Makassar, CNN Indonesia --
Supriyani, seorang guru honorer SD negeri di Baito, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara menjadi tersangka setelah dilaporkan seorang polisi karena menghukum anaknya.
Dalam laporan kepolisian, guru itu diduga menganiaya anak polisi yang bersekolah di SD tersebut, D (6).
Kepolisian membantah informasi soal pihak orang tua murid meminta Rp50 juta kepada guru sebagai 'uang damai' saat proses mediasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak benar adanya permintaan uang Rp 50 juta itu yang diminta keluarga korban," kata Kapolres Konawe Selatan, AKBP Febry Syam dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/10).
Dalam keterangannya, Febru mengatakan setelah kasus ini dilaporkan ke Polsek Baito, kemudian dilakukan proses mediasi antara Supriyani selaku guru terlapor dengan keluarga korban dan Kepala Desa Wonua Raya.
Pada saat proses mediasi berlangsung, klaim Febry, suami dari guru tersebut tiba-tiba mengeluarkan sebuah amplop warna putih.
"Setelah penyampaian perdamaian, di situlah ada tindakan dari suami tersangka lalu diletakkan di atas meja. Saat ditanyakan ke keluarga korban, mereka tidak mengetahui isi amplop tersebut," kata Febry.
Pihak keluarga pun merasa tersinggung saat suami guru, Supriyani mengeluarkan amplop tersebut. Kemudian Kades Wonua Raya segera mengambil amplop yang sebelumnya diletakkan di atas meja saat proses mediasi berlangsung.
"Amplop itu diambil kembali oleh kepala desa," ujar Febry.
Namun, proses mediasi yang tidak menghasilkan kesepakatan damai, sehingga kasus ini pun dilanjutkan hingga ke tahap penyidikan. Kini Supriyani ditetapkan sebagai tersangka, lalu kasus ini pun dilimpahkan ke Kejari Kendari, pada Rabu (16/10) kemarin.
Kasus ini mencuat ke publik setelah tersebar tulisan 'Save Ibu Supriyani' diduga menganiaya siswanya yang merupakan anak seorang polisi agar dibebaskan.
Sementara itu, kronologi yang diperoleh dari pihak sekolah, dan sudah viral di berbagai aplikasi pesan menyatakan siswa diduga memberitahu kepada orang tua telah dipukul guru.
"Padahal gurunya hanya menegur tidak memukul. Tapi ortunya tidak terima. Daripada panjang masalah guru & kepala sekolah datang ke rumah minta maaf," dikutip dari pesan tersebut.
Tapi, diduga orang tua siswa yang juga berprofesi sebagai polisi itu justru menjadikan permintaan maaf itu sebagai pengakuan kesalahan untuk diproses laporan kepolisian.
"Sampai akhirnya guru dapat panggilan di Polda. Sampai sana katanya mau dimintai keterangan ternyata langsung ditahan, suaminya disuruh pulang. Padahal ini guru masih honorer punya anak kecil. Sudah beberapa malam ditahan di Polda," demikian kelanjutan pesan tersebut.
Dalam keterangan tersebut disebutkan pula bahwa sebelumnya orang tua siswa diduga meminta uang Rp50 juta ketika guru datang ke rumah untuk minta maaf. Namun, guru tersebut tak mau membayar karena menegaskan tak melakukan tindakan pemukulan.
Sementara itu diberitakan detikSulsel, Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo mengaku sudah bertemu dengan Supriyani.
Berdasarkan keterangan yang diterima, Supriyani sempat dimediasi kepala desa namun orang tua terduga korban Aipda Wibowo Hasyim dan Nurfitriana meminta Supriyani membayar uang damai dan mundur sebagai guru honorer.
"Hasil pertemuan dengan Ibu Supriyani, yang dimediasi Pak Desa, siap bersaksi, dia (Pak Desa) akan damaikan persoalan ini. Pertama dia (Supriyani) harus membayar uang Rp 50 juta, kedua dia harus mundur sebagai guru. Ini ada apa? Dia diminta bersurat ke Kadis untuk mundur. Padahal dia tidak melakukan apa-apa," kata Halim kepada wartawan, Senin (21/10).
Halim mengaku kasihan Supriyani sampai dimintai uang damai Rp50 juta. Apalagi, kondisi ekonomi Supriyani dan keluarganya terbilang kekurangan.
"Yang kasihan, dia hanya honorer, suaminya jualan biasa, kalau dimintai Rp50 juta saya tidak habis pikir. Saya tidak fitnah, ada kepala desa, ada yang bersangkutan, dia dimintai Rp 50 juta. Jadi ada unsur kriminalisasi," katanya.
Dia pun berharap Propam Polda Sultra bisa turun tangan mengungkap yang sebenarnya. Dia menduga ada penyalahgunaan kewenangan dalam kasus ini.
(mir/kid)