Jakarta, CNN Indonesia --
Penembakan yang melibatkan anggota Polri kembali terulang. Kasus penembakan terhadap siswa SMK di Semarang harus menjadi perhatian serius semua pihak. Apalagi peristiwa tersebut tak lama terjadi setelah insiden penembakan polisi dengan polisi di Solok Selatan, Sumatera Barat.
Pakar kepolisian sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Police Investigation & Control (IPIC), Rangga Afianto, menilai akar permasalahan terletak pada mekanisme pemberian dan pengawasan senjata api (senpi).
Ia menekankan agar dilakukan evaluasi menyeluruh prosedur penggunaan senpi di lingkungan Polri
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Instrumen tes psikologi untuk izin senpi harus dikaji ulang. Apakah sudah tepat sasaran atau belum? Pengawasan berkala juga harus dilakukan secara efektif, bukan formalitas," ujar Rangga kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/12).
Rangga menyoroti peran penting Biro Psikologi SDM Polri dalam memastikan kelayakan psikologis anggota yang dibekali senpi. Menurutnya, tes psikologi yang digunakan harus disesuaikan dengan kebutuhan tugas, bukan disamakan dengan tes untuk keperluan lain, seperti pembinaan sekolah atau jabatan.
Selain itu, peran serta Propam Polri juga sangat penting untuk tidak segan-segan menindak tegas sampai dengan sanksi terberat terhadap para oknum anggota yang melanggar.
"Agar menjadi pesan bahwa penyalahgunaan ataupun kelalaian penggunaan senpi ini menjadi harga mati yang tidak boleh ditawar," kata Rangga.
Senada, pakar kepolisian sekaligus Komisioner Kompolnas Choirul Anam menyatakan penggunaan senjata di Polri perlu dievaluasi. Menurutnya, dua hal yang perlu menjadi fokus dalam evaluasi yakni pengendalian senpi serta pengendalian pemegang senpi.
"Walau ada pola yang kurang lebih sama, misal terkait penggunaan senjata tapi masing-masing kasus punya logika peristiwa yang berbeda-beda. Oleh karenanya penting untuk melihat anatomi peristiwa dari satu-satu," katanya kepada CNNIndonesia.com.
"Penggunaan senjata penting untuk dievaluasi ulang. Satu, pengendalian senjata dan pengendalian yang pegang senjata," kata Anam.
Dia menjelaskan, hal yang perlu dievaluasi dalam hal ini ialah terkait waktu dan jenis senpi yang dipegang oleh setiap anggota Polri.
"Dalam konteks tertentu apakah perlu bawa senjata atau tidak, kalau perlu apakah little weapon atau non little weapon, nah itu dilihat secara jelas," tuturnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Rano Alfath, yang menyatakan bahwa DPR akan memanggil Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri serta Asisten Kapolri Bidang Sumber Daya Manusia.
"Pemeriksaan psikologi harus dilakukan secara berkala. Apa yang sehat hari ini belum tentu sehat besok," katanya.
Di kesempatan yang sama, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menambahkan pentingnya audit reguler penggunaan senpi.
"Kondisi psikologis anggota bisa berubah. Hari ini mereka layak memegang senpi, tapi tahun depan bisa saja tidak. Evaluasi berkala mutlak diperlukan," jelasnya.
Sebelumnya, dua aksi penembakan yang dilakukan oleh anggota Polri dalam beberapa waktu terakhir. Pertama, aksi penembakan yang dilakukan oleh mantan Kabag Ops Polres Solok Selatan AKP Dadang Iskandar terhadap Kasat Reskrim AKP Ulil Ryanto Anshari.
Buntut aksinya ini, Dadang dijatuhi sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) atau pemecatan. Ini berdasarkan hasil sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) di Divpropam Polri Gedung TNCC, Mabes Polri, Selasa.
Kasus selanjutnya adalah penembakan oleh anggota polisi yang menewaskan seorang siswa SMKN 4 Semarang berinisial GRO (16) di Semarang, Jawa Tengah.
Kapolrestabes Semarang Kombes Irwan Anwar mengklaim Aipda Robig Zaenudin melepaskan tembakan kepada pelajar berinisial GRO (16) saat hendak membubarkan tawuran. Selain GRO tewas, ada dua rekannya yang mengalami luka.
Kini, Robig telah menjalani penempatan khusus dan dijebloskan ke tahanan. Ia saat ini juga berstatus sebagai terperiksa kasus pelanggaran kode etik.
Selain itu, Polda Jawa Tengah juga masih menyelidiki dugaan pidana dalam peristiwa itu. Teranyar, polisi bakal melakukan ekshumasi untuk memastikan penyebab kematian korban.
(dis/DAL)