 memanas lantaran ada kubu oposisi yang diwakili Anies Baswedan-Sandiaga Uno. Pasangan ini berhadapan dengan kubu propemerintah yang diwakili Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

Kala itu, Anies-Sandi diusung Gerindra dan PKS yang masih menjadi parpol oposisi pemerintahan Jokowi.

Sementara Ahok-Djarot diusung koalisi Golkar, PDIP, NasDem, Hanura yang merupakan koalisi pemerintahan Jokowi.

"Pak Ahok yang di-endorsed PDIP dengan koalisi Istananya saat itu. Dan Pak Ahok kan memang temannya Pak Jokowi di masa itu ya, 2017. Jadi pertentangannya dari segi institutional dari hulu sudah terlihat jelas," kata Agung.

Alhasil, pertentangan antara kubu oposisi dan koalisi ini membuat pandangan kedua pasangan ini sering berbeda satu sama lain hingga memanas ketika kampanye.

"Saat kampanye, ngomong tolak reklamasi, satu dukung reklamasi. Satu ngomong naturalisasi, satu lagi ngomong normalisasi. Pokoknya ada aja yang beda gitu loh. Satu ngomong penistaan agama, satu ngomong itu bagian dari toleransi, gitu-gitu kan," kata dia.

Memanasnya persaingan di Pilkada Jakarta 2017 kala itu, lanjut Agung turut merembet hingga momen Pilpres 2019 ketika Prabowo bertarung melawan Jokowi kembali.

"Dan kemudian mereda setelah Pak Prabowo gabung ke pemerintahan Pak Jokowi ya," kata dia.

(rzr/kid)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi