Poin-poin Penting Pernyataan Dewas KPK Terpilih saat Fit dan Proper Test

1 month ago 21

Jakarta, CNN Indonesia --

Komisi III DPR telah memilih lima Calon anggota Dewas (Cadewas) KPK untuk dilantik setelah diuji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) secara maraton selama empat hari pada pekan ini.

Deretan cadewas KPK telah melontarkan sejumlah pernyataan dalam uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) yang dilaksanakan di Kompleks Parlemen, Senayan, sejak Senin (18/11) hingga Kamis (21/11).

Tes tersebut digelar Komisi III DPR RI dan diikuti 10 nama calon anggota dewas KPK. Selain cadewas KPK, Komisi III DPR juga melakukan fit and proper test terhadap 10 calon pimpinan (Capim) KPK, dan memilih lima di antaranya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Masing-masing lima dari 10 nama tersebut dipilih dan ditetapkan sebagai pimpinan serta Dewan Pengawas KPK dalam rapat pleno Komisi III DPR pada Kamis (21/11). Lima cadewas KPK yang terpilih dalam proses di DPR itu adalah Wisnu Baroto, Benny Mamoto, Gusrizal, Sumpeno, dan Chisca Mirawati.

Dan, berikut pernyataan menonjol lima cadewas KPK yang terpilih saat ikut seleksi di Komisi III DPR:

Wisnu Baroto

Dalam proses fit and proper test di Komisi III DPR, Wisnu menyoroti banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pimpinan KPK akibat aturan Dewas yang belum memiliki kekuatan hukum mengikat. Ia menyebut peraturan Dewas KPK saat ini hanya berupa aturan internal yang belum diundangkan secara resmi.

Oleh karena itu andai terpilih menjadi Dewas KPK, Wisnu berkomitmen memperbaiki aturan tersebut dengan cara mengajukannya untuk diundangkan.

"Jadi oleh karena itu ada banyak pelanggaran dan dilakukan pimpinan KPK. Karena mereka merasa bahwa peraturan Dewas itu tidak mempunyai kekuatan mengikat," kata Wisnu, Rabu (20/11).

Ia menambahkan bahwa perbaikan tersebut akan dilakukan melalui serangkaian sinkronisasi untuk dimasukkan ke dalam lembaran negara.

Dalam sesi tanya jawab, Wisnu mendapat pertanyaan dari anggota Komisi III DPR, Hinca Pandjaitan, soal keberaniannya menindak insan KPK yang melanggar aturan, termasuk jika melibatkan rekan sejawat atau orang dekat.

Hinca sempat memuji latar belakang Wisnu sebagai jaksa yang dinilai tepat untuk menjadi pengawas di lembaga antirasuah tersebut. Namun, ia menyoroti kemungkinan adanya konflik kepentingan mengingat keluarga Wisnu banyak yang juga berprofesi sebagai aparat penegak hukum.

"Saya khawatir nanti jeruk makan jeruk, berani enggak? Kan, itu nanti jadi masalah," kata Hinca.

Menanggapi hal tersebut, Wisnu menjelaskan pengalamannya saat bertugas sebagai inspektur pengawasan di Kejaksaan. Ia mengaku pernah memproses pejabat eselon dua yang merupakan orang kepercayaan pimpinan Kejaksaan, meskipun mendapatkan tekanan.

Wisnu pun menyinggung soal metode Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang selama ini menjadi ciri khas KPK sudah tidak relevan untuk menangani modus kejahatan korupsi yang semakin canggih.

Ia menilai modus kejahatan yang kini berkembang membutuhkan pendekatan yang lebih maju.

"Ke depan penyidik KPK harus mampu menganalisa adanya kegiatan yang seolah legal namun justru merupakan praktik korupsi secara besar yang dilakukan terus menerus sehingga dapat merugikan negara," tutur Wisnu.

Benny Jozua Mamoto

Irjen Pol (Purn) Benny Mamoto saat giliran fit and proper test di Komisi III DPR mengatakan KPK kerap kalah dalam praperadilan lantaran penyidik yang tak mengikuti prosedur hukum dengan baik serta koordinasi dengan aparat penegak hukum yang lemah.

"Di sana memang kami melihat ada ketidakprofesionalan dari penyidik. Kemudian juga cermin kurangnya koordinasi dengan instansi lain, dalam hal ini kejaksaan dan sebagainya," kata Benny dalam giliran fit and proper test Cadewas KPK, Rabu (20/11).

Benny mengatakan preseden buruk itu harus segera dievaluasi dan diperbaiki, terlebih karena kekalahan tersebut membuat para tersangka korupsi semakin berani melawan dengan menggugat penetapan status tersangka.

"Sehingga janganlah nanti kemudian KPK kalah kembali. Perlu profesionalisme kehati-hatian," tambah eks Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) itu.

Di sisi lain, Benny mengaku terkejut akan kasus pungutan liar yang terjadi di rumah tahanan KPK. Menurutnya, hal tersebut memperburuk citra KPK yang dikenal sebagai lembaga berintegritas tinggi.

Kemudian Benny mengaku ingin membuat payung hukum khusus untuk OTT yang selama ini dilakukan KPK. Ia menyebut, OTT memiliki kemiripan dengan metode penyidikan kasus narkotika yang diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2009.

Ia menjelaskan bahwa dalam UU Narkotika diatur sejumlah teknik penyidikan khusus. Metode itu tidak diatur dalam tindak pidana lain.

"Jadi ketika ada kurir narkoba masuk di bandara, ketahuan didiamkan tapi dibuntuti terus sampai dia menyerahkan barang itu baru ditangkap. Tujuannya adalah supaya ketahuan siapa penerimanya," ujar Benny.

Hal tersebut, menurut Benny, menandakan kemiripan antara teknik penyerahan di bawah pengawasan dengan OTT KPK sebab penangkapannya baru dilakukan saat ada transaksi atau penyerahan uang.

Gusrizal


Dalam kesempatannya mengikuti fit and proper test di Komisi III DPR, Gusrizal mengaku sepakat dengan pernyataan bahwa Dewas KPK selama ini diibaratkan sebagai "macan ompong". Pernyataan ini disampaikan ketika menanggapi pandangan salah satu anggota Komisi III DPR.

Gusrizal mengatakan demikian karena Pasal 37 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK hanya mengatur hak Dewas KPK, tanpa memberikan kewenangan yang jelas.

"Hanya rekomendasi terhadap si pelanggar. Mau diapakan? Mengundurkan diri, ya? Minta maaf, ya. Itu aja," katanya.

Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin itu pun menyatakan dukungannya terhadap revisi Undang-Undang KPK agar Dewas memiliki kewenangan lebih. Ia menambahkan, kewenangan seperti memberikan sanksi akan membuat Dewas lebih disegani oleh insan KPK.

Tak hanya itu, Gusrizal pun mengusulkan pembentukan keputusan bersama antara Dewas dan pimpinan KPK. Menurutnya, hal ini penting agar pimpinan KPK tidak terlalu disibukkan dengan pemanggilan Dewas, sehingga tetap dapat fokus pada tugas pemberantasan korupsi.

Gusrizal juga mengusulkan agar pimpinan KPK dilibatkan dalam proses pemeriksaan dugaan pelanggaran etik, dengan catatan bahwa yang terlibat bukan pihak yang menjadi objek pemeriksaan.

Baca halaman selanjutnya


Read Entire Article
Berita Olahraga Berita Pemerintahan Berita Otomotif Berita International Berita Dunia Entertainment Berita Teknologi Berita Ekonomi